Melepas ”Kutukan” Ogan Ilir Sebagai Daerah Pelintasan
Walau berdampingan langsung dengan Kota Palembang, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, tidak begitu berkembang. Kawasan ini seolah hanya dianggap sebagai pelintasan.
Walau berdampingan langsung dengan Kota Palembang, Kabupaten Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, tidak begitu berkembang. Daerah ini seolah hanya pelintasan. Lahan di sana hanya dijadikan ladang investasi tanpa pengelolaan berarti.
Marma (65), warga Talang Pangeran Ilir, Kecamatan Pemulutan Barat, Kabupaten Ogan Ilir, sibuk menjahit kain, Sabtu (7/11/2020). Sesekali dia menatap ilalang di depan rumahnya. Tanaman setinggi hampir 2 meter itu terhampar sejauh mata memandang.
Sudah 12 tahun Marma dan suaminya, Yudjarin (70), tinggal di rumah papan berukuran 4 meter x 5 meter. Rumah berdiri di atas lahan milik orang lain.
”Kami tinggal di sini untuk menjaga lahan milik orang agar tidak diserobot,” ujarnya.
Selain lahan itu, dia juga diminta menjaga lahan lain dengan luas 180 hektar milik beberapa orang. Sebagian besar pemilik tidak tinggal di Ogan Ilir, tetapi tinggal di Palembang dan beberapa kota lain.
Hasil menjaga semua lahan tersebut, suaminya mendapat upah Rp 1,5 juta per bulan. Untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, Marma juga memelihara kambing dan ayam di sekitar rumahnya.
”Kalau lahan ditanami sulit karena terlalu asam,” katanya.
Ilalang itu juga menjadi sumber malapetaka lantaran hampir setiap tahun terbakar. ”Kalau sudah terbakar, asapnya masuk hingga ke dalam rumah. Kami pernah mengungsi karena api terlalu dekat dengan rumah ini,” kata Marma.
Hal serupa dirasakan Vera (37). Warga Kecamatan Pemulutan ini menganggap kebakaran lahan layaknya ”tamu” yang rutin berkunjung setiap tahun. ”Kami hanya bisa pasrah karena lahan itu bukan milik kami,” ujar Vera.
Sudah 10 tahun, Vera tinggal di dekat lahan tersebut, tetapi sampai sekarang dia belum tahu siapa pemiliknya. ”Banyak orang yang datang melihat tanah di belakang rumah saya ini. Semua mengaku sebagai pemilik,” kata ibu dua anak ini.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel, dari total 268,602 hektar lahan yang terbakar di Sumsel, 97,40 hektar berada di Ogan Ilir.
Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan Wilayah Sumatera Ferdian Krisnanto menuturkan, kebakaran lahan di Ogan Ilir akibat kurang terkelolanya lahan. ”Banyak lahan yang terbengkalai sehingga potensi kebakaran pun tinggi,” ucapnya.
Banyak lahan yang terbakar tidak diketahui siapa pemiliknya. Selain mengancam warga setempat, kebakaran ini juga mengganggu sarana umum lain, terutama Tol Palembang-Indralaya lantaran asap kebakaran menyelimuti jalan tol tersebut.
Baca Juga : Petahana Didiskualifikasi Karena Melakukan Tiga Pelanggaran Pemilu
Pengamat ekonomi dari Universitas Sriwijaya (Unsri), Yan Sulistyo, menuturkan, pertumbuhan ekonomi Ogan Ilir karena kepemilikan lahan didominasi kelompok tertentu dan cenderung terbengkalai. ”Kebanyakan lahan di sana dikuasai kaum elite tertentu dan kelompok yang menjadi perpanjangan tangan dari sejumlah pejabat,” katanya.
Tidak adanya pengelolaan lahan yang benar membuat lajur perekonomian tak sepesat daerah tetangganya. Berdasarkan hasil kajian Badan Pusat Statistik, kontribusi produk domestik regional bruto (PDRB) Ogan Ilir terhadap Sumsel pada 2019 hanya 2,44 persen. Kondisi itu sangat timpang dari dua daerah yang mengapitnya, yakni Palembang dengan kontribusi PDRB (33,75 persen) dan Kabupaten Muara Enim (12,52 persen).
Kebanyakan lahan di sana dikuasai kaum elite tertentu dan kelompok yang menjadi perpanjangan tangan dari sejumlah pejabat.(Yan Sulistyo)
Selain itu, angka penduduk miskin di Ogan Ilir juga tergolong tinggi. Pada 2019, dari total penduduk Ogan Ilir 430.095 jiwa, 13,31 persen atau 57.060 jiwa tergolong penduduk miskin. Angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 55.870 jiwa. Kemiskinan di Ogan Ilir melebihi persentase penduduk miskin di Sumsel, yakni 12,71 persen.
Melihat kondisi ini, kata Yan, pemerintah daerah perlu berinovasi mengubah lahan terbengkalai menjadi lahan bernilai ekonomi tinggi. Misalnya, dengan menjadikannya sebagai tempat pengembangan peternakan, perikanan, dan pariwisata. ”Di Ogan Ilir banyak lahan rawa, bisa dimanfaatkan sebagai tempat budidaya kerbau rawa, burung puyuh, atau perikanan,” ucapnya.
Hal itu bisa dilakukan karena masyarakat Ogan Ilir dikenal cukup baik perihal pengembangan peternakan, terutama ayam kampung. Pada 2019, Ogan Ilir menyumbang 800 ton daging ayam kampung dari total produksi 4.200 ton produksi daging ayam kampung di Sumsel. Ogan Ilir berada di urutan kedua setelah Muara Enim dengan 915 ton daging ayam kampung.
Baca juga :Bupati Ogan Ilir Terjangkit Covid-19 Orang Berkontak Erat Segera Dilacak
Di sisi lain, menurut Yan, perlu dibentuk koperasi atau badan usaha yang bisa merangkul warga setempat agar terlibat dalam pemanfaatan lahan.
Pengamat sosial politik dari Unsri, Ardiyan Saptawan, menuturkan, pengembangan ekonomi menjadi tantangan bagi pemimpin Ogan Ilir ke depan. Sebenarnya tidak sulit bagi pemerintah Ogan Ilir berinovasi karena kampus Unsri dengan 20.000 mahasiswa ada di sana. Tinggal bagaimana pemimpin daerah bisa merangkul para akademisi dalam menyusun program pengembangan daerah.
Kontestasi pilkada
Pilkada 2020 di Ogan Ilir diikuti dua pasangan calon, yakni Panca Wijaya Akbar-Ardani dan Ilyas Panji Alam-Endang Putra Utama Ishak.
Ardiyan menilai kedua kandidat memiliki peluang yang sama untuk memenangi kontestasi karena masing-masing punya keunggulan. Panca, yang meski tergolong muda dan minim pengalaman birokrasi, diharapkan mampu merangkul kaum milenial dengan beragam kreativitas. Minimnya pengalaman birokrasi ”disulam” Ardani yang sudah lebih dulu menyelami beragam hal tentang birokrasi.
Panca merupakan anak dari Mawardi Yahya, Wakil Gubernur Sumsel sekaligus Bupati Ogan Ilir dua periode , 2005-2010 dan 2010-2015. Kakak Panca, Ahmad Wazir Noviadi, merupakan Bupati Ogan Ilir 2015-2016, yang diberhentikan karena masalah hukum terkait narkoba.
Sementara Ilyas-Endang memiliki pengalaman di bidang birokrasi dan politik. Ilyas merupakan bupati petahana. Sebelumnya ia merupakan wakil dari Ahmad.
Ilyas tentu memiliki kekuatan berupa pengalamannya memimpin daerah. Namun, pengalaman itu bisa menjadi bumerang jika masyarakat menilai kinerjanya belum optimal. Sementara pasangannya, Endang, merupakan politisi yang pernah menjabat Ketua DPRD Ogan Ilir.
Pasangan ini sempat didiskualifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Ilir atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu Ogan Ilir yang menerima laporan adanya pelanggaran pemilu. Namun, Jumat (6/11), atas keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan tim Ilyas-Endang, KPU Ogan Ilir menganulir keputusannya, dan pasangan ini pun kembali menjadi peserta pilkada.
Jangan jadikan Ogan Ilir sebagai daerah yang dilewati saja, tetapi harus dikembangkan demi kesejahteraan warganya. (Ardiyan Saptawan)
Ketua KPU Ogan Ilir Masuryati menjelaskan, penetapan kembali pasangan calon Ilyas-Endang didasari atas putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan dari pasangan calon tersebut. Dengan begitu, Ilyas-Endang diperbolehkan mengikuti tahapan Pilkada 2020. Terdekat, mereka akan mengikuti debat paslon terbuka yang akan digelar pada Kamis (12/11).
Kedua kandidat akan memperebutkan dukungan 294.729 pemilih di Ogan Ilir. Pemilihan akan dilakukan di 995 tempat pemungutan suara yang tersebar di 16 kecamatan di Ogan Ilir.
”Kami menargetkan partisipasi pemilih lebih dari 77,5 persen,” kata Masuryati.
Ardiyan berharap agar kedua kandidat tidak terjebak pada persaingan politik saja, tetapi benar-benar memiliki program jitu untuk mengatasi permasalahan di Ogan Ilir. ”Jangan jadikan Ogan Ilir sebagai daerah yang dilewati saja, tetapi harus dikembangkan demi kesejahteraan warganya,” ujar Ardiyan.