Asa Keberhasilan dari Budidaya Gabus
Ikan gabus atau haruan hampir selalu menjadi komoditas pemicu inflasi di Kalimantan Selatan. Karena itu, muncul inisiatif untuk membudidayakannya. Budidaya gabus skala besar mulai dikembangkan di Banjar pada tahun ini.
Ikan gabus atau haruan hampir selalu menjadi komoditas pemicu inflasi di Kalimantan Selatan. Karena itu, muncul inisiatif untuk membudidayakan ikan predator itu. Namun, percontohan budidaya gabus selama ini tak pernah berkelanjutan. Kini, budidaya gabus skala besar coba dikembangkan dengan asa akan keberhasilan.
Begitu memasuki lokasi kolam pemancingan Habib Zein di Desa Tambak Sirang Laut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, langsung terlihat hamparan luas kolam ikan di tengah areal persawahan. Lokasi kolam itu berjarak sekitar 20 kilometer dari Banjarmasin dan masuk lagi sekitar 200 meter dari jalan raya.
”Luasnya sekitar 5 hektar,” ujar Zulfadli Assegaf atau lebih dikenal dengan nama Habib Zein, pengusaha perikanan di Kalsel kepada rombongan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel serta Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel yang datang meninjau lokasi tersebut, Selasa (27/10/2020).
Di atas lahan seluas lima hektar itu, Habib Zein membangun kolam pemancingan dan kolam budidaya ikan gabus. Selain itu, ada juga kolam budidaya ikan betok atau papuyu. Dua jenis ikan lokal tersebut termasuk yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Kalsel. Haruan dan papuyu yang dipasarkan selama ini merupakan hasil tangkapan di perairan umum.
Baca juga: Budidaya Ikan Gabus dan Betok Skala Besar Dikembangkan di Banjar
Zein menuturkan, pembuatan kolam-kolam untuk budidaya haruan dan papuyu mulai dilakukan pada tahun ini. Sambil terus menyiapkan kolam, budidaya langsung dilakukan di kolam-kolam yang sudah jadi. Setidaknya 200 kolam sudah digunakan untuk budidaya haruan. Di setiap kolam ditempatkan sepasang indukan haruan.
”Setelah belajar banyak dan mencoba sampai berhasil selama dua tahun, kami menilai prospek budidaya haruan dan papuyu di lokasi ini bagus sekali. Karena itu, kami mengembangkan budidaya papuyu premium dan haruan secara besar-besaran,” katanya.
Ia optimistis budidaya gabus skala besar itu akan berhasil. ”Memang banyak teman yang gagal membudidayakan ikan haruan, tetapi kami yakin bisa karena sudah ujicoba selama dua tahun dan berhasil. Satu hal yang paling penting, yaitu ikan haruan ini ingin seperti dia hidup di alam,” ujarnya.
Alami
Menurut Zein, ikan gabus hanya bisa dibudidayakan secara alami. Kolamnya dibuat sealami mungkin agar mendekati kondisi habitat aslinya di alam. Pemijahannya juga harus dilakukan secara alami, tanpa perlu dibantu dengan suntikan. Begitu juga pakannya, harus merupakan pakan alami, seperti ikan-ikan kecil, daging kodok, ataupun keong yang dicincang.
”Dengan teknik budidaya seperti itu, haruan bisa dipanen pada usia 8-10 bulan. Saat panen, bobotnya rata-rata 500 gram per ekor,” katanya.
Baca juga: Saat Ember Menjadi Sumber Uang
Untuk budidaya skala besar, Zein menyiapkan 1.000 kolam khusus indukan gabus. Pada setiap kolam hanya ditempatkan sepasang indukan untuk pemijahan. Setiap 2-3 minggu anakannya diambil dan dipindahkan ke kolam pembesaran.
”Pada 2021, kami menargetkan bisa memproduksi benih haruan sebanyak 5-10 juta ekor per bulan dari 1.000 kolam indukan itu. Kemudian dari kolam-kolam pembesaran diharapkan bisa menghasilkan 2.000-3.000 ton haruan per tahun,” katanya.
Jika target produksi itu tercapai, Zein juga berencana membangun pabrik albumin ikan gabus di lokasi yang sama. Pabrik itu direncanakan bisa mengolah 500-1.000 kilogram ikan gabus per hari sehingga menghasilkan paling tidak 10 liter albumin per hari. ”Kalau itu terealisasi, Kalsel bisa menjadi produsen albumin terbesar di dunia,” ujarnya.
Baca juga: Channa Si Gabus Eksotis yang Kian Disukai
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalsel Muhammad Fadheli mengatakan, budidaya ikan gabus dan papuyu yang dilakukan di Gambut saat ini merupakan sebuah terobosan dalam budidaya ikan air tawar. Yang dilakukan tidak hanya sekadar pembesaran ikan, tetapi juga pembenihan ikan.
”Kegiatan budidaya ini akan kami pantau terus dan kami dorong untuk lebih intens lagi. Sebab, ini adalah pelopor budidaya ikan lokal yang baik dan diharapkan bisa jadi contoh bagi pelaku usaha perikanan di Kalsel,” katanya.
Menurut Fadheli, teknik budidaya ikan lokal dari tahun ke tahun terus berkembang. Hal itu karena beberapa jenis ikan lokal memang sulit dibudidayakan. Teknik budidaya yang dilakukan di gambut sudah semakin baik karena menerapkan budidaya secara alami. ”Dengan tidak banyak melakukan perubahan pada konstruksi alam, ikan-ikan itu juga bisa berkembang di kolam budidaya,” ujarnya.
Bersinergi
Untuk mewujudkan asa menjadi produsen ikan gabus terbesar dan berperan mengendalikan inflasi di Kalsel, Zein bersinergi dengan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Ikatan Pesantren Indonesia Kalsel yang telah mengembangkan inkubator bisnis pesantren. ”Kalau bicara nilai investasi, cukup saja. Semuanya dari Allah. Kami juga didukung dan dibantu oleh pondok pesantren,” katanya.
Ke depan, semua pesantren di Kalsel akan membangun kolam dan benihnya dipasok dari tempat Habib Zein. ”Saya akan ajarkan bagaimana membudidayakan haruan dan papuyu yang baik. Begitu panen, kami juga yang beli dari pesantren-pesantren itu. Dengan harapan pesantren ke depan menjadi pesantren mandiri,” tuturnya.
Saya akan ajarkan bagaimana membudidayakan haruan dan papuyu yang baik. Begitu panen, kami juga yang beli dari pesantren-pesantren itu. Dengan harapan pesantren ke depan menjadi pesantren mandiri.
Syarif Achyani Al Aydrus dari Inkubator Bisnis Pesantren (Ibitren) Kalsel mengatakan, pihaknya sudah lama menginginkan adanya sinergi antara pelaku usaha dan pondok pesantren. Sebab, pesantren pada umumnya tidak memiliki sumber daya manusia yang bisa mengembangkan bisnis. Beberapa program bisnis yang pernah dijalankan akhirnya gagal.
”Kami dari Ibitren mencoba belajar budidaya ikan gabus di sini. Beberapa santri juga akan langsung belajar ke sini. Pada saatnya pondok bikin program nanti, pondok juga bisa melaksanakan apa yang sudah berhasil di sini,” kata Bendahara DPW Ikatan Pesantren Indonesia Kalsel itu.
Menurut Syarif, pihaknya tertarik pada usaha budidaya gabus karena prospeknya bagus. Harga ikan gabus di pasaran mencapai Rp 50.000 per kilogram. Selain itu, usaha tersebut juga bisa bermanfaat bagi daerah dalam upaya mengendalikan inflasi.
Pada Oktober 2020, Kalsel mengalami inflasi sebesar 0,22 persen. Kelompok yang mengalami kenaikan paling besar adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau, yakni sebesar 0,45 persen. Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga dengan andil inflasi tertinggi, antara lain daging ayam ras, bahan bakar rumah tangga, ikan gabus, minyak goreng, dan ikan nila.
”Kalau pondok bisa panen sampai 500 ton, pondok punya tabungan Rp 25 miliar dalam setahun. Itu tentu saja akan membuat pondok pesantren menjadi mandiri, kualitas dan fasilitas pondok semakin bagus, dan kesejahteraan pengurusnya juga baik,” ujar Syarif.
Sekretaris DPW Ikatan Pesantren Indonesia Kalsel Edy Setyo Utomo mengatakan, sinergi antara pondok pesantren dan pelaku usaha diperlukan karena pesantren perlu kemandirian ekonomi. Para santri perlu belajar langsung dari pelaku usaha bagaimana menjalankan usaha dan memanajemeni keuangan.
”Mudah-mudahan kerja sama dengan Habib Zein bisa menjadi percontohan bisnis untuk disebarluaskan ke pondok-pondok pesantren. Nanti, pondok juga diharapkan siap menjalankan usaha demi mewujudkan kemandirian ekonomi pesantren,” tutur Edy.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel Birhasani mengatakan, kebutuhan masyarakat Kalsel akan ikan gabus tetap stabil tinggi. Sementara itu, pasokannya tak menentu karena hanya mengandalkan hasil tangkapan di perairan umum. ”Dengan adanya budidaya ini, kami berharap pasokan haruan ke pasar tetap stabil dan terjaga sehingga harganya di pasar juga stabil,” katanya.