Jelang pemungutan suara pada 9 Desember 2020, dua kandidat wali kota Surabaya, yakni Eri Cahyadi dan Machfud Arifin, memperkuat konsolidasi sekaligus menggencarkan sosialisasi.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Jelang pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah Kota Surabaya pada 9 Desember 2020, dua kandidat wali kota Surabaya, Jawa Timur, yakni Eri Cahyadi dan Machfud Arifin, memperkuat konsolidasi sekaligus menggencarkan sosialisasi.
Kontestasi untuk jabatan wali kota dan wakil wali kota di Surabaya diikuti oleh dua pasang kandidat. Eri Cahyadi-Armuji, nomor urut 1, diusung oleh koalisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Machfud Arifin-Mujiaman Sukirno, nomor urut 2, diusung koalisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Untuk pemenangan Eri, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surabaya, dan Armuji, mantan anggota DPRD Jatim, PDI-P mendatangkan kader-kader terbaik untuk berkampanye dan sosialisasi. Mereka, antara lain, anggota DPR, Puti Guntur Soekarno, cucu Proklamator Soekarno yang juga calon wakil gubernur untuk Jatim pada 2018.
”Konsolidasi dan sosialisasi terus diperkuat untuk memastikan kemenangan Eri-Armuji,” kata Puti dalam Rapat Konsolidasi Pemenangan Eri-Armuji di Surabaya, Minggu (15/11/2020). Turut hadir dalam acara itu Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, anggota DPR Bambang Dwi Hartono (mantan Wali Kota Surabaya) dan Indah Kurnia, Ketua PDI-P Jatim Kusnadi, Wakil Ketua PDI-P Jatim sekaligus Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana, serta Ketua DPRD Kota Surabaya sekaligus Ketua PDI-P Kota Surabaya Adi Sutarwijono.
Menurut Puti, yang diamini oleh kader-kader utama itu, kemenangan Eri-Armuji merupakan ikhtiar untuk menjaga marwah PDI-P di Surabaya. Soekarno, ayahanda Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, dilahirkan di Surabaya dan sejak dua dasawarsa terakhir dipimpin oleh kader Banteng Moncong Putih, termasuk Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.
Latar belakang Eri sebagai pejabat teras Surabaya dan Armuji yang pernah menjadi Ketua DPRD Kota Surabaya, menurut Puti, merupakan keselarasan untuk pembangunan dan pengembangan Surabaya sejak era Bambang DH kemudian Risma. ”Dipertahankan yang sudah baik dan makin dimantapkan,” kata Puti.
Adapun Machfud, mantan Kepala Polda Jatim dan Ketua Tim Pemenangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin Jatim, sepekan terakhir berkeliling kampung dan menyapa kalangan masyarakat. Machfud yang berpasangan dengan Mujiaman, mantan Direktur Utama PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, bertekad dan yakin mampu menjungkalkan dominasi PDI-P.
”Saya juga mendapat dukungan dari kader-kader mereka (PDI-P),” kata Machfud.
Klaim Machfud terkonfirmasi dari pernyataan massa Banteng Kedaton yang dipimpin oleh Jagad Hari Suseno, kakak Whisnu yang adalah putra sulung mantan Sekjen PDI-P Soetjipto. Kekecewaan atas penunjukan Eri oleh PDI-P mengakibatkan Banteng Kedaton memilih merapat ke Machfud-Mujiaman.
Meski demikian, sikap sang kakak ditanggapi dengan dingin oleh Whisnu yang tetap berada di garis komando PDI-P untuk memenangkan Eri-Armuji. ”Saya tegaskan, saya lahir di kandang banteng PDI Perjuangan sehingga saya tegak lurus mengamankan perintah Ibu Megawati Soekarnoputri untuk memenangkan Eri-Armuji,” kata Whisnu.
Peneliti Surabaya Survey Center, Surokim Abdussalam, mengatakan, selain mencoba memaksimalkan dukungan dari partai-partai pengusung, kandidat perlu melihat realitas lain, terutama massa mengambang yang potensinya sekitar 50 persen.
Merebut suara terbanyak dari massa mengambang, khususnya pemilih usia 17-30 tahun, merupakan kunci untuk memenangi kontestasi. ”Pemilih kategori usia ini punya pertimbangan yang amat kuat, kritis, rasional sehingga sulit dibujuk, tetapi amat potensial untuk kemenangan,” kata Surokim.
Kontestasi tahun ini, lanjut Surokim, juga menghadapi tantangan berat, yaitu masih berlangsungnya wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2). Kandidat harus mampu merebut hati pemilih karena ada kecenderungan pemilih enggan menggunakan hak politik dengan alasan kesehatan. Padahal, mengacu pada kontestasi 2015, keterlibatan warga dalam pemilihan hanya 52 persen.
Sementara itu, Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) untuk wilayah Jatim resmi terbentuk. Perkumpulan ini beranggotakan mantan pejabat penyelenggara pemilu di Jatim. Sebagai Ketua Presidium JaDI Jatim adalah Eko Sasmito, Ketua KPU Jatim periode 2014-2019.
Eko mengatakan, JaDI telah terbentuk pada 14 Agustus 2019. Pembentukan JaDI Jatim cukup terlambat, tetapi lebih baik terlambat daripada tidak ada untuk membantu mengawal pelaksanaan pemilu, termasuk pilkada serentak di 19 kabupaten/kota di Jatim tahun ini.
Dalam kepengurusan JaDI Jatim juga terdapat nama Sufyanto, Ketua Bawaslu Jatim 2013-2018. JaDI berkepentingan memantau penyelenggaraan pilkada serentak agar demokratis dan transparan. Selain itu, memberi advokasi bagi peserta pemilu dan masukan bagi penyelenggara. Tidak tertutup kemungkinan JaDI membuat laporan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu terkait dugaan pelanggaran oleh KPU atau Bawaslu.
Direktur Eksekutif JaDI Jatim Dewita Hayu Shinta mengatakan, pihaknya segera membentuk JaDI di tingkat kabupaten/kota.