Transformasi Usaha Ekstraksi di Kalsel Kian Mendesak
Sektor utama penopang perekonomian Kalimantan Selatan masih tumbuh negatif pada triwulan III-2020. Untuk segera keluar dari jurang resesi ekonomi, transformasi usaha ekstraksi di Kalsel kian mendesak dilakukan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Perekonomian Kalimantan Selatan mengalami kontraksi paling dalam di regional Kalimantan pada triwulan III-2020, yakni minus 4,68 persen. Sektor utama penopang perekonomian daerah masih tumbuh negatif. Untuk segera keluar dari jurang resesi ekonomi, transformasi usaha ekstraksi di Kalsel kian mendesak dilakukan.
Dorongan untuk segera mentransformasi struktur perekonomian Kalsel dari usaha pertambangan dan penggalian ke sektor lain yang lebih potensial dan berkelanjutan mengemuka dalam webinar dengan topik ”Strategi dan Peluang dalam Pemulihan Ekonomi Regional Kalimantan Selatan”, Rabu (11/11/2020). Webinar itu diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel.
Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel Rahmat Dwisaputra mengatakan, perekonomian wilayah Kalimantan memiliki ketergantungan tinggi pada komoditas sumber daya alam, terutama batubara, minyak sawit mentah (CPO), dan karet. Dalam satu dekade terakhir, fluktuasi komoditas itu mengalami tren perlambatan akibat dipengaruhi harga komoditas dan ekonomi negara mitra.
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kalsel juga masih didominasi oleh kegiatan usaha yang bersifat ekstraksi, yaitu pertambangan dan penggalian, baru diikuti oleh pertanian, kehutanan, dan perikanan. Industri pengolahan yang memiliki kontribusi cukup besar terhadap total PDRB Kalsel masih terbatas pada industri makanan dan minuman sehingga dibutuhkan dorongan untuk pengembangan industri pengolahan pada sektor lain.
”Untuk menjadi daerah berpendapatan tinggi, Kalsel perlu melakukan penguatan struktur ekonomi melalui transformasi manufaktur, antara lain melalui proses hilirisasi sumber daya alam batubara dan kelapa sawit,” ujar Rahmat.
Pengembangan hilirisasi batubara di Kalsel perlu terus didorong dalam rangka peningkatan nilai tambah, penopang kebutuhan industri lainnya, serta sebagai upaya dalam mengurangi impor bahan baku industri petrokimia. Beberapa perusahaan atau pabrik kelapa sawit di Kalsel juga perlu terus didorong untuk mengolah CPO menjadi produk-produk agroindustri.
Di tengah upaya mengembangkan hilirisasi pada masa pandemi Covid-19 sekarang ini, menurut Rahmat, pembukaan sektor-sektor potensial dan aman yang memiliki dampak ekonomi medium sampai tinggi di daerah dengan dampak penularan Covid-19 relatif rendah sampai medium perlu didorong lebih dulu.
”Sektor UMKM perlu didorong untuk memanfaatkan teknologi digital dalam pemasaran produk maupun sistem pembayaran guna mendukung perekonomian. UMKM yang sudah sukses digital harus didorong untuk sukses ekspor,” katanya.
Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Muhammad Handry Imansyah, Kalsel harus menyiapkan transformasi struktur ekonomi dari sumber daya alam berbasis tambang menjadi berbasis pertanian yang dapat diolah menjadi barang industri makanan. ”Berbagai industri pengolahan hasil pertanian dengan mengidentifikasi komoditas yang sesuai harus dipersiapkan,” ujarnya.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Sri Soelistyowati mengatakan, perekonomian Kalsel mengalami kontraksi lebih dalam dari perekonomian nasional yang minus 3,49 persen pada triwulan III. Untuk itu, perlu ada diversifikasi perekonomian Kalsel agar tak terlalu bergantung pada sektor pertambangan.
”Kalsel bisa beralih ke sektor pertanian atau sektor lain yang menjanjikan sehingga perekonomian Kalsel bisa cepat pulih. Hanya dengan diversifikasi produk potensial, perekonomian Kalsel tidak terkontraksi lebih dalam karena pandemi belum diketahui kapan akan berakhir,” kata Sri.
Kalsel bisa beralih ke sektor pertanian atau sektor lain yang menjanjikan sehingga perekonomian Kalsel bisa cepat pulih.
Berturut-turut
Kepala BPS Provinsi Kalsel Mohammad Edy Mahmud mengatakan, sudah dua triwulan berturut-turut perekonomian Kalsel tumbuh negatif, yakni minus 2,63 persen pada triwulan II-2020 dan minus 4,68 persen pada triwulan III-2020. Sumber utama kontraksi ekonomi Kalsel pada triwulan III adalah sektor pertambangan dan penggalian, yakni minus 9,08 persen.
”Lima sektor utama yang memiliki kontribusi besar dalam struktur PDRB Kalsel, yaitu pertambangan, pertanian, industri, perdagangan, dan konstruksi, masih tumbuh negatif. Yang tumbuh positif hanya beberapa sektor yang memiliki kontribusi kecil,” katanya.
Menurut Edy, untuk mencapai pertumbuhan positif pada triwulan IV-2020, empat komponen utama dalam perekonomian Kalsel secara simultan harus bisa naik sebesar 11 persen. Keempat komponen itu adalah belanja pemerintah daerah, konsumsi rumah tangga, ekspor CPO, dan ekspor batubara.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Kalsel Nurul Fajar Desira mengatakan, belanja APBD pada tahun ini memang menurun dibandingkan tahun lalu karena dampak pandemi Covid-19. Nilai transfer dana dari pusat ke daerah yang dibatalkan hampir Rp 300 miliar sehingga belanja pemerintah daerah pun menurun.
”Pola belanja pemda sampai triwulan III biasanya memang belum sampai 75 persen. Tetapi, nanti di triwulan IV akan dikejar supaya bisa lebih baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Dengan begitu, belanja pemda bisa turut meningkatkan perekonomian,” katanya.
Fajar juga menerima dan mencatat semua masukan yang diberikan bagi pengembangan perekonomian Kalsel. ”Transformasi dari usaha ekstraksi, hilirisasi komoditas unggulan, dan penguatan UMKM akan kami masukkan sebagai prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah yang disusun setelah gubernur terpilih nanti,” ujarnya.