Teroris Manfaatkan Isu Covid-19 untuk Tebar Ketakutan lewat Media Sosial
Penggunaan internet yang naik tajam selama pandemi Covid-19 dimanfaatkan para pelaku terorisme dan radikalisme. Fenomena ini perlu diantisipasi demi menyelamatkan masyarakat dan bangsa.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Penggunaan internet selama pandemi Covid-19 ini meningkat. Seiring dengan hal itu, ancaman terorisme dan radikalisme lewat media sosial juga menguat. Aparat perlu lebih tegas menyisir dan menghentikan ancaman tersebut. Masyarakat juga diimbau menahan diri untuk tidak ikut menyebarkan ancaman tersebut lewat media sosial.
Data Indonesia Survey Center dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menyebutkan, selama masa pandemi ini penggunaan internet meningkat tajam. Di Sumatera saja, kenaikan jumlah pengguna internet 1 juta hingga 1,5 juta orang per provinsi.
Peningkatan paling signifikan di Lampung. Selama semester kedua ini, kenaikan jumlah pengguna bahkan hampir 2 juta orang, yakni dari 3,3 juta menjadi 5,26 juta pengguna. Sedangkan jumlah pengguna internet di Riau naik dari 3,5 juta menjadi 4,4 juta. Dari total 266 juta penduduk Indonesia, pengguna internet telah mencapai 196,7 juta atau sekitar 73,7 persen.
”Pemanfaatan internet yang kian besar, jika tak diantisipasi, dapat menjadi alat cuci otak dan pendoktrinan paham tertentu,” ujar Direktur Bela Negara Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Jubei Levianto, dalam webinar Sosialisasi Kesadaran Bela Negara Provinsi Jambi, Jumat (13/11/2020).
Pengguna telepon seluler dan media sosial
Lebih lanjut Kepala Seksi Pemulihan Korban, Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme M Lutfi mengatakan, selama masa pandemi ini, meningkatnya penggunaan internet telah dimanfaatkan teroris. Secara khusus dalam kaitannya dengan Covid-19, ada teroris yang memainkan narasi Covid-19 sebagai azab. Pandemi dinarasikan sebagai bentuk hukuman Tuhan kepada negara dan aparat.
Teroris juga memainkan narasi Covid-19 dengan memprovokasi dan mengadu domba serta menimbulkan kebencian terhadap pemerintah. Sejumlah isu pembatasan sosial dimainkan sebagai narasi untuk menimbulkan kepanikan massal. Ada pula yang membingkai pembebasan narapidana sebagai cipta kondisi anarki sosial dan persiapan untuk beraksi. Brigadir Jenderal Jubei Levianto mengatakan, ”Berbagai isu dimainkan lewat narasi untuk menciptakan teror.”
Selama masa pandemi ini, meningkatnya penggunaan internet telah dimanfaatkan teroris. Secara khusus dalam kaitannya dengan Covid-19, ada teroris yang memainkan narasi Covid-19 sebagai azab. Pandemi dinarasikan sebagai bentuk hukuman Tuhan kepada negara dan aparat. (M Luthfi)
Pihaknya mencermati, pelaku terorisme dan radikalisme semakin banyak dan meluas pada berbagai kalangan, termasuk kaum perempuan. Keterlibatan kaum perempuan dalam praktik teror dan radikal bahkan lebih mengkhawatirkan. Mereka melibatkan anak-anaknya sendiri untuk beraksi.
Temuan lainnya adalah keterlibatan kalangan aparatur sipil negara (ASN). Pihaknya mendapatkan 36 aduan yang sudah diverifikasi melibatkan keterlibatan ASN. Dari jumlah tersebut, 21 ASN pada verifikasi tahap I dan 15 ASN pada verifikasi tahap II. Sebanyak 11 ASN akhirnya terbukti terkait upaya radikalisme.
Menurut Lutfi, untuk mencegah meluasnya terorisme dan radikalisme, perlawanan harus dilakukan. Penyisiran dalam media sosial terus dilakukan. Tindak lanjutnya berupa penutupan situs, de-registrasi domain, penyaringan IP addres, penyaringan konten, serta penyaringan lewat mesin pencari.
Ia pun mengimbau masyarakat segera melaporkan adanya berita tidak benar atau hoaks melalui aplikasi Getar Media. Adanya laporan akan ditindaklanjuti dengan upaya tegas aparat.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jambi Nurachmat Herlambang mengatakan, kenaikan penggunaan internet diwarnai oleh munculnya penyebaran konten-konten yang dapat menumbuhkan radikalisme dan terorisme. Ada perubahan pola yang semula penyebaran paham lebih banyak lewat pertemuan langsung kini bergeser memanfaatkan media sosial. Komunikasi tumbuh lewat beragam bentuk mulai dari ceramah, diskusi, bedah buku, dan pertemanan.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jambi H Mukti mengatakan, upaya yang telah dilakukan di antaranya membentuk sejumlah forum mulai dari forum kerukunan umat beragama hingga adat istiadat. Selain itu, mengadakan pertemuan rutin dengan perwakilan suku bangsa demi terjalinnya silaturahmi. Pihaknya juga berupaya memfasilitasi menyelesaian konflik saat terjadi di masyarakat.