Enam Fraksi di DPRD Timor Tengah Utara Minta Bupati Cuti Sementara
Enam Fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur menyurati Mendagri agar memberi cuti sementara kepada bupati karena dinilai bertindak di luar ketentuan selama proses pilkada.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KEFAMENANU, KOMPAS — Enam fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, menyurati Menteri Dalam Negeri agar memberi cuti sementara kepada Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Fernandes karena dinilai telah bertindak di luar ketentuan menjelang pilkada 9 Desember 2020. Sejumlah kebijakan bupati menjelang pilkada dinilai merugikan dan meresahkan masyarakat. Bupati dinilai menggunakan kewenangannya mendukung pasangan calon tertentu.
Sekretaris Fraksi Gerindra DPRD Timor Tengah Utara (TTU) Landelinus Kono Meta, saat dihubungi di Kefamenanu, Selasa (10/11/2020), mengatakan, sebanyak enam fraksi dari tujuh fraksi di DPRD TTU sepakat menyurati Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk pemberian cuti kepada Bupati TTU saat ini.
Surat itu diterbitkan terkait keresahan masyarakat, berlanjut dengan pengaduan masyarakat ke DPRD TTU terkait sejumlah kebijakan bupati yang dinilai bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Mereka pun menolak melakukan serah terima jabatan dengan pelaksana tugas karena merasa tidak memiliki kesalahan dan tidak pernah mendapat peringatan atau teguran sebelumnya seperti diatur dalam UU. (Landelinus Kono)
Padahal, menurut Kono, mutasi pejabat ataupun anggota staf ASN tanpa prosedur yang diatur dalam UU tentang ASN. Pemberhetian tujuh pejabat struktural di lingkungan Pemkab TTU pekan lalu.
”Mereka pun menolak melakukan serah terima jabatan dengan pelaksana tugas karena merasa tidak memiliki kesalahan dan tidak pernah mendapat peringatan atau teguran sebelumnya seperti diatur dalam UU,” ujarnya.
Demikian pula pemecatan terhadap 10 sekretaris desa yang dirotasi antardesa, dipisahkan jauh dari keluarga. Masyarakat di desa itu melakukan protes dengan pertimbangan, saat ini menjelang akhir tahun anggaran.
Kesulitan
Sementara sekretaris desa adalah pengelola anggaran sehingga akan kesulitan mempertanggungjawabkan anggaran akhir tahun. Selain itu, masyarakat sedang menjalani proses pilkada yang akan berlangsung 9 Desember mendatang.
Adanya tuntutan dari puluhan tenaga kontrak daerah yang sudah bekerja sejak Januari 2020 sampai hari ini, tetapi surat Keputusan Bupati TTU belum ditandatangani sehingga gaji tenaga kontrak belum dibayar. Mereka justru dijanjikan akan dibayar pada awal Desember 2020, menjelang Pilkada 9 Desember, akan mendapatkan gaji itu.
Secara politik, DPRD TTU telah berulang kali memfasilitasi masalah tenaga kontrak ini, tetapi semua upaya DPRD diabaikan oleh pemerintah. Para tenaga kontrak ini telah berjuang dengan berbagai upaya mendapatkan legalitas sebagai tenaga kontrak karena mereka sudah mengikuti tes dinyatakan lolos, dan sudah 11 bulan bekerja di lingkup Pemkab TTU.
Lembaga DPRD TTU mencermati sejumlah kebijakan yang dinilai bertentangan, lantaran istri bupati TTU aktif maju sebagai calon bupati TTU periode 2020-2025. Motif dari keterlambatan tanda tangan SK pengangkatan tenaga kontrak daerah dan pergantian pejabat dan pemecatan atau pindah tugas sekretaris desa itu memiliki motif politik, mendukung istri bupati.
Karena itu, enam Fraksi di DPRD mengajukan tujuh poin tuntutan, yakni meminta Mendagri membentuk tim khusus mendalami lebih jauh tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Bupati TTU selama dua periode ini. Mengharapkan intervensi Mendagri untuk menciptakan suasana pilkada di TTU yang aman, damai, dan jauh dari tekanan penguasa, yang dapat merusak kehidupan demokrasi di TTU dengan cara memberi cuti bupati selama proses pilkada berlangsung.
Mengembalikan para pejabat yang diberhentikan dari jabatan tanpa kesalahan dan tidak melalui pemeriksaan terhadap para pejabat tersebut. Mengembalikan para sekretaris desa ke tempat tugas semula sesuai SK pengangkatan sebagai sekretaris desa.
Bupati didorong segera menerbitkan dan menandatangani tenaga kontrak daerah, dengan penegasan agar tidak diulangi pada tahun yang akan datang, dan para tenaga kontrak itu segera dibayarkan hak-hak mereka selama 11 bulan bekerja. Mendagri agar menuntut bupati bersama aparat pemerintah daerah agar melayani masyarakat dengan lebih cepat, ramah, adil, jujur dan transparan.
”Meminta Mendagri agar mendorong Bawaslu TTU menegakkan hukum terkait pelanggaran kewenangan mutasi sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilu,” kata Kono.
Keenam fraksi yang sepakat meminta Mendagri memberi cuti khusus kepada Bupati TTU itu, yakni Gerindra, Hanura, Golkar, PKB, Fraksi Indonesia Sejahtera (Perindo dan PKS), Ampera (PDI-P, Demokrat, PAN, dan Partai Berkarya). Hanya Fraksi NasDem yang tidak menandatangani surat ini. NasDem mendukung Kristiana Muki, istri Bupati TTU yang berpasangan dengan Yosef Tanu sebagai paslon bupati TTU.
Sementara itu, Lurah Sasi, Kecamatan Kota, Kefamenanu, TTU, Paulus Peter Ego, yang diberhentikan Bupati TTU, menulis surat kepada bupati menolak diberhentikan sebagai lurah dan menolak serah terima jabatan kepada pelaksana tugas lurah baru. Dalam surat tertulis ditujukan kepada Bupati TTU, ia mempertanyakan alasan dirinya diberhentikan sebagai lurah yang tidak sesuai prosedur.
”Saya tidak pernah dipanggil dan tidak pernah ada teguran apa pun, tiba-tiba saya mendapat surat pemecatan. Karena itu, demi asas kepastian hukum, asas kecermatan, dan asas tidak menyalahgunakan kewenangan, saya menyurati langsung Bupati TTU mempertanyakan alasan pemecatan ini,” kata Paulus.
Bupati TTU Raymundus Fernandes, ketika diminta pendapat terkait hal ini, mengatakan, tidak mau berpolemik soal itu. Ia lebih baik konsentrasi pada tugas dan pekerjaan melayani masyarakat.
Sekda TTU Frans Tilis mengaku belum bisa berkomentar karena belum mendapatkan surat tembusan itu. ”Kalau bisa kirim salinan surat itu kepada saya karena saya belum dapatkan,” kata Frans.