Upaya Penyelundupan Bagian Tubuh Satwa Lindung dari Aceh ke China Digagalkan
Polda Aceh dan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera menggagalkan penyelundupan bagian tubuh satwa dilindungi yang akan dikirim ke China.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Polda Aceh dan Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera menggagalkan upaya penyelundupan bagian tubuh satwa lindung yang akan dikirim ke China. Diduga, bagian tubuh itu akan digunakan sebagai bahan campuran narkotika dan hiasan.
Aparat kini menahan dua pelaku, DA dan LH. Mereka ditangkap di Jalan Nasional Bireuen-Aceh Tengah, Selasa (3/11/2020). Dari pelaku, petugas menyita 71 paruh burung rangkong gading (Rhinoplax vigil), 28 kilogram sisik trenggiling (Manis javanica), dan sehelai kulit serta tulang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
Rangkong, trenggiling, dan harimau adalah satwa dilindungi. Siapa pun dilarang memiliki, menguasai, membunuh, dan memperjualbelikan satwa lindung. Populasi satwa itu hampir punah, salah satu penyebabnya adalah perburuan liar.
”Aceh menjadi ladang perburuan. Dibawa ke China dan diisukan untuk bahan narkoba. Total kerugian negara mencapai Rp 6,3 miliar,” kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK Sustyo Iriono dalam konferensi pers di Markas Polda Aceh di Banda Aceh, Selasa (10/11/2020).
Sustyo menuturkan, perburuan sangat marak, salah satunya di Hutan Leuser. Hutan itu menjadi rumah besar bagi banyak satwa lindung, seperti gajah, harimau, badak, dan orangutan.
Menurut dia, tidak mudah membongkar kasus kejahatan satwa dan perusakan hutan di Aceh. Selain jaringan pelaku bermain sangat rapi, tim penegakan hukum juga kekurangan personel.
Kepala Polda Aceh Inspektur Jenderal Wahyu Widada mengatakan, polisi menaruh perhatian besar menangani kasus kejahatan terhadap satwa lindung dan konservasi. ”Harimau, gajah, orangutan, dan satwa lain semakin langka. Jangan sampai anak-anak kita hanya bisa melihat dari video,” kata Wahyu.
Ia menambahkan, selain penegakan hukum, edukasi kepada warga terkait pentingnya menjaga satwa juga penting. Keterlibatan warga di kawasan hutan untuk menjaga satwa sangat efektif.
”Kekayaan alam Indonesia jangan sampai punah. Ini tanggung jawab kita bersama,” ujar Wahyu.
Aktivis Forum Konservasi Leuser (FKL), Tezar Fahlevi, menuturkan, perburuan satwa lindung di Aceh masih marak. Selama 2017-2019, FKL mencatat perburuan terhadap satwa lindung mencapai 1.617 kasus.
Selama tiga tahun itu pula tim patroli FKL menemukan 1.945 jerat pemburu di Leuser. Selain itu, ditemukan juga 487 kamp pemburu dan aktivitas 121 pemburu. ”Banyak pemburu datang ke Leuser, menargetkan harimau, rangkong, dan lainnya. Kami melakukan patroli dan menemukan banyak jerat di Leuser,” kata Tezar.
Tezar menambahkan, FKL menurunkan tim patroli sebanyak 26 kelompok. Mereka menjelajahi setiap sudut hutan Leuser. Tim FKL merekam kerusakan hutan dan perburuan satwa lindung. Jika perburuan dan perusakan hutan tidak dihentikan, menurut Tezar, kehidupan satwa lindung kian terancam.