Polda Maluku Waspadai Potensi Konflik Pilkada di Dua Kabupaten
Polda Maluku memetakan daerah rawan kericuhan dalam Pilkada Serentak 2020. Sejumlah langkah strategis disiapkan. Warga berharap elite politik bersikap dewasa dalam menerima hasil pemilu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
AMBON, KOMPAS — Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 berlangsung pada empat kabupaten di Maluku, yakni Buru Selatan, Seram Bagian Timur, Maluku Barat Daya, dan Kepulauan Aru. Buru Selatan dan Seram Bagian Timur menjadi wilayah yang paling diwaspadai mengingat catatan konflik pemilu pada kontestasi sebelumnya. Masyarakat mengingatkan kedewasaan para elite.
Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat kepada Kompas di Ambon, Senin (16/11/2020), mengatakan, berdasarkan analisis intelijen yang diperoleh, tensi politik di daerah itu memanas lantaran para kontestan memiliki basis dukungan fanatik. Dukungan dimaksud dapat dieksploitasi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan kericuhan.
Sebanyak 11 pasangan calon yang bertarung di empat kabupaten dimaksud. Pasangan calon dari Seram Bagian Timur terdiri dari Mukti Keliobas-Idris Rumalatur, Fachri Alkatiri-Arobi Kelian, dan Rohani Vanath-Muhamad Ramli Mahu. Pasangan calon di Buru Selatan terdiri dari Abdurahman Soulisa-Elisa F Lesnussa, Safitri Malik Soulisa-Gerson Eliezer Selsily, dan Hadji Ali-Zainudin Booy.
Salah satunya adalah tokoh-tokoh berpengaruh terus didekati agar dapat mengarahkan pengikut mereka untuk mewujudkan pilkada damai.
Sementara itu, pasangan calon dari Maluku Barat Daya, antara lain Benjamin Thomas Noach-Agustinus Kilikily, Nikolas Kilikily-Desianus Orno, dan John Leunupun-Dolfina Markus. Adapun di Kepulauan Aru diikuti oleh Johan Gonga-Muin Sogalrey dan Timotius Kaidel-La Gani Karnaka.
Dalam pantauan Kompas, untuk Seram Bagian Timur, persaingan yang memanas adalah antara pasangan Mukti-Idris dan Fachri-Arobi. Mukti dan Fachri merupakan bupati dan wakil bupati Seram Bagian Timur saat ini. Keduanya pecah kongsi dan memiliki basis massa yang signifikan. Para pendukung mulai saling sindir dan serang, baik lewat media sosial maupun dunia nyata.
Hal yang sama terjadi di Buru Selatan setelah Safitri Malik Soulisa maju. Safitri merupakan istri dari Tagop Soulisa, Bupati Buru Selatan saat ini. Di satu sisi, Safitri mengandalkan kekuatan suami untuk maju, sementara di sisi lain ada gerakan untuk menghentikan dinasti politik yang mulai dibangun oleh keluarga Tagop yang menggunakan kendaraan PDI Perjuangan itu.
Dianggap rawan
Buru Selatan dan Seram Bagian Timur dianggap rawan juga lantaran pada kontestasi sebelumnya sering terjadi kericuhan. Di Buru Selatan sempat terjadi penyerangan dan perusakan rumah warga di Pulau Ambalau. Sementara untuk Seram Bagian Timur, secara sengaja terjadi penenggelaman kotak suara di tengah laut oleh petugas yang membawanya.
Menurut Roem, sejumlah langkah strategis sedang disiapkan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang bakal terjadi. ”Salah satunya adalah tokoh-tokoh berpengaruh terus didekati agar dapat mengarahkan pengikut mereka untuk mewujudkan pilkada damai,” ujarnya.
Ia menambahkan, kewaspadaan yang ditingkatkan di Buru Selatan dan Seram Bagian Timur tidak lantas membuat perhatian di Kepulauan Aru dan Maluku Barat Daya berkurang. Potensi gesekan di sana tetap tinggi. Di Kepulauan Aru hanya diikuti dua pasangan. Johan-Muin adalah calon petahana yang ditantang oleh Timotius-La Gani.
Sementara di Maluku Barat Daya, pertarungan keras terjadi antara Thomas-Agustinus dan Nikolas-Desianus. Thomas merupakan calon petahana, sedangkan Nikolas adalah penantang yang pernah bertarung pada kontestasi sebelumnya. Desianus, wakil Nikolas, merupakan adik kandung Wakil Gubernur Maluku Barnabas Orno.
Kedewasaan elite
Sejumlah warga yang dihubungi secara terpisah berharap agar konstetasi pilkada berjalan damai. Pendukung dari pihak yang kalah harus legawa, sementara pendukung pemenang tidak perlu euforia berlebihan. ”Siapa yang terpilih, mereka adalah saudara kita, anak-anak kita, kakak atau adik kita. Itu bagian dari keluarga kita karena mereka berasal dari daerah ini,” kata Agustinus Franz (57), warga Maluku Barat Daya.
Abdul Rumbouw (45), warga Seram Bagian Timur, mengajak masyarakat agar tidak terpengaruh dengan provokasi dari tim sukses. Provokasi dimaksud yang bernuansa negatif. ”Untuk apa mau ikut pengaruh mereka yang merugikan kita. Mereka terpilih atau tidak terpilih pun hidup masyarakat masih susah dan miskin. Tidak perlu peduli dengan politik yang tidak jelas itu,” ujarnya.
Sementara itu, Angky Lesnusa (28) berharap agar elite dewasa dalam berpolitik. Kerusuhan dalam pilkada biasanya dipengaruhi oleh sikap elite yang tidak menerima kekalahan. Mereka tak jarang menggerakkan massa untuk menekan penyelenggara pemilu. ”Aparat harus bertindak tegas jika menemukan pelanggaran hukum yang berpotensi merugikan banyak orang,” katanya.