Dua warga di Maluku mencuri senjata milik polisi, kemudian mencoba senjata itu. Saat ditangkap, salah seorang pelaku melawan sehingga terpaksa ditembak.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
Kaki kanan SAT (20) diperban putih. Betisnya terluka ditembus timah panas polisi lantaran berusaha melawan petugas ketika hendak ditangkap pada 5 November 2020. Duduk di atas kursi roda, ia digiring masuk ke salah satu ruangan di Markas Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease pada Rabu (11/11/2020) pagi.
SAT dikepung tim buru sergap Polres Ambon di salah satu rumah di Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, sekitar 25 kilometer dari Kota Ambon. Polisi sempat memintanya menyerah, tetapi ia berusaha melawan. Tim mencari cara untuk melumpuhkan SAT yang saat itu dikhawatirkan memegang sejata api organik milik polisi.
SAT sempat mengantongi senjata revolver tipe CPPS dengan nomor 22155-R serta lima butir peluru berkaliber 38. Senjata milik salah satu anggota Kepolisian Sektor Salahutu itu hilang dari rumahnya pada 1 November 2020 dini hari. Senjata itu disimpan di dalam tas di atas lemari rumahnya. Lemari berada dekat jendela kamar yang dicungkil paksa oleh pencuri.
Ternyata, SAT mengambil senjata itu bersama temannya, MK (22). Sepanjang malam hingga dini hari, kedua pemuda itu beraksi di dua rumah di Desa Tulehu. Di rumah pertama, mereka mengambil telepon genggam setelah berhasil membobol jendela. Mereka lalu beraksi di rumah kedua. Tas yang mereka ambil ternyata berisi senjata.
Keduanya lalu membawa senjata itu ke hutan tidak jauh dari desa. Di sana mereka sempat mencoba untuk membuktikan aktif tidaknya senjata tersebut.
”Mereka sempat menembakkan satu peluru sehingga saat ini tersisa empat peluru saja,” kata Kepala Polres Kota Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease Komisaris Besar Leo Surya Nugraha dalam keterangan pers.
Kedua pelaku kemudian memutuskan mengubur senjata beserta pelurunya di dalam tanah. Setelah polisi melakukan penyelidikan, indikasi pelaku mengarah ke MK. MK ditangkap tanpa perlawanan. Dari MK terungkap SAT sebagai pelaku yang lain.
”SAT saat ditangkap melakukan perlawanan sehingga diberikan tindakan tegas (ditembak kakinya),” ujar Leo.
Kepada penyidik, kedua pelaku mengatakan, mereka tidak bermaksud mencuri senjata milik polisi. Mereka hanya mengincar uang, telepon genggam, perhiasan, dan barang berharga lainnya. Terbukti mereka memilih untuk menguburkan senjata. Jika ada tujuan di luar itu, mereka pasti menggunakan senjata untuk tindakan kriminal lainnya.
Mereka sempat menembakkan satu peluru sehingga saat ini tersisa empat peluru saja. (Leo Surya Nugraha)
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Ambon Ajun Komisaris Mido Manik menambahkan, kedua pelaku terancam hukuman sembilan tahun penjara. Mereka dijerat dengan tuduhan pencurian dengan pemberatan. Pasal yang dikenakan adalah Pasal 363 Ayat 1 ke-3, 4, dan 5 E.
Waspada
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Maluku Benediktus Sarkol berpendapat, pencurian senjata milik polisi tidak bisa dianggap sepele. Peristiwa ini harus menjadi alarm bagi aparat negara yang memegang senjata agar waspada dan selalu menjaga senjata mereka.
”Beruntung kedua pelaku tidak menggunakan senjata untuk tindakan kriminal,” ujarnya.
Menurut Benediktus, sebagai daerah bekas konflik, banyak orang di Ambon dan Maluku mempunyai kemampuan dalam mengoperasikan senjata api, baik rakitan maupun organik. Saat konflik, banyak senjata beredar bebas. Gudang senjata milik Brimob Polda Maluku bahkan pernah dibobol oleh perusuh.
Dalam catatan Kompas, pada Juni 2020, sejumlah warga Pulau Seram, Maluku, menyerahkan 22 senjata ilegal kepada personel TNI Angkatan Darat. Dari 22 senjata, 21 pucuk merupakan senjata rakitan. Pada 2016, seusai perayaan HUT Ke-71 TNI di Ambon, 5 Oktober, Kodam XVI/Pattimura memusnahkan 288 senjata yang diserahkan tahun itu. Pada 2011-2015, sebanyak 427 senjata dimusnahkan.