Aktivitas penambangan pasir berikut lalu lalang truk pasir masih marak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Hal ini dikhawatirkan akan berisiko buruk di tengah status Gunung Merapi yang saat ini ditetapkan Siaga.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Aktivitas penambangan dan distribusi pasir di alur sungai di kaki Gunung Merapi masih berlangsung. Kondisi ini berpotensi menyulitkan evakuasi warga apabila aktivitas Gunung Merapi terus meningkat.
Salah satunya terjadi di Kecamatan Srumbung. Diperkirakan ada 300 truk pasir berukuran sedang melintas setiap hari. Srumbung ada di kaki Merapi yang kini berstatus Siaga. Hal itu berpotensi menyulitkan evakuasi warga. Truk ini berbadan besar sehingga kerap memenuhi separuh badan jalan. Truk berisi pasir juga bergerak sangat pelan.
”Jumlah truk pasir yang lewat tidak berkurang. Lalu lalang truk tetap berlangsung 24 jam. Kondisi ini sama saja dengan saat Merapi masih berstatus Waspada,” ujar Sekretaris Kecamatan Srumbung Muchibin, Kamis (12/11/2020).
Muchibin mengatakan, bersama petugas Taman Nasional Gunung Merapi, pihaknya sudah menyosialisasikan status Siaga Merapi. Bahkan, permintaan agar penambangan dihentikan sementara juga sudah dilakukan. Namun, hal itu sepertinya belum didengarkan.
Dia mengatakan, pemerintah desa dan kecamatan tidak bisa begitu saja menghentikan hal itu. Mengacu pengalaman sebelumnya, upaya penghentian, misalnya, menutup akses jalan sering kali ditentang pelaku petambang, termasuk sopir truk.
”Salah satu desa pernah memasang portal. Dalam sekejap, portal ditabrak truk pasir. Para petambang kerap nekat. Tidak segan melakukan apa saja asal tetap bisa menambang. Kami hanya bisa menunggu tindakan tegas Pemkab Magelang,” ujarnya.
Perangkat Desa Mangunsuko, Kecamatan Dukun, Hari Prasetyo, mengatakan, pihaknya sudah berusaha berkomunikasi dengan sejumlah warga petambang pasir. Namun, beberapa orang tetap sulit dilarang dan tetap nekat menambang.
Saat ditemui Kompas, sejumlah petambang tidak khawatir dengan peningkatan status Merapi. Topan (40), sopir truk pasir asal Desa Srumbung, mengatakan, masih ada puluhan truk yang menambang. Hal itu membuatnya tidak cemas. Sejumlah tanda, seperti satwa yang turun gunung, belum terlihat.
”Kami terus memantau perkembangan Merapi melalui handy talky (HT),” katnya.
Edi (41), sopir truk pasir lainnya asal Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang, menyatakan tidak takut. Dia mengatakan,dirinya lebih cemas anak istrinya tidak makan karena berhenti menambang pasir. Setiap hari, Edi mengangkut pasir dan menjualnya ke wilayah Kecamatan Salaman. Satu truk pasir dihargai Rp 1,5 juta-Rp 2 juta.
Meski masih masuk zona bahaya, Edi mengatakan, dirinya sudah menambang lebih jauh dari sebelumnya. Jika biasanya mengeruk pasir tepat di kaki gunung, sejak Siaga Merapi, dia menambang di dalam radius sekitar 5 kilometer dari puncak gunung.