Pagebluk menguji sifat guyub dan welas asih yang sekian lama dihidupi warga kampung, termasuk penduduk lembah lima gunung di Kabupaten Magelang. Darma itu terus bertunas dalam kesadaran berbagi bahu.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Pagebluk menguji sifat guyub dan welas asih yang sekian lama dihidupi warga desa, termasuk penduduk lembah lima gunung di Kabupaten Magelang. Di masa sulit, kebaikan justru terus dituai dalam kesadaran berbagi bahu.
Seneng Sujarwati, kepala Dusun Bugangan, di Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibuat risau saat tahu empat warganya terkonfirmasi positif Covid-19, pertengahan Oktober. Ia khawatir ada penolakan dari warga pada keluarga yang terjangkit, seperti tersiar di beberapa daerah lain.
“Ternyata, bukan saja menerima, hari itu juga bantuan dari para tetangga langsung mengalir bagi empat warga yang harus diisolasi mandiri selama 10 hari di rumah,” tutur Seneng, Rabu (4/11/2020).
Setiap hari, bantuan mengalir tanpa putus dalam beragam bentuk. Uang, beras, sayuran, hingga vitamin. Ada pula yang menawarkan diri memasak apa pun yang diinginkan para pasien.
Umi Kaningsih (27), kader puskesmas yang ikut membantu menghimpun dan menyalurkan bantuan, mengatakan, kepedulian warga luar biasa. Untuk beras saja, sumbangan untuk satu pasien mencapai 25 kilogram (kg). Warga, sebagian besar petani, membantu dengan apa yang mereka hasilkan di lahan mereka.
Konsep saling menjaga atau yang didengungkan sebagai “Jogo Tonggo” oleh Pemerintah Provinsi Jateng sebagai program penangkal penularan virus korona baru, sebenarnya merupakan warisan kearifan lokal nenek moyang.
Tetangga yang sehat peduli pada yang sakit. Sementara yang sakit, sadar sedang dalam masa penyembuhan, berkonsentrasi pada isolasi yang dijalani. Selain tetangga, ada bidan desa, kader kesehatan, hingga kepala desa yang secara rutin berkunjung menguatkan mental serta memantau perkembangan kesehatan warga yang tengah diisolasi.
Kondisi serupa terjadi di Desa Pucungsari, Kecamatan Grabag. Setelah seorang warga diketahui meninggal dunia karena Covid-19, pemerintah desa bergerak cepat mengisolasi delapan anggota keluarga pasien dan seorang perangkat desa yang sempat mengantar pasien tersebut ke rumah sakit.
Selama masa isolasi 14 hari, kebutuhan sehari-hari sembilan warga yang itu dipenuhi para tetangga. “Kami juga sudah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan pasien,” ujar kepala Desa Pucungsari, Solikin.
Selama masa isolasi 14 hari, kebutuhan sehari-hari sembilan warga yang itu dipenuhi para tetangga.
Untuk kebutuhan makan misalnya, warga lain membantu memasak dan menyiapkan lauk pauk. Adapun untuk barang-barang lain seperti sabun hingga pasta gigi, warga sekitar membantu membelinya. Semua kebutuhan tersebut dibeli dengan dana kas desa, yang dialokasikan sebesar Rp 18.000 per orang per hari. Setelah semuanya siap, semua barang cukup diletakkan di depan pintu.
Solikin paham, isolasi total secara mandiri bukan hal yang mudah dipraktikkan. Salah satu perangkat di desanya yang mengantar pasien positif Covid-19, hampir menyerah dan sempat meminta izin keluar setelah 12 hari. Tentu, permintaannya ditolak. Meski tinggal di desa, warga menyadari isolasi bukan pengucilan atau pengasingan karena penyakit, tetapi resep mencegah penularan pada orang lain.
Indonesia disebut memiliki modal sosial tinggi yakni solidaritas. Ini nyata tumbuh di wilayah Magelang yang berada dikitari lima gunung dan perbukitan, Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh. Untuk meringankan beban sesama di masa pandemi, warga dan petani di Desa Ngablak, lereng Merbabu, menyalurkan bantuan sayuran hasil panen petani hingga luar daerah.
Kepala Desa Ngablak, Anny Anggraeni mengatakan, ide donasi bermula dari permintaan bantuan dari Desa Krincing, Kecamatan Secang, untuk memenuhi kebutuhan warga satu dusun yang diisolasi karena ada temuan kasus Covid-19. “Besoknya, ada empat mobil bak terbuka penuh sayuran diantar ke Desa Krincing,” ujarnya.
Untuk meringankan beban sesama di masa pandemi, warga dan petani di Desa Ngablak, lereng Merbabu, menyalurkan bantuan sayuran hasil panen petani hingga luar daerah.
Melihat respons luar biasa, program itu dijadikan kegiatan donasi rutin, dengan menggerakkan para anggota Karang Taruna. Kaum muda desa pun menyebarkan kabar baik itu melalui jejaring komunitas mereka masing-masing dan media sosial.
Sekretaris Karang Taruna Desa Ngablak, Arfika Udyani Meida Putri (19), distribusi bantuan akhirnya meluas tak hanya untuk kampung yang diisolasi, tetapi juga menjangkau panti asuhan dan pondok pesantren. Dalam waktu dekat, mereka juga akan menyalurkan bantuan ke masyarakat lereng Gunung Merapi yang kini tengah mengungsi demi menghindari bahaya erupsi. “Begitu panen tiba, kami segera bergerak membantu ke tempat-tempat pengungsian,” ujarnya.
“Saya terharu. Di kampung saya yang memang mayoritas petani, sayur kadang terbuang-buang. Tapi, di tempat lain, mereka sangat bersyukur menerimanya. Manusia memang harus saling membantu sesuai kemampuan,” tutur Arfika. Sejak akhir Mei, donasi sayur sudah dilakukan ke puluhan lokasi dengan volume bantuan mencapai puluhan ton. Sebelum didonasikan, semua sayuran dari petani juga dipilih untuk memastikan kualitasnya bagus.
Cara kreatif dalam berderma juga dilakukan Ismanto (52), seniman di lereng Gunung Merapi di Desa Sengi, Kecamatan Dukun. Ia wakafkan lukisannya untuk dibarter bahan pangan bagi warga dan seniman yang terdampak pandemi. Setiap orang punya kesempatan mendapatkan lukisan goresan seniman kawak itu. Karyanya, lukisan maupun patung, sudah merambah ke sejumlah negara seperti Italia dan Amerika Serikat.
Dalam aksi ini, donatur cukup membayar lukisan untuk ditukar dengan bahan pangan. Gerakan yang disebutnya dengan aksi darurat pangan ini dilakukan sejak April. Jika sebelumnya, masyarakat hanya bisa membarter dengan lukisan yang tersedia di sanggar, seiring waktu, Ismanto juga menerima permintaan barter dengan lukisan sesuai keinginan donatur. Hingga kini, sudah ada lebih dari 10 lukisan yang dibarter.
“Saya masih harus mengerjakan lima lukisan pesanan untuk dibarter dengan bantuan pangan,” tuturnya.
Aksi ini berawal dari kegelisahan Ismanto melihat pandemi yang berdampak luas dan menimbulkan kesulitan ekonomi warga di berbagai sektor. Sadar tak bisa bergerak sendiri, dia berinisiatif mengajak orang lain untuk berderma. Barter menjadi cara halusnya mengetuk kepedulian, terutama di kalangan kolektor dan pecinta seni yang relatif mapan. Cara ini dianggapnya jauh lebih efektif memunculkan sikap empati, daripada sekadar menggalang dana dengan menjual lukisan.
“Dalam sistem jual beli, urusan selesai ketika pembeli membayar sebesar harga yang saya minta. Namun, dalam sistem barter ini, saya menyerahkan semuanya kepada mereka, seberapa banyak uang ataupun barang yang diberikan, sepenuhnya berasal dari niat mereka membantu,” ujarnya.
Ismanto meyakini, ada nilai lebih dari aksi barter ini. Bagi para donatur, karya seni yang dimiliki mereka dari hasil barter akan menjadi kenangan seumur hidup. “Kelak, setiap pemiliknya melihat lukisan ini, dia akan teringat, bahwa di masa sulit, dia pernah membantu meringankan beban warga lain,” ujarnya.