Kawasan Sepanjang Tiga DAS di Karawang Kembali Berpotensi Terdampak Banjir
Sebanyak tiga wilayah daerah aliran sungai besar di Karawang rawan bencana banjir. Kewaspadaan warga dan petugas ditingkatkan melalui sosialisasi dan persiapan logistik. Puncak musim hujan diprediksi pada awal 2021.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Sebanyak tiga daerah aliran sungai atau DAS di Karawang, Jawa Barat, kembali berpotensi terdampak banjir di musim hujan ini. Kewaspadaan masyarakat dan petugas ditingkatkan lewat sosialisasi warga dan persiapan logistik.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang, ada tiga titik prioritas penanganan bencana banjir. Daerah itu adalah sepanjang aliran Sungai Cibeet, Cilamaya, dan Sungai Cikaranggelam. Penyebab banjir di Karawang adalah limpasan sungai dan curah hujan tinggi.
Pada Januari dan Februari tahun 2020, belasan kecamatan di sekitar kawasan itu terdampak banjir. Ada ratusan rumah yang terendam. Akibatnya, ribuan warga harus mengungsi. Banjir pada tahun 2020 merupakan yang terparah karena terjadi berulang kali dan air lebih lama surut.
Kepala BPBD Karawang Yasin Nasrudin, Senin (9/11/2020), mengatakan, banjir berpotensi kembali merendam rumah warga minimal setinggi 30 sentimeter selama berhari-hari. Biasanya, bila hujan deras yang terjadi di hulu sungai, dalam hitungan jam akan memicu banjir di hilir.
Menurut Yasin, pada saat puncak musim hujan, biasanya sejumlah wilayah secara bersamaan akan mengalami banjir. Oleh karena itu, perlu pembentukan tim untuk menangani kondisi itu. Puncak musim hujan diprediksi pada Januari-Februari 2021.
”Pendataan dan sosialisasi sudah mulai dilakukan di beberapa desa. Warga yang berada di aliran sungai diminta waspada, kemungkinan air sungai meluap hingga ke permukiman penduduk,” kata Yasin.
Selain itu, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan petugas TNI dan Polri untuk mempersiapkan logistik dan peralatan evakuasi. Sebanyak empat unit perahu karet lengkap dengan pelampung disiagakan di tiga titik rawan itu.
Dalam kunjungannya pada awal tahun itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil merencanakan pembangunan bendung di Sungai Cibeet dan Cilamaya untuk mengurangi potensi banjir di tahun depan. Proyek tersebut dalam tahap perencanaan fisik atau detail engineering design (DED) dan ditargetkan rampung pada akhir 2021.
Pada Januari dan Februari tahun 2020, belasan kecamatan terdampak banjir. Ada ratusan rumah yang terendam. Akibatnya, ribuan warga harus mengungsi.
Sementara itu, Hadi Saputra, Kepala Seksi Data dan Informasi di Stasiun Klimatologi Kelas I Bogor mengatakan, cuaca ekstrem berpotensi terjadi di Jabar. Alasannya, Jabar menjadi daerah belokan angin sehingga awan-awan terbentuk sepanjang daerah itu.
Proses tumbuhnya awan-awan ini melalui proses konvektif sehingga membentuk cumulonimbus (kumpulan awan yang mengandung air hujan). Kondisi tersebut memicu perubahan cuaca cepat. Misalnya, saat pagi hari cerah, pada siang hari mendung, dan saat sore hari lantas turun hujan.
Selain itu, fenomena La Nina juga membuat suhu muka laut di wilayah Indonesia menjadi lebih hangat dari normal. Hal itu menyebabkan uap air banyak terdapat di udara. Kumpulan uap air itu menjadi awan-awan yang akan menghasilkan hujan.
Hadi menambahkan, sebagian besar bencana hidrometeorologi terjadi di musim peralihan, baik dari kemarau ke musim hujan, atau sebaliknya, dari musim hujan ke musim kemarau. Masyarakat diminta lebih waspada dan peka terhadap situasi di sekitarnya.