Mewujudkan Pasuruan Si ”Passer Oeang” Nan Gemilang
”Kena iwake, aja nganti buthek banyune” (kena ikannya, jangan sampai keruh airnya). Untuk Kota Pasuruan, peribahasa itu lebih bermakna boleh menggenjot ekonominya, tetapi jangan lupakan bahkan merusak sektor lainnya.
Kena iwake, aja nganti buthek banyune
(Kena ikannya, jangan sampai keruh airnya).
Menggambarkan Kota Pasuruan, Jawa Timur, lebih pas jika dimulai dengan peribahasa berbahasa Jawa di atas. Artinya lebih kurang adalah tertangkap ikannya, tetapi jangan membuat kerusakan lainnya. Untuk Kota Pasuruan, peribahasa itu lebih bermakna boleh menggenjot ekonominya, tetapi jangan lupakan bahkan merusak sektor lainnya.
Dalam sejarahnya, Kota Pasuruan menggantungkan hidup pada perdagangan dan industri pengolahan. Sektor tersebut mendarah daging di bekas ibu kota karesidenan tersebut, dan bertahan hingga sekarang.
Saat itu, sebagai salah satu kota pelabuhan di pantai utara Jawa, Pasuruan merupakan tempat tujuan berbagai produk hasil bumi dari wilayah di sekitarnya. Dari Pelabuhan Pasuruan, hasil bumi tersebut kemudian diangkut ke luar negeri, seperti Eropa.
Abad ke-19, Pasuruan merupakan kota pelabuhan terbesar di Pantai Utara Jawa. Pasuruan menjadi tempat mengumpulkan hasil perkebunan dari sejumlah wilayah sekitar untuk didistribusikan ke tempat lain.
Baca juga : Pasar di Kota Pasuruan Terbakar, Puluhan Kios Ludes

Suasana Pelabuhan Pasuruan, Kamis (05/11/2020). Pelabuhan Pasuruan pada abad ke-19 menjadi salah satu pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa karena menjadi sentra perdagangan hasil perkebunan. Hasil perkebunan itu akan dijual hingga ke Eropa.
Saking terkenalnya Pasuruan saat itu, orang menyebutnya sebagai passer oeang (pasar uang) dan kemudian akhirnya berubah menjadi Pasuruan. Sebuah kota yang menjadi pusat transaksi antarpulau (bahkan antarnegara) di wilayah timur Nusantara.
Berabad kemudian, sekarang, Kota Pasuruan tetap dikenal sebagai pusat perdagangan dan industri pengolahan. Hanya saja, pelabuhannya tidak lagi beraktivitas sebesar sebelumnya. Pelabuhan bernama Tanjung Tembikar itu kini lebih menjadi tempat aktivitas nelayan lokal.
Statistik Daerah Kota Pasuruan 2020 dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2019 mencapai 5,56 persen atau meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada 2018, yaitu sebesar 5,54 persen. Pada 2019, produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Pasuruan mencapai Rp 8,28 triliun.
Dari sisi produksi, struktur ekonomi Kota Pasuruan ditopang oleh perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (29,46 persen), serta industri pengolahan (20,04 persen). Sementara dari sisi pengeluaran, perekonomian Kota Pasuruan digerakkan oleh konsumsi rumah tangga, di mana porsinya dua per tiga dari total PDRB, yaitu sebesar 69,16 persen.

Tanpa pengenal jalan Kota Pasuruan, Jawa Timur, Rabu (6/11/2019).
Pada 2019, pengeluaran per kapita penduduk Kota Pasuruan untuk konsumsi makanan mencapai 52,85 persen. Angka itu lebih besar bila dibanding dengan konsumsi nonmakanan, yaitu sebesar 47,15 persen.
Hal ini diduga karena mulai menjamurnya tempat kuliner, dan masyarakatnya mulai mengadopsi gaya hidup kekinian dengan banyak nongkrong atau membeli makan di luar. Adapun untuk pengeluaran nonmakanan didominasi oleh sektor perumahan dan fasilitas rumah tangga dengan alokasi sekitar 42,01 persen.
Profil penduduk Kota Pasuruan sebagai konsumen ketimbang sebagai produsen bisa dilihat dari sisi pinjaman masyarakat ke bank. Pada 2019, pinjaman ke bank mencapai Rp 2,93 triliun. Dari nilai tersalur, paling banyak digunakan untuk konsumsi, yaitu sebesar 46,79 persen, selanjutnya modal kerja (41,19 persen) dan sisanya untuk investasi (12,02 persen).
Gambaran di atas rasanya patut dicermati oleh para calon pemimpin di kota berjuluk ”Kota Santri” tersebut. Sebab, semua calon kepala daerah yang maju pada pilkada tahun ini memiliki visi misi tak jauh berbeda, yaitu menggenjot pendapatan (ekonomi). Pasangan petahana menggenjot ekonomi dari sektor UMKM dan usaha kreatif, sedangkan pasangan penantang berencana mengoptimalkan sektor pariwisata.
Baca juga : Sinden Cilik asal Kediri Meriahkan Hari Anak Nasional 2018

Kota Pasuruan banyak memiliki bangunan kuno sisa pemerintahan kolonial.
Namun, jangan sampai para pemimpin tersebut lupa bahwa boleh saja menggenjot ekonomi asal tidak melupakan sektor lainnya—tidak membuat kebijakan yang tidak pas untuk Kota Pasuruan. Beberapa hal patut dicermati meski pertumbuhan ekonomi Kota Pasuruan baik.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa lebih dari setengah penduduk Kota Pasuruan berstatus karyawan atau buruh (58,42 persen) dan sepertiganya berstatus pengusaha (33,37 persen). Sisanya merupakan pekerja keluarga (5,16 persen) dan pekerja bebas (3,06 persen).
Dominannya struktur tenaga kerja sebagai pekerja akan lebih baik jika didorong menjadi pengusaha agar tingginya pertumbuhan ekonomi di Kota Pasuruan lebih berdampak langsung pada warga kota tersebut.
Mendorong jiwa wirausaha (menjadi produsen) menjadi penting karena secara umum tingkat pengangguran terbuka di Kota Pasuruan pada 2019 meningkat menjadi 5,06 persen. Jumlah itu naik bila dibandingkan pada 2018, di mana pengangguran terbukanya sebanyak 4,55 persen.
Lebih miris lagi, para penganggur itu merupakan pengangguran terdidik. Sebagian besar berpendidikan SMA/sederajat (55,67 persen) dan perguruan tinggi (25,24 persen). Hal ini ironis karena penganggur ini belum banyak diberi kesempatan membuka usaha kreatif atau UMKM, misalnya, daripada menunggu peluang menjadi pekerja.
Baca juga : Pasar di Kota Pasuruan Terbakar, Puluhan Kios Ludes

Suasana Taman Kota Pasuruan, Kamis (5/11/2020).
Kelompok Produktif
Masalah lain yang dihadapi Pasuruan adalah partisipasi pendidikan. Jumlah penduduk Kota Pasuruan pada 2019 sebanyak 211.008 jiwa, dengan penduduk perempuan sebanyak 105.492 jiwa dan penduduk laki-laki berjumlah 105.516 jiwa. Struktur kependudukan Kota Pasuruan didominasi oleh kelompok usia produktif. Sekitar 69,04 persen penduduknya merupakan kelompok usia produktif (berusia 15-64 tahun).
Tingginya struktur penduduk usia produktif rupanya tidak sejalan dengan tingginya tingkat pendidikan. Angka partisipasi sekolah (APS) pada kelompok usia tinggi justru semakin rendah.
APS Kota Pasuruan tertinggi adalah pada usia 7 tahun-12 tahun (99,44 persen). Disebutkan, APS perempuan mencapai 100 persen atau tak ada anak perempuan tidak sekolah). Namun, tren itu semakin turun seiring usia. APS pada usia 19 tahun-24 tahun memiliki nilai terendah, yaitu hanya 20,97 persen.
Ini bisa diduga karena para pemudanya lebih memilih bekerja ketimbang melanjutkan studi. Pemerintah Kota Pasuruan butuh cara efektif untuk meningkatkan APS para pemuda penerus generasi Kota Santri tersebut.

Menggunakan bus, rombongan buruh dari Pasuruan kembali turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak RUU Cipta Kerja, Selasa (27/10/2020).
Memikirkan model pendidikan yang menarik minat generasi muda adalah salah satu tugas calon pemimpin Kota Pasuruan ke depan. Bahwa, tugas mereka tidak cukup mengurus sektor ekonomi semata. Hal itu bisa dimulai dengan memerbaiki rasio jumlah murid-guru pada jenjang SMA/sederajat yang selama ini rendah.
Rasio murid-guru pada jenjang SMA/sederajat adalah sebesar 15,12 persen. Artinya, rata-rata beban mengajar seorang guru SMA/sederajat di Kota Pasuruan adalah sekitar 15 murid. Dengan tingginya beban guru tersebut, tak heran jika kemudian kualitas pendidikannya kurang maksimal sehingga kurang menarik bagi anak muda yang sedang panas-panasnya ingin memacu bakat dan kemampuan.
Memikirkan model pendidikan yang menarik minat generasi muda adalah salah satu tugas calon pemimpin Kota Pasuruan ke depan. Bahwa, tugas mereka tidak cukup mengurus sektor ekonomi semata.
”Meningkatkan partisipasi dan layanan kualitas pendidikan yang terjangkau merupakan salah satu misi kami. Pendikan dan seragam gratis 9 tahun, pemerataan akses pendidikan, meningkatkan kesejahteraan dan profesionalisme guru, dan beberapa hal lain menjadi perhatian kami ke depan,” kata calon wali kota Pasuruan petahana, Raharto Teno Prasetyo, yang disampaikan secara terbuka dalam debat publik, 30 Oktober 2020.
Hal lain yang disoroti pasangan Raharto Teno Prasetyo-Mochammad Hasjim Asjari adalah meningkatkan dan mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai basis ekonomi masyarakat.
Baca juga : Kuota Pengunjung ke Gunung Bromo Ditambah, tetapi Usia Wisatawan Dibatasi

Obyek wisata Pintu Langit di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, yang ditutup sementara untuk penanganan wabah Covid-19. Kepariwisataan belum bisa bangkit akibat pukulan wabah Covid-19.
Di kubu penantang, yaitu pasangan Saifullah Yusuf-Adi Wibowo, juga menyoroti upaya mendongkrak UMKM. ”Untuk bisa memperbaiki kualitas hidup di Kota Pasuruan, mau tidak mau harus dengan menggunakan teknologi. Untuk UMKM, misalnya, bisa didorong menjadi bisnis berplatform digital. Dengan digitalissi itu, harapannya produktivitas meningkat, kepuasan pelanggan tercapai, dan mendorong perbaikan kualitas layanan UMKM,” kata Saifullah Yusuf saat debat.
Menurut mantan Wakil Gubernur Jawa Timur itu, dengan berkembangnya UMKM, harapannya bisa mengentaskan persoalan pengangguran yang masih mengancam di Kota Pasuruan.
Kedua pasangan calon rupanya sama-sama memiliki cita-cita mulia, yaitu membangun Kota Pasuruan, meskipun hampir semua pasangan calon itu tidak asli Pasuruan (hanya Mochammad Hasjim Asjari yang asli Pasuruan).
Pada Pilkada Kota Pasuruan 2020, pasangan calon nomor urut satu adalah pasangan Saifullah Yusuf (mantan Wakil Gubernur Jatim tahun 2009-2016) berpasangan dengan Adi Wibowo (mantan tenaga ahli BPK RI). Keduanya diusung PKB, Golkar, PKS, PAN, dan PPP.
Adapun pasangan calon kedua adalah Raharto Teno Prasetyo (petahana Wali Kota Pasuruan September 2020) berpasangan dengan Mochammad Hasjim Asjari (pengusaha properti dan anggota DPRD Kota Pasuruan dari Partai Nasdem periode 2019-2024). Keduanya diusung PDI-P, Nasdem, Hanura, dan Gerindra.

Royce Diana Sari, Ketua KPU Kota Pasuruan.
”Kami berharap meski situasi pandemi, partisipasi warga Kota Pasuruan tetap tinggi untuk menyalurkan aspirasinya. Mari kita pilih calon pemimpin yang terbaik untuk kota kita. Jangan takut, KPU akan melakukan protokol kesehatan dengan ketat untuk menjamin kenyamanan semua orang,” kata Ketua KPU Kota Pasuruan Royce Diana Sari.
Jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di Kota Pasuruan pada pilkada tahun ini sebanyak 146.816 pemilih. Mereka akan memilih di 357 tempat pemungutan suara (TPS). Tingkat partisipasi pemilih pada pilkada sebelumnya sekitar 80 persen. Target pada Pilkada 2020, Royce mengatakan, setidaknya partisipasi pemilih juga tidak jauh berbeda.
Selamat berpesta warga Kota Pasuruan.
Baca juga : BUMDes Beras, Asa Kesejahteraan Petani