Tetap Maju karena Indramayu Mundur
Dua kali gagal dalam Pilkada Indramayu, Toto Sucartono belum ingin menyerah. Tahun 2020, ia kembali hadir lewat jalur perseorangan. Berat, tapi dia menyerahkan semuanya pada pilihan rakyat.
Tulisan ini adalah dua dari empat kisah para calon bupati Indramayu 2020-2025. Setiap hari akan dituliskan seorang calon bupati berdasarkan nomor urut.
There is no free lunch. Ungkapan bermakna tidak ada yang diberikan gratis di dunia, termasuk makan siang, itu juga mewujud sampai ke pelosok desa di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Muhaemin (38), Ketua Gabungan Kelompok Tani Mulus asal Cikedung, ingat betul bagaimana sejumlah anggota partai memberikan bantuan sarana dan prasarana pertanian kepada petani. Syaratnya, partai tersebut harus menang saat ajang demokrasi di daerah itu.
”Sayangnya, terkadang, kelompok tani juga membutuhkan bantuan itu. Tapi, alhamdulillah, kelompok kami enggak gitu,” ucap Muhaemin, Minggu (25/10/2020). Baginya, petani berhak menerima bantuan dari pemerintah tanpa pamrih.
Politik transaksional itu membayangi jelang pemungutan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah Indramayu pada 9 Desember 2020 mendatang. Para kandidat pun mendekati masyarakat, termasuk petani.
Calon bupati Indramayu nomor urut 02 dari jalur perseorangan, Toto Sucartono, menilai, deal-deal atau kontrak politik sulit dihindari jika berada dalam partai politik. Warga sumbang suara, partai kasih bantuan.
”Kontrak saya hanya satu, bangun Indramayu yang sudah tertinggal lebih dari 20 tahun. Kalau yang lain mau bangun partai, silakan,” kata Toto, yang sudah dua kali maju pilkada melalui jalur independen.
Dibandingkan tiga calon bupati lainnya, pria kelahiran 53 tahun lalu ini boleh dibilang paling berpengalaman mengikuti pikada. Ia sudah tiga kali menjadi kandidat bupati. Pada 2010, ia maju dari jalur perseorangan berpasangan dengan Kasan Basari.
Saat itu, ia rela menanggalkan jabatan direktur di sebuah perusahaan air minum kemasan. Akan tetapi, ia tak terpilih sebagai bupati. ”Saya tahu pasti kalah lawan incumbent (petahana),” ucapnya.
Anna Sophanah dan Supendi memenangi Pilkada Indramayu 2010. Anna merupakan istri mendiang Irianto MS Syafiuddin atau Yance, Bupati Indramayu 2000-2010. Sementara Supendi adalah mantan Sekretaris Daerah Indramayu.
Baca Juga : Langkah Berat Jalur Perseorangan
Dari bawah
Kekalahan itu nyaris menghabiskan tabungannya. Uangnya lebih dari Rp 5 miliar menguap tanpa meraih harapannya. Ingin bangkit lagi, Toto jualan buah di Jakarta dari pinggir jalan hingga bekerja sama dengan supermarket. Dalam setahun, ia meraup omzet Rp 12 miliar. Perekonomiannya perlahan pulih.
Sebagai pengusaha, Toto sudah biasa merangkak dari bawah. Lulus dari SMAN 1 Indramayu pada 1987, anak pasangan pensiunan polisi dan petani ini merantau ke Jakarta. Ia mengamen. Sempat pula Toto menjadi tukang parkir selama hampir setahun.
Pada 1988, Toto menjadi sales di perusahaan distributor air kemasan. Sembari kerja, ia menjadi tukang ojek di Pasar Baru Bekasi. Ketekunan mengantarnya menjabat asisten manajer perusahaan yang ekspansi ke Brunei Darussalam. Usianya saat itu baru 21 tahun.
”Padahal, saya hanya ijazah SMA. Nilai merahnya dua lagi, Bahasa Inggris dan Matematika,” ucapnya diiringi tawa.
Malu karena anak buahnya lulusan universitas ternama, ia pun akhirnya kuliah. Toto meraih sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Putra Bangsa Surabaya dan master administrasi bisnis di IBM Global, Jakarta.
Karier Toto sempat terhenti saat keluar dari perusahaan air minum dalam kemasan karena dialihkan ke perusahaan asal Perancis. ”Minuman aja, kok, dijual ke asing. Saya mengundurkan diri dan jadi wirausaha tambak udang hingga konsultan PON (Pekan Olahraga Nasional) 2000 di Jawa Timur,” ungkapnya.
Beberapa tahun berikutnya, ia kembali bekerja di perusahaan air minum dalam kemasan meski akhirnya keluar karena Pilkada 2010. Setelah gagal jadi bupati, panggilan menjadi direktur kembali diterima. Ia termasuk salah satu direksi di dua perusahaan dengan ribuan karyawan.
Anak pasangan pensiunan polisi dan petani ini merantau ke Jakarta. Ia mengamen. Sempat pula menjadi tukang parkir selama hampir setahun.
Pengalaman jatuh bangun dalam bisnis membuatnya tegar saat memasuki dunia politik. Lagi-lagi, Toto maju dalam Pilkada Indramayu 2015. Kali ini, ia berpasangan dengan Rasta Wiguna dan diusung PDI-P, PKB, dan Nasdem.
”Saya mencalonkan karena yang lain tidak berani mencalonkan. Masak calon tunggal?” katanya.
Akan tetapi, ia menemukan banyak intrik saat berada dalam ”kendaraan” partai politik. Rasta, misalnya, sempat mengajukan pengunduran diri sebagai calon wakil bupati. Meski hal itu tidak terwujud, Toto merasa berjuang seorang diri, termasuk soal logistik.
Ia pun kembali kalah oleh petahana Anna-Supendi. ”Di basis-basis merah (PDI-P) dan hijau (PKB) umumnya, kami tidak menang. Mencalonkan lewat partai perlu logistik sangat besar untuk menghidupi mesin partai. Jadi, bukan menggerakkan hati, tapi menggerakkan dengan mesin,” katanya.
Toto merasa, berjuang lewat bendera partai membatasi kreativitasnya. Mendatangi suatu daerah, misalnya, harus menghubungi DPC partai hingga rantingnya. Namun, ia menangkap keinginan masyarakat untuk berubah.
Misalnya, ia meraup 44,05 persen suara pada Pilkada 2015. Bahkan, ia memenangi suara di pusat kota Indramayu yang merupakan basis petahana. ”Tapi, sebagian elite partai yang ngomong mau berubah masih pragmatis. Dari oposisi jadi pendukung (petahana). Kalau saya konsisten, oposisi ya oposisi,” ungkapnya.
Itu sebabnya, pada Pilkada 2020, Toto kembali berkontestasi melalui jalur perseorangan. Katanya, kebutuhan logsitik dari jalur partai dan independen hampir sama.
”Bedanya, sebelum masuk kampanye, partai, kan, ada mahar atau tiket mulai DPC sampai DPP. Ini rahasia umum. Kalau lewat independen, (logistik) langsung ke rakyat untuk promosi,” katanya.
Dana promosi itu digunakan untuk menggelar acara jalan santai sekaligus mengumpulkan dukungan. Berdasarkan verifikasi faktual, Toto dan Deis Handika, pengusaha, meraih dukungan 95.592 orang. Angka itu melebihi syarat dukungan 87.959 orang.
”Saya maju bupati karena Indramayu mundur,” ucapnya. Ia tidak habis pikir, mengapa daerah berpenduduk 1,7 juta jiwa itu termasuk yang termiskin di Jabar. Tingkat kemiskinan tercatat 11,11 persen tahun lalu. Jauh di atas rata-rata tingkat kemiskinan di Jabar, yakni 6,91 persen.
Baca Juga: Elegi Sisi Gelap Lumbung Pangan Negeri Ini
Padahal, Indramayu merupakan lumbung padi, pusat perikanan, punya tempat pengolahan minyak dan gas bumi, serta kayu putih. Upah minimum daerah yang berkisar Rp 2,2 juta per bulan juga kompetitif dibandingkan daerah industri yang upah minimunya dua kali lipat lebih tinggi.
Toto menilai, ketertinggalan Indramayu disebabkan tata kelola dan birokrasi yang tidak optimal. Yance dan Supendi, misalnya, terjerat korupsi. Ia bahkan menduga ada jual beli jabatan di lingkungan pemkab.
”Pemimpin jangan berpikir bagaimana mengembalikan modal. Kalau mau cari uang, jangan jadi bupati,” kata Toto, yang mengaku membayar pajak sekitar Rp 31 juta per bulan.
Jika terpilih, Toto berjanji menghadirkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan terhindar dari kepentingan politik pragmatis. Menurut dia, badan usaha milik daerah (BUMD) yang kerap merugi dipicu campur tangan politik, bukan profesionalisme.
Pemerintahan harus bersih, transparan, dan terhindar dari kepentingan politik pragmatis. Badan usaha milik daerah (BUMD) yang kerap merugi dipicu campur tangan politik, bukan profesionalisme.
”BUMD jadi bahan sapi perahan (oknum) partai politik. Yang duduk di situ pasti dari orang parpol penguasa,” ungkapnya.
Dengan pengelolaan profesional, ia menargetkan BUMD menjadi lapangan pekerjaan bagi 10.000 orang. Ini termasuk penyediaan lapangan kerja 25.000 orang lokal jika ia terpilih. Toto juga berambisi menumbuhkan perekonomian Indramayu dari 1,4 persen menjadi 5 persen per tahun dan mengurangi angka kemiskinan hingga 10 persen per tahun.
Meski demikian, jika terpilih, Toto harus berhadapan dengan DPRD yang berasal dari parpol. Bisa saja, rencananya terhambat. ”Prinsipnya, mereka punya tujuan baik. Kalau tujuan saya mencetak KTP di kecamatan terus DPR tidak setuju, mereka berlawanan dengan siapa? Rakyat,” katanya.
Ia memahami, DPRD memegang anggaran, tetapi masih diperlukan persetujuan dari eksekutif. Untuk mengantisipasi pertentangan antara eksekutif dan legislatif jika terpilih, Toto bakal mengumpulkan ketua parpol. Namun, bukan untuk membuat kontrak politik.
”Saya hanya satu periode saja. Jadi, bukan haus kekuasaan,” kata bapak satu anak ini.
Toto juga mengakui, lawannya berat. Mereka adalah Muhamad Sholihin-Ratnawati (PKB, Demokrat, Hanura, dan PKS), Daniel Mutaqien Syafiuddin-Taufik Hidayat (Golkar), serta Nina Agustina-Lucky Hakim (PDI-P, Gerindra, dan Nasdem). Sholihin dan Nina pada pilkada sebelumnya merupakan bagian tim pemenangan Toto.
”Semua (kandidat) berat. Tapi, paling berat itu mengambil hati rakyat Indramayu. Untuk saat ini, Indramayu tidak butuh politisi, tapi ahli manajerial ekonomi. Kalau politisi berpikiran bagaimana partai bisa menguasai penuh (Indramayu),” tutupnya.
Baca Juga : Momentum Basmi ”Tikus-Hama” Korupsi di Indramayu