Kerusakan Jalur Evakuasi di Sleman Mulai Diperbaiki
Jalur evakuasi yang rusak di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, mulai diperbaiki. Keperluan perbaikan jalan mendesak agar tak membahayakan warga saat harus evakuasi mendadak.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Jalur evakuasi yang rusak di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai diperbaiki. Perbaikan dinilai mendesak karena kerusakan infrastruktur jalur evakuasi berpotensi membahayakan keselamatan warga apabila harus mengungsi secara mendadak.
Berdasarkan pantauan, Rabu (11/11/2020), sejumlah lubang jalan di jalur evakuasi di Dusun Singlar, Desa Glagaharjo, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sudah ditambal. Tambalan aspal tersebar acak. Sebelumnya, kedalaman lubang berkisar 5-10 sentimeter (cm), dengan lebar mencapai 50 cm. Batu dan pasir lebih banyak mendominasi jalur yang digunakan evakuasi penduduk dari tiga dusun sekitar, yakni Dusun Kalitengah Lor, Dusun Kalitengah Kidul, dan Dusun Srunen.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman Kabupaten Sleman Taupiq Wahyudi menyampaikan, pemantauan terhadap jalan rusak telah dilakukan pada Jumat (6/11/2020). Penambalan lubang jalan mulai berlangsung sejak Senin (9/11). Pengerjaan tersebut akan diselesaikan secepatnya demi keperluan keselamatan masyarakat saat evakuasi.
”Mulai Senin, kami sudah bergerak penuh. Penambalan di sejumlah lubang jalan mulai dikerjakan. Paling banyak memang di Dusun Singlar. Lubang tersebar secara acak di jalan yang panjangnya kurang dari 1 km,” kata Taupiq.
Perbaikan jalur evakuasi juga dilakukan di jalan yang menghubungkan Dusun Glagah Malang dan Dusun Banjarsari di Desa Glagaharjo. Panjang jalan tersebut sekitar 2 km. Jalan tersebut rusak akibat erupsi Gunung Merapi pada 2010. Dampak erupsi membuat jalan itu terkubur material berupa pasir dan batu.
Kondisi tersebut membahayakan masyarakat apabila mendadak harus melakukan evakuasi. Sepeda motor hanya bisa dipacu dengan kecepatan paling tinggi 15 km per jam.
Kondisi tersebut membahayakan masyarakat apabila mendadak harus melakukan evakuasi. Sepeda motor hanya bisa dipacu dengak kecepatan paling tinggi 15 km per jam.
Secara terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Supriyanto mengungkapkan, perbaikan jalan dilakukan dengan cara pengecoran. Ia menargetkan, perbaikan jalan tersebut dapat diselesaikan pada November ini. Harapannya, dengan jalan yang sudah diperbaiki, proses evakuasi warga untuk kepentingan mitigasi bisa dilakukan lebih mudah.
”Kami sudah mulai pembangunannya dengan mengecor jalan itu. Kami siapkan dana sebesar Rp 2,6 miliar. Targetnya harus selesai bulan (November) ini karena penetapan tanggap darurat ini sampai akhir bulan. Mumpung masih Siaga (Level III), jadi harus dibangun jalur evakuasi,” kata Joko.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Sleman Arip Pramana menyampaikan, pihaknya tengah memasang 20 lampu penerangan jalan di sepanjang jalur evakuasi antara Dusun Glagah Malang dan Dusun Banjarsari tersebut. Pemasangan lampu diharapkan bisa rampung pekan ini. Dahulu, tidak ada sama sekali lampu penerangan jalan di sepanjang jalur tersebut. Pemasangan lampu dilakukan demi keselamatan warga apabila harus evakuasi pada malam hari.
Camat Cangkringan Suparmono meyakini proses evakuasi akan semakin mudah setelah ada perbaikan jalan. Sebenarnya, terdapat jalur evakuasi lain yang berada di Dusun Kikis, Desa Glagaharjo. Namun, jalur evakuasi tersebut berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Dikhawatirkan, apabila ada evakuasi yang harus dilakukan mendadak, jalan tersebut akan sangat penuh sehingga justru menyulitkan penyelamatan.
”Di jalan perbatasan itu bisa sangat crowded saat evakuasi mendadak. Maka, jalan lain perlu diperbaiki. Harapannya, evakuasi bisa berlangsung lebih lancar. Tidak ada warga yang menumpuk dan berpotensi menimbulkan kekacauan,” ujar Suparmono.
Suparmono menambahkan, sebagian warga di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, telah mulai mengungsi sejak Sabtu (7/11/2020). Barak pengungsian berlokasi di kompleks Balai Desa Glagaharjo yang jaraknya sekitar 13 km dari puncak Gunung Merapi. Para pengungsi merupakan kelompok rentan yang terdiri dari lansia, anak balita, anak-anak, hingga ibu hamil. Perkiraan awal, jumlah pengungsi hanya 133 orang.
Menurut data, Selasa (10/11/2020) malam, jumlah pengungsi terus bertambah menjadi 203 orang. Rinciannya, bayi berusia 0-2 tahun berjumlah 19 orang, anak balita berusia 3-5 tahun 9 orang, anak-anak berusia 6-18 tahun 30 orang, warga dewasa berusia 19-50 tahun 58 orang, dan lansia sebanyak 87 orang.
”Yang selalu tambah ini warga dewasa. Kemungkinan, warga dewasa itu mempunyai trauma pada erupsi 2010. Jadi, mereka ingin ikut mengungsi,” kata Suparmono.
Suparmono menjelaskan, pengungsi yang merupakan orang dewasa dan bukan tergolong kelompok rentan baru menghuni barak setiap malam hari. Pada siang hari, mereka akan keluar untuk mencari rumput atau memberi pakan ternak. Maka, pada siang hari, yang tersisa di pengungsian hanya lansia dan anak-anak.