Petak-petak tambak garam mulai terlihat di sebelah sisi kiri jalan setelah satu jam perjalanan darat yang berjarak 40 kilometer dari Kota Maumere, Ibukota Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur awal Agustus 2017. Desa Nangahale di Kecamatan Talibura sejak puluhan tahun terkenal sebagai desa penghasil garam. Siang itu, Gabriel Boli (48) tengah mengukur kadar garam dengan salinometer di areal tambak. Kami menemuinya, mendengarkan ceritanya seputar produksi garam. Tambak tersebut beroperasi sejak tahun 2015. Meski sudah menggunakan teknologi geomembran untuk terpal penahan air laut dan diolah menjadi garam beryodium, produksinya masih terbatas dan hanya dijual di kios-kios di Kabupaten Sikka saja. Potensi garam yang menjanjikan masih terkendala lahan dan dana yang terbatas. Belum lagi cuaca tidak menentu yang menjadi penyebab gagalnya panen.