Miliaran Kubik Material Sisa Banjir Bandang di Masamba Jadi Ancaman
Timbunan material sisa banjir bandang di Luwu Utara kini menjadi momok. Musim hujan di depan mata dan material yang memenuhi sungai serta permukiman bisa menjadi banjir bandang baru. Saatnya pemerintah bergerak cepat.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MASAMBA, KOMPAS — Miliaran kubik material sisa banjir bandang di Luwu Utara kini menjadi ancaman bencana baru memasuki musim hujan. Material berupa lumpur kering, bebatuan, hingga yang organik, seperti batang pohon, yang memenuhi sungai dan permukiman rawan menimbulkan bencana baru, termasuk banjir bandang yang berulang.
Pantauan di sejumlah titik bekas banjir bandang di Kecamatan Masamba, Kecamatan Baebunta, Sabbang, Malangke, pekan ini, menunjukkan permukaan sungai kini naik. Permukiman yang tertimbun sisa material sebagian sudah setinggi permukaan sungai. Saluran air juga sudah tertutup.
Tim Pusat Kebencanaan Unhas juga mengukur jarak vertikal antara Sungai Masamba dan jembatan, tersisa 2 meter dari sebelumnya 8-10 meter.
Terus terang kalau hujan sekarang kami sangat khawatir. Tidak bisa tidur nyenyak. Beberapa waktu lalu sempat hujan dan air tergenang di sekitar hunian sementara ini. Bagaimana kalau hujan deras. Ke mana lagi kami akan mengungsi. (Habirah)
Saat hujan, air dengan cepat menggenang. Genangan air menciptakan aliran-aliran baru. Sebagian tak bisa lagi masuk ke sungai atau tempat lebih rendah karena tertahan tumpukan material. Hujan tahun ini dan prediksi La Nina menjadi ancaman.
”Terus terang kalau hujan sekarang kami sangat khawatir. Tidak bisa tidur nyenyak. Beberapa waktu lalu sempat hujan dan air tergenang di sekitar hunian sementara ini. Bagaimana kalau hujan deras. Ke mana lagi kami akan mengungsi,” kata Habirah (56), penyintas banjir yang kini tinggal di hunian sementara di Dusun Lawadi, Desa Radda, Kamis (12/11/2020).
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Luwu Utara Muslim Muchtar mengatakan, saat ini sisa material sudah sulit dibersihkan karena volumenya sangat besar.
”Ada miliaran kubik yang tersebar di banyak lokasi dan sudah sulit dibersihkan. Untuk sungai, sementara diberi tanggul di sisinya dengan bahan geotekstil. Rencana tahun depan akan dibuat talud,” katanya.
Mempercepat pengerukan
Kepala Pusat Kebencanaan Universitas Hasanuddin Adi Maulana mengatakan, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah mempercepat proses pengerukan material sedimen yang menutupi sungai sebagai antisipasi terjadinya banjir bandang susulan.
Hal itu dilakukan baik di wilayah hulu maupun wilayah dekat dengan permukiman (kota Masamba dan sekitarnya). Adi mengakui hal ini bukan perkara mudah, mengingat berbagai faktor, terutama dana dan pandemi Covid-19.
Kendati demikian, pengerukan harus dilakukan mengingat ada miliaran material sisa banjir bandang yang memenuhi sungai dan permukiman. Selain itu, melakukan pemasangan sand pocket atau sedimen trap untuk menangkap dan menampung material hasil erosi dari tebing-tebing di hulu sungai agar tidak masuk ke dalam alur sungai.
”Karena material sisa banjir dapat menyebabkan pendangkalan dan menghasilkan lumpur yang bisa mengakibatkan banjir bandang. Peringatan dini dan berbagai langkah antisipasi juga harus dilakukan dengan melibatkan seluruh instansi terkait dan masyarakat,” katanya.
Pemetaan khusus mengenai kawasan terdampak banjir, kata Adi, baru dilakukan pemerintah. Di beberapa kawasan, bantaran sungai bahkan masih belum dilakukan penutupan dengan menggunakan geotekstil untuk mencegah naiknya air sungai ke pemukiman. Adi juga melihat pengerukan material sedimen di dasar sungai masih sangat lambat.
Padahal, menurut Adi, musim hujan sudah di depan mata. Sebaiknya ini harus menjadi perhatian. Pemerintah juga semestinya sudah membentuk satgas yang terdiri dari lintas sektoral, terutama BPBD, dinas PU, dinas kesehatan, rumah sakit, BMKG, polres, kodim, BBWS, dan kehutanan untuk menghadapi kemungkinan terjadinya banjir bandang susulan. Semua pihak pun perlu menyiapkan konsep penanggulangan dari hulu sampai hilir, termasuk logistik dan kesehatan.
Adi juga berharap peran aparat pemerintah dari tingkat RT, RW, hingga camat lebih diperkuat untuk melakukan koordinasi dalam penanggulangan bencana. Pemantauan kondisi semua hulu sungai yang ada juga harus lebih sering dilakukan, terutama daerah hulu dengan tingkat erosi yang tinggi dengan melakukan pemetaan geologi detail.