Negatif Covid-19, 155 Anak Buah Kapal China Dipulangkan dari Sulut
Sebanyak 155 ABK yang direpatriasi dari 12 kapal ikan China ke Bitung, Sulawesi Utara, dinyatakan negatif Covid-19 dan dipulangkan ke daerah masing-masing. Pemerintah belum memastikan semua hak mereka terpenuhi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sebanyak 155 anak buah kapal yang direpatriasi dari 12 kapal ikan China ke Bitung, Sulawesi Utara, dinyatakan negatif Covid-19 dan dipulangkan ke daerah masing-masing, Selasa (10/11/2020). Meski demikian, ada beberapa hak mereka belum dipenuhi ketika masih bekerja.
Dihubungi dari Kota Manado, Sulawesi Utara, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Manado Hard F Marentek mengatakan, Selasa ini, sekitar 20 anak buah kapal (ABK) dipulangkan ke daerah masing-masing, menyusul 23 orang yang dipulangkan pada Senin (9/11/2020). Para ABK berasal dari 16 provinsi. Hanya delapan orang yang berasal dari Sulut.
Dari total 155 ABK, 94 di antaranya tercatat diberangkatkan oleh agen, sedangkan sisanya diduga tidak melalui prosedur resmi pemberangkatan pekerja migran. Kepulangan 94 ABK pun dibiayai perusahaan, sedangkan 61 orang lainnya akan dibiayai BP2MI Manado. ”Ini adalah bukti kehadiran negara bagi ABK kita,” kata Hard.
Dia belum dapat menyebutkan jumlah dana yang dikucurkan BP2MI Manado untuk menerbangkan para ABK ke daerah masing-masing karena harga tiket yang beragam. Selain itu, jumlah ABK yang berangkat tidak melalui agen ternyata juga masih berubah-ubah. ”Yang jelas, pasti kami biayai meskipun mereka berasal dari provinsi lain,” ujar Hard.
Hard juga belum dapat memastikan hak semua ABK ketika bekerja telah dipenuhi. Dari perbincangannya dengan beberapa pekerja migran, ada yang mengaku gajinya belum dibayarkan. Namun, nominalnya belum diungkap.
”Kalau ada yang hak-haknya belum terpenuhi, kami akan tetap pulangkan, lalu kami meminta BP2MI di provinsi mereka untuk menindaklanjuti. Jadi, kami akan terus mendata untuk mendapatkan kepastian. Setelah itu, baru tuntutan mereka bisa diproses,” kata Hard.
Para ABK ini sebelumnya bekerja pada 12 kapal ikan berbendera China di berbagai belahan dunia. Sebagian telah bekerja selama sekitar 2 tahun 6 bulan. Namun, kontrak sebagian di antaranya habis bertepatan dengan merebaknya pandemi Covid-19. Ada pula yang diberhentikan karena perusahaan tempat mereka bekerja bangkrut.
Kalau ada yang hak-haknya belum terpenuhi, kami akan tetap pulangkan, lalu kami minta BP2MI di provinsi mereka untuk menindaklanjuti. (Hard F Marentek)
Kepulangan mereka sempat terhambat karena tidak ada negara yang mau membuka pelabuhan untuk menurunkan para ABK tersebut. Untuk itu, Pemerintah Indonesia meminta Pemerintah China mendesak perusahaan perikanan tangkap yang bersangkutan agar memulangkan para ABK.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia M Abdi Suhufan mengatakan, pihaknya juga terlibat dalam pendataan ABK yang direpatriasi dari kapal-kapal ikan China itu. Jika ada hak yang belum terpenuhi, pihaknya akan melaporkan pada forum koordinasi perlindungan ABK yang telah dibentuk bersama Pemrpov Sulut.
Menurut Abdi, selama ini ada tiga hak yang kerap dilanggar perusahaan perikanan asing, yaitu pembayaran gaji, asuransi kesejahteraan dan ketenagakerjaan, serta penahanan dokumen pribadi. Namun, para ABK tetap tergoda bekerja di kapal asing, terutama kapal China, karena gaji yang ditawarkan besar.
”Gaji mereka sampai 450 dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 6,32 juta) meskipun mereka tidak berpengalaman. Itu tetap lebih tinggi daripada kapal-kapal ikan Indonesia yang kerap kali bahkan tidak sesuai dengan upah minimum provinsi. Sistem kapal lokal biasanya hanya bagi hasil dengan pemilik kapal dan nakhoda,” kata Abdi.
Pemulangan 155 ABK itu difasilitasi dua kapal China, yaitu Long Xing 601 dan 610, yang langsung menuju ke Pelabuhan Samudera Bitung. Para ABK tiba pada Sabtu (8/11/2020). Sebelum turun di dermaga, mereka menjalani tes cepat antibodi. Setelah semua dinyatakan nonreaktif, mereka diisolasi di rumah singgah Covid-19 milik Pemprov Sulut sembari menunggu hasil tes molekuler (PCR).
Juru Bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sulut dr Steaven Dandel mengatakan, ada enam petugas pengambil sampel usap yang sudah disiapkan sejak semalam sebelum kedatangan para ABK tersebut. Tidak ada biaya khusus atau bantuan dari pemerintah pusat untuk menampung para ABK. ”Biayanya berasal dari anggaran rumah isolasi,” ujarnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulut Komisaris Besar Jules Abraham Abast mengatakan, pihaknya bersyukur karena semua ABK negatif Covid-19 dan dapat pulang ke daerah masing-masing. Pihaknya akan turut mengawal pemulangan serta mengamankan prosesnya jika diminta.