Aspek Keselamatan Angkutan Laut di Banggai Laut Jadi Perhatian
Otoritas transportasi laut di Banggai Laut, Sulteng, akan menertibkan lagi kelengkapan alat atau fasilitas keselamatan di kapal dan perahu motor cepat untuk mengantisipasi kecelakaan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Kelengkapan alat atau fasilitas keselamatan pada angkutan laut di Kabupaten Banggai Laut, Sulawesi Tengah, akan ditertibkan untuk mengurangi risiko kecelakaan. Selama ini, banyak operator transportasi laut abai dengan faktor keselamatan yang sering berujung terjadinya kecelakaan.
”Langkah-langkah ke depan untuk antisipasi berdasarkan kecelakaan yang terjadi kami menertibkan lagi kelengkapan keselamatan kapal atau speedboat,seperti jaket pelampung. Ini agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan,” kata Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Banggai, Stanley Kenedy, Senin (9/11/2020).
Ia memastikan, pihaknya menggelar koordinasi dengan pemerintah daerah setempat dan TNI-Polri agar penertiban kelengkapan keselamatan angkutan laut tersebut berjalan baik. Operator kapal atau motoris juga diharapkan kooperatif dalam penertiban ini.
Kecelakaan perahu motor cepat (speedboat) terjadi di perairan Banggai Laut di dekat Pulau Sonit, Kecamatan Bokang Kepulauan, di perbatasan antara Provinsi Sulteng dan Maluku Utara, Senin (2/11). Rombongan untuk kampanye Pilkada Banggai Laut yang berjumlah 11 orang itu berangkat dari Pulau Kasuari ke Pulau Sonit. Perahu motor cepat tersebut terbalik dan tenggelam dihantam ombak.
Empat orang berhasil dievakuasi nelayan setempat, termasuk calon Bupati Banggai Laut Rusli Banun saat mereka mengapung di laut. Tiga orang lainnya ditemukan meninggal, termasuk calon Wakil Bupati Asgar B Badalia. Sebanyak empat korban, dua di antaranya anggota Polri yang mengawal pasangan calon itu tak ditemukan.
Berdasarkan video dan foto-foto yang beredar di grup percakapan setelah kejadian tersebut, anggota rombongan tak terlihat menggunakan pelampung (life jacket). Korban yang dievakuasi dan selamat baru menggunakan pelampung setelah diberikan oleh regu pencarian.
Stanley menyatakan, pihaknya selalu mengimbau agar kapal penumpang atau transportasi laut pada umumnya selalu dilengkapi dengan alat-alat keselamatan, seperti jaket pelampung. Itu kewajiban yang harusnya sudah diketahui oleh operator kapal atau motoris. Transportasi laut selalu memiki risiko kecelakaan yang harus diantisipasi dengan kelengkapan keselamatan sehingga situasi darurat bisa diatasi dengan baik.
Kecelakaan di perairan Banggai Laut bukan kali ini terjadi. Tahun lalu, dua kapal tenggelam masing-masing pada akhir Mei dan menjelang akhir Agustus. Total korban meninggal 25 orang, di antaranya ada yang hingga kini tak ditemukan. Pada pertengahan September 2018, insiden serupa terjadi yang diawali kebakaran kapal penumpang. Sebanyak 13 orang tewas, 7 orang di antaranya tak ditemukan.
Pengamat kebijakan publik yang juga dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riyadi Cante, beberapa waktu lalu menyatakan perhatian pemerintah terhadap sektor perhubungan laut selama ini sangat minim. Akibatnya aspek penting, yakni keselamatan sering diabaikan kendaraan laut.
”Ini perlu dipertegas lagi. Kecelakaan tersebut menjadi pembelajaran besar untuk memperhatikan aspek keselamatan perhubungan laut,” kata Slamet.
Transportasi laut untuk wilayah timur Sulteng masih menjadi andalan. Mobilitas orang dan barang di Banggai, Banggai Kepulauan, Banggai Laut, Tojo Una-Una, sebagian Morowali Utara dan Morowali, masih bergantung pada kapal motor rakyat (kayu), perahu, dan perahu motor cepat.
Tak ditemukan
Badan Search and Rescue Nasional Kantor Pencarian dan Pertolongan Palu menggelar operasi pencarian empat korban selama seminggu. KN Bhisma, kapal operasi Basarnas yang selama ini bersandar di Pelabuhan Luwuk, Kabupaten Banggai, dikerahkan untuk operasi itu ditambah dengan sejumlah perahu cepat dan kapal nelayan. Bahkan, helikopter milik Kepolisian Daerah Sulteng sempat dioperasikan sehari untuk pencarian itu.
Seminggu operasi dilakukan, tim pencari yang total berjumlah 40 orang itu tak berhasil menemukan keempat korban. Operasi tersebut akhirnya dihentikan pada Minggu (8/11).
”Setelah berkoordinasi dengan para pihak, terutama keluarga, operasi tersebut dihentikan. Pihak keluarga menerimanya. Selanjutnya tetap ada pemantauan dan tim SAR tetap siaga di satuan masing-masing,” kata Kepala Basarnas Kantor Pencarian dan Pertolongan Palu Andrias H Johannes.
Operasi pencarian selama 7 hari tersebut dilakukan di perairan Banggai Laut sesuai dengan pergerakan arah arus. Pulau-pulau sekitar lokasi kejadian juga telah disisir tim pencarian tanpa adanya hasil.