Letusan Eksplosif Gunung Merapi Diprediksi Tak Sebesar Erupsi 2010
Warga yang tinggal di wilayah barat lereng Gunung Merapi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diminta ikut mewaspadai ancaman erupsi. Data vulkanologi mencatat, terjadi deformasi gunung yang mengarah ke barat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Warga yang tinggal di wilayah barat lereng Gunung Merapi, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diminta ikut mewaspadai ancaman erupsi. Hal ini karena dari data vulkanologi, deformasi gunung mengarah ke barat. Adapun erupsi dimungkinkan bersifat eksplosif meskipun tidak sebesar pada bencana serupa tahun 2010.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah menaikkan status Merapi dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) sejak Kamis (5/11/2020). Dengan peningkatan status tersebut, daerah yang terancam bahaya erupsi berada pada radius 5 kilometer dari puncak Merapi. Di Kabupaten Sleman, terdapat tiga dusun yang termasuk zona bahaya, yakni Dusun Kalitengah Lor di Desa Glagaharjo, Dusun Kaliadem di Desa Kepuharjo, dan Dusun Pelemsari di Desa Umbulharjo. Ketiganya berada di Kecamatan Cangkringan.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyampaikan, tingkat aktivitas Gunung Merapi masih tinggi. Ia memperkirakan nantinya letusan terjadi secara eksplosif. Namun, tingkat eksplosivitasnya diprediksi tidak sebesar erupsi pada 2010. Sejauh ini, potensi ancaman utama terdapat pada bukaan kawah di arah selatan-tenggara, yakni di Hulu Sungai Gendol, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
”Memang terjadi juga deformasi atau penggembungan. Desakan magma ini ada di sisi barat dan barat laut. Tidak menutup kemungkinan (dampak erupsi) ada arah ke sana,” kata Hanik di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Selasa (10/11/2020).
Menurut data BPPTKG, pada Senin (9/11/2020), laju rata-rata deformasi yang teramati sebesar 12 sentimeter per hari. Terdapat juga guguran sebanyak 35 kali. Selain itu, gempa vulkanik dangkal terjadi sebanyak 42 kali, sedangkan gempa fase banyak terjadi 363 kali.
Hanik menyatakan, potensi ancaman bahaya di lereng sisi barat bisa lebih dipastikan jika kubah lava sudah muncul di permukaan. Saat ini, kubah lava belum teramati. Potensi bahaya dapat dihitung dari kecepatan pertumbuhan kubah lava.
”Itu yang nanti kami gunakan untuk menghitung seberapa jauh material yang terluncur, atau saat erupsi akan sejauh apa. Ini nanti akan kami perbarui lagi rekomendasi yang kami sampaikan,” katanya.
Dengan adanya potensi ancaman tersebut, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X meminta agar warga yang tinggal di sisi barat lereng Merapi, Kabupaten Sleman, juga mewaspadai ancaman erupsi. Setidaknya ada dua kecamatan di wilayah tersebut, yaitu Turi dan Pakem. Pihaknya berharap pemetaan ancaman bahaya dapat dilakukan dengan pasti untuk menekan risiko jatuhnya korban.
”Peringatan diperlukan. Paling tidak, di sebelah barat (lereng Merapi), ada pemberitahuan sewaktu-waktu nanti kubah lavanya terbentuk. Kemungkinan-kemungkinan yang muncul seperti apa,” kata Sultan.
Bupati Sleman Sri Purnomo menyampaikan, upaya mitigasi untuk dua kecamatan itu telah disiapkan. Salah satunya dengan penyediaan barak pengungsian di dua kecamatan tersebut. Namun, saat ini, fokus penanganan masih berdasarkan rekomendasi BPPTKG, yakni di Kecamatan Cangkringan.
Di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, evakuasi terhadap kelompok rentan telah dilakukan sejak Sabtu (7/11/2020). Menurut perkiraan awal, ada 133 orang kategori rentan yang akan diungsikan. Kelompok rentan itu terdiri dari warga lansia, anak balita, dan penyandang disabilitas. Pada praktiknya, jumlah pengungsi meningkat hingga 185 orang. Mereka tidak hanya warga kelompok rentan. Banyak warga bukan kelompok rentan yang khawatir terhadap ancaman erupsi juga ikut mengungsi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sleman Joko Supriyanto mengungkapkan, pihaknya tidak membatasi jika ada warga selain kelompok rentan yang juga ingin mengungsi. Ia sudah menyiapkan satu barak tambahan di Dusun Gayam, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan. Barak tersebut dapat menampung 150 pengungsi. Protokol kesehatan berupa pembentukan sekat juga sudah diterapkan.
”Selain itu, kami juga membuat sistem jejaring warga untuk mengungsi. Jadi, warga bisa mengungsi di rumah saudaranya yang lebih aman. Kami sudah mempunyai data siapa saja warga dan akan mengungsi di mana,” kata Joko.