Luas Karhutla di Indonesia pada 2020 Turun hingga 80 Persen
Luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 2020 turun hingga 80,90 persen atau berkurang 1,16 juta hektar dibandingkan luas karhutla pada 2019. Selain karena faktor curah hujan, upaya pencegahan karhutla berhasil.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Luas kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Indonesia pada 2020 turun hingga 80,90 persen atau berkurang 1,16 juta hektar dibandingkan dengan luas karhutla pada 2019. Selain karena faktor cuaca tahun ini yang cenderung lebih basah, upaya pencegahan karhutla yang dilakukan secara terpadu dinilai berhasil.
Pada periode 1 Januari sampai 31 Oktober, luas karhutla di Indonesia turun dari 1,44 juta hektar (ha) pada 2019 menjadi 274.376 ha pada 2020. Jumlah titik panas (hotspot) dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dari 1 Januari sampai 9 November juga berkurang dari 27.986 titik (2019) menjadi 2.365 titik (2020) atau turun 91,55 persen.
”Di samping karena cuaca yang kondusif (banyak hujan), penurunan itu juga karena kerja lapangan yang dilakukan semua pihak, terutama dengan patroli terpadu maupun patroli mandiri untuk pencegahan karhutla,” kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) R Basar Manullang dalam Rapat Evaluasi Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2020, yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (12/11/2020).
Untuk kegiatan patroli, KLHK mengerahkan 1.875 personel manggala agni yang ada di 34 daerah operasional (daops) pada wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Pada 2020, personel manggala agni secara khusus melaksanakan patroli mandiri dan terpadu pencegahan karhutla di 800 desa yang ada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Patroli mandiri dilaksanakan di 527 desa, sedangkan patroli terpadu bersama TNI, Polri, pemerintah daerah, dan masyarakat dilaksanakan di 273 desa. Patroli dilaksanakan di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Basar menyebutkan, 99 persen penyebab karhutla adalah manusia. Karena itu, petugas yang turun ke lapangan harus mengubah pola pikir (mindset) dan budaya masyarakat agar tak lagi membuka lahan dengan cara membakar. ”Pola penanganan karhutla saat ini lebih mengedepankan upaya pencegahan daripada upaya pemadaman,” katanya.
Di samping karena cuaca yang kondusif (banyak hujan), penurunan itu juga karena kerja lapangan yang dilakukan semua pihak, terutama dengan patroli terpadu maupun patroli mandiri untuk pencegahan karhutla
Pelaksana Tugas Direktur Dukungan Infrastruktur Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Budhi Erwanto menyampaikan, ada enam provinsi prioritas penanggulangan karhutla pada 2020, yaitu Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, dan Kalsel. Di enam provinsi tersebut, BNPB memberikan dukungan sarana operasi udara. ”Kami menempatkan helikopter pengebom air dan helikopter patroli di enam provinsi tersebut,” ujarnya.
Selain itu, di enam provinsi tersebut, BNPB juga mulai melaksanakan mitigasi partisipatif karhutla untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan gambut tanpa harus dibakar. Kegiatan tersebut turut didukung oleh Badan Restorasi Gambut (BRG), Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi dan kabupaten/kota, serta Dinas Pertanian.
”Sampai awal November 2020, kami sudah membuat enam demplot (demonstration plot) di enam provinsi itu. Program mitigasi yang sudah berjalan itu akan dilanjutkan dengan menambah wilayah percontohan,” kata Budhi.
Lebih basah
Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indra Gustari mengatakan, kondisi cuaca pada tahun ini jauh lebih basah dibandingkan tahun lalu. Fenomena yang terjadi pada tahun ini adalah La Nina sehingga curah hujan di wilayah Indonesia cukup tinggi.
”La Nina sejak awal Oktober 2020 dapat meningkatkan akumulasi curah hujan bulanan dan musiman di Indonesia. Berdasarkan catatan historis data hujan Indonesia, pengaruh La Nina tidak seragam tergantung pada waktu (bulan), tempat (daerah), dan intensitas La Nina,” tuturnya.
Menurut Indra, fenomena iklim global La Nina diprediksi akan berlangsung hingga April 2021 dengan intensitas La Nina lemah hingga moderat. Sebagai langkah mitigasi perlu dilakukan optimalisasi tata kelola air secara terintegrasi dari hulu hingga hilir karena rawan banjir dan longsor. ”Meskipun kondisinya demikian, tetap harus waspada terhadap potensi kebakaran di lahan gambut, khususnya pada saat jeda hujan,” katanya.
Penyidik Tindak Pidana Utama Tingkat II Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Hersadwi Rusdiyono mengatakan, penegakan hukum kasus karhutla juga turun sejalan dengan turunnya luas karhutla tahun ini. Penegakan hukum karhutla turun sebesar 66,13 persen, dari 387 kasus pada 2019 menjadi 131 kasus pada 2020 (periode 1 Januari sampai 8 November 2020).
”Selain karena faktor curah hujan, penyebab penurunan itu juga karena kepatuhan masyarakat pekebun dan perusahaan perkebunan melengkapi sarana dan prasarana pencegahan serta pemadaman karhutla, keaktifan petugas melakukan patroli pencegahan karhutla, dan penegakan hukum yang tegas,” katanya.