Diduga Korupsi, Dua Mantan Aparatur Desa di Aceh Besar Ditahan Polisi
Ini bukan kasus pertama penyalahgunaan dana desa. Pada Maret 2020, seorang mantan kepala desa di Kabupaten Aceh Tamiang ditahan polisi karena diduga melakukan korupsi dana desa.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Mantan kepala desa inisial DM dan mantan sekretaris inisial HS di Desa Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, ditahan polisi karena diduga menyalahgunakan dana desa. Pengawasan penggunaan dana diperketat agar tidak berpotensi disalahgunakan oknum aparatur desa.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resor Banda Aceh Ajun Komisaris Polisi Ryan Citra Yudha, Rabu (11/11/2020), menuturkan, kedua tersangka diduga melakukan penyalahgunaan dana desa rentang 2015-2017. Keduanya menjabat sebagai aparatur desa sejak 2013 hingga 2018.
”Ada kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan alokasi anggaran. Kemudian pendapatan asli desa juga tidak dimasukkan dalam kas,” kata Ryan.
Kegiatan yang tidak dikerjakan sesuai dengan perencanaan, di antaranya, pengadaan laptop, pengadaan peralatan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan peningkatan kapasitas aparatur desa. Hasil audit inspektorat, kerugian negara mencapai Rp 232 juta, mereka pakai uang itu untuk keperluan pribadi,” kata Ryan.
Kedua tersangka ditahan di Polres Kota Banda Aceh. Mereka dijerat dengan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi.
Ini bukan kasus pertama penyalahgunaan dana desa. Pada Maret 2020, seorang mantan kepala desa di Kabupaten Aceh Tamiang ditahan polisi karena diduga melakukan korupsi dana desa. Kerugian negara dari penyalahgunaan itu mencapai Rp 378 juta.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Aceh Azhari Hasan menuturkan, kasus tersebut harus menjadi pelajaran bagi aparatur desa yang ada di Aceh. Dana desa seharusnya dimanfaatkan untuk pemberdayaan warga dan membangun desa, bukan untuk dikorupsi.
Di Aceh terdapat 6.497 desa. Sejak 2015 hingga 2020, total alokasi dana desa di Provinsi Aceh Rp 24,9 triliun. ”Ini dana yang besar, salah dalam pengelolaan membuka celah untuk disalahgunakan (korupsi),” kata Azhari.
Celah korupsi dapat ditutup dengan cara mendorong penyusunan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tepat waktu sehingga transfer dana juga sesuai tahapan. Transfer dana tepat waktu membuat kegiatan dapat dijalankan sesuai rencana.
Ada kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan alokasi anggaran. Kemudian pendapatan asli desa juga tidak dimasukkan dalam kas.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh Alfian menuturkan, korupsi terjadi bukan lantaran aparatur desa kurang berpengalaman dalam mengelola anggaran, melainkan karena mental yang buruk. ”Penyimpangan dana desa yang terjadi selama ini di Aceh memang sengaja dan direncanakan,” kata Alfian.
Beberapa modus korupsi yang sering terjadi dalam pengelolaan dana desa ialah penggelembungan harga, pembangunan fiktif, dan penggelapan. Pelaku mulai dari ketua pemuda, kepala dusun, hingga kepala desa. Dalam beberapa kasus bahkan korupsi dilakukan secara bersama-sama.
Masyarakat Transparansi Aceh mencatat, sejak 2017 hingga 2018 sebanyak 20 aparatur desa di Provinsi Aceh ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana desa.