Semestinya Uang Bukan Jaminan untuk Menang
Calon bupati Indramayu, Muhamad Sholihin, punya moto Bertasbeh (bersih, tuntas, dan berkah). Dia yakin pengalaman hidup dan duduk sebagai wakil rakyat bisa ikut andil memajukan Indramayu lima tahun ke depan.
Tulisan ini adalah satu dari empat kisah para calon bupati Indramayu 2020-2025. Setiap hari akan dituliskan seorang calon bupati berdasarkan nomor urut.
”Ingat omongane wong tua. Ana sing deleng, didelengi. Ana sing ngomong, dikrungu. Ana duit, dijokot” (Ingat pesan orangtua. Kalau ada yang menatap harus dilihat. Ada yang bicara, dengarkan. Ada duit, diambil).
Tulisan itu terpampang di belakang truk yang melintas di jalur pantura Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Rabu (28/10/2020). Sekilas, ungkapan itu mengundang tawa. Namun, dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah Indramayu tahun ini, pesan itu bisa jadi berbahaya.
Bagaimana tidak, jika ada yang menerima duit dari kandidat bupati dan timnya, demokrasi akan tercederai. Sebutannya, politik uang. Praktik ini biasanya muncul jelang pencoblosan sehingga dikenal sebagai ”serangan fajar”.
”Tapi, itu, kan, rezeki. Masak ditolak?” tanya seorang pedagang asal Karangampel.
Ibu dua anak yang tidak ingin namanya disebutkan itu pernah mendengar ungkapan: jika ada yang kasih duit saat pilkada dan pemilu, ambil saja. Namun, jangan pilih orangnya. ”Tapi, kata ustaz, nanti berdosa kalau seperti itu?” tanyanya lagi.
Hingga kini, ia mengaku belum menerima uang dari salah satu kandidat bupati dan timnya. Namun, ia tidak menutup kemungkinan mengambil duit itu. Toh, katanya, bupati kalau sudah terpilih bisa jadi tidak lagi memperhatikan rakyat.
Memang benar kata Harold Lasswell, pakar komunikasi ternama, ”politik adalah siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana”. Jika calon bupati dapat suara rakyat, warga juga harus memperoleh sesuatu. Bagi ibu pedagang tadi, ”sesuatu” itu boleh jadi uang.
Lagi pula, apa ada calon bupati yang tidak main politik uang tapi menang dan menyejahterakan rakyatnya? ”Saya yakin dan pede (percaya diri), tanpa uang pun bisa terpilih. Tanpa harus intimidasi, menyulap suara,” kata calon bupati Indramayu nomor urut 1, Muhamad Sholihin, kepada Kompas, Kamis (22/10/2020).
Baca juga: Harta Kekayaan Minus, Cabup Indramayu Sholihin Yakin Menang
Saat ditemui di Indramayu, Ketua DPC PKB Indramayu ini baru saja pulang dari peringatan Hari Santri di sejumlah pesantren serta makam ulama di Karangampel dan Krangkeng. Ia mengenakan peci, jas hitam, dan tentu saja sarung layaknya santri.
Ia mengklaim bisa menduduki kursi DPRD Indramayu dua periode tanpa harus bagi-bagi amplop. ”Saya membangun persepsi, wawasan bahwa memilih itu harus dipertanggungjawabkan. Jadi, memilih bukan karena uang. Hari ini, saya diberi tantangan nyalon dalam keadaan pas-pasan,” ungkapnya.
Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Sholihin hanya memiliki mobil Toyota Alphard senilai Rp 185 juta dan kas Rp 100 juta. Mobil yang diselimuti foto dirinya dan wakilnya, Ratnawati, itu dipakai untuk kampanye. Sementara harta bergerak, tanah dan bangunan, serta surat berharga tak tercatat.
Ia bahkan punya utang Rp 952.024.043. Jadi, harta kekayaan mantan Wakil Ketua DPRD Indramayu itu minus Rp 667.024.043. KPK telah mengklarifikasi laporannya dan memberikan catatan lengkap pada 9 Maret 2020.
Sholihin menjadi calon bupati Indramayu termiskin. Calon bupati nomor urut 2 Toto Sucartono tercatat memiliki harta Rp 12.184.000, calon bupati nomor urut 3 Daniel Mutaqien Syafiuddin (Rp 9.462.487.214), dan calon bupati nomor urut 4 Nina Agustina (Rp 31.350.355.513).
Adapun harta Ratnawati tercatat Rp 25.532.917.360. Ratnawati merupakan istri Herman Khaeron, anggota DPR Fraksi Partai Demokrat. Selain Demokrat dan PKB, pasangan calon ini juga diusung oleh Hanura dan PKS.
Sholihin membenarkan pengumuman LHKPN tersebut. ”Sebenarnya itu tidak minus. Ada rumah dan tanah warisan dari nenek moyang yang saya beli tapi belum dimasukkan karena belum alih nama, sertifikat,” kata anak petani tersebut.
Menurut dia, jika kepemilikan rumah dan tanah tersebut dicantumkan, harta kekayaannya tidak bakal minus. ”Paling uang saya tidak sampai semiliar (Rp 1 miliar). Rumah saya juga belum jadi, masih proses,” ungkap Sholihin yang mengatakan kerap membuka rumahnya untuk menampung aspirasi warga.
Sebenarnya itu tidak minus. Ada rumah dan tanah warisan dari nenek moyang yang saya beli, tapi belum dimasukkan karena belum alih nama, sertifikat.
Sering demo
Perjalanan hidup Sholihin memang tidak diselimuti kemewahan. Ketika remaja, ia menjadi santri di Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, Cirebon. Ia lalu melanjutkan sekolah menengah pertama di Madrasah Aliyah KH Abdul Wahab Hasbulloh Bahrul Ulum Tambak Beras, Jombang.
Jika santri lainnya mengisi waktu libur ke rumah keluarga, ia bersama organisasi santri berkunjung ke kampung-kampung di Cirebon untuk bakti sosial selama sepekan hingga sebulan. Dari kegiatan itu, ia mulai mengenal pemerintahan desa, karang taruna, dan problem masyarakat.
Selanjutnya, ia menempuh kuliah di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat semester pertama, ibunya meninggal dunia. Ekonomi keluarganya jatuh.
Untuk memenuhi kebutuhan di tanah rantau, ia berdagang. ”Kalau ada yang lulus kuliah dan syukuran, saya bikinin nasi kuning. Saya juga jualan beras,” ucap pria yang kerap mengenakan peci ini.
Sebagai mahasiswa, Sholihin mulai terjun ke dunia pergerakan. Ia bergabung dalam PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), pencak silat, Kapmi (Keluarga Pelajar Mahasiswa Indramayu) Yogyakarta, dan menjadi presidium Somasi (Solidaritas Mahasiswa Seluruh Indramayu).
Setelah sarjana, ia aktif di lembaga swadaya masyarakat, seperti Lumbung Informasi Rakyat (Lira) danPaguyuban Dharma Ayu. ”Saya dididik peduli terhadap daerah. Rezim Orde Baru dan peralihan ke reformasi, kami turun tangan. Kami sering demo Pak Yance (Bupati Indramayu 2000-2010),” katanya.
Kiprah Sholihin dari akar rumput turut mengantarnya ke kursi wakil rakyat pada periode 2014-2019 dan 2019-2024. Sebelumnya, pada 2004, ia juga maju dalam pemilihan legislatif. Meskipun meraih suara terbanyak, ia tidak terpilih karena pemilihan berdasarkan nomor urut.
Akan tetapi, sejumlah pihak menyayangkan sikap Sholihin yang belum bisa membawa perubahan di Indramayu. Sholihin mengakui, LSM tidak bisa mengubah Indramayu. Kewenangan DPRD pun terbatas dalam hal anggaran, legislasi, dan pengawasan.
”Kalau eksekutif, bisa memperbaiki Indramayu. Makanya, saya masuk (pencalonan). Ini kesempatan emas,” ucapnya.
Kalau eksekutif, bisa memperbaiki Indramayu. Makanya, saya masuk (pencalonan). Ini kesempatan emas.
Apalagi, dua bupati Indramayu sebelumnya terjerat korupsi. Tahun lalu, Supendi ditangkap KPK terkait proyek infrastruktur. Ia menyusul Yance yang terlibat perkara korupsi pembebasan lahan pembangkit tenaga uap di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, tahun anggaran 2004.
Katanya, perubahan harus dimulai dari bupati. Sebaliknya, seperti ikan, kalau kepalanya busuk, seluruh tubuh juga tidak berguna lagi. Ia berjanji membuat sistem dengan teknologi informasi untuk menghindari praktik korupsi. Pendapatan asli daerah tidak boleh bocor.
”Birokrasi Indramayu harus betul-betul ditata dan berorientasi sebagai abdi rakyat. Birokrasi ini yang paling mendesak dibenahi,” ujarnya. Dalam visi-misinya, ia akan mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme, mentradisikan akuntabilitas publik, serta menerapkan sanksi dan penghargaan bagi pegawai pemda.
Padahal, katanya, sumber daya alam Indramayu luar biasa. Tidak hanya kaya akan perikanan, daerah berpenduduk 1,7 juta jiwa ini juga punya lebih dari 114.000 hektar sawah. Namun, tingkat kemiskinannya tercatat 11,11 persen tahun lalu, termasuk termiskin di Jabar.
”Pasti ada yang salah dalam mengurus pemerintahan. Siapa yang bisa perbaiki? Pemimpinnya, bupatinya. Kalau berharap dari bawah susah. Harus berani berubah secara total,” ungkapnya.
Sejumlah program disiapkan. Mulai dari memberikan intensif kepada guru mengaji dan imam masjid, menambah jumlah puskesmas, membangun rumah kreatif bagi pengusaha pemula, hingga membuka Pintu Tol Cipali yang lebih dekat ke kota Indramayu. Selama ini, pintu keluar tol lebih dari sejam menuju kota Indramayu.
Ia mengakui, bupati tidak bisa sendiri menjalankan pemerintahan. Ia membutuhkan kerja sama dengan perguruan tinggi, lembaga pendidikan, dan kelompok kritis. ”Kalau pemimpinnya terbuka kepada siapa pun, setahun ke depan Indramayu berubah. Jangan sok pintar,” ucapnya.
Sholihin dengan moto Bertasbeh (bersih, tuntas, dan berkah) pun yakin bisa terpilih meski hartanya minus. ”Ketiga lawan semua punya peluang. Tapi, saya ingin memenangi pertarungan ini secara konstitusional,” ujarnya.