Wisata Berkuda Pengungkit Ekonomi Desa Kalidawir
Desa Kalidawir, Kabupaten Sidoarjo, yang dikira tenggelam karena berdekatan dengan semburan lumpur, tetap eksis. Masyarakatnya bahkan mengembangkan destinasi wisata berkuda untuk mengungkit ekonomi di tengah pandemi.
Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur, yang sempat dikira tenggelam karena berdekatan dengan semburan lumpur Lapindo, tetap eksis. Warganya bahkan berani membuat terobosan destinasi wisata berkuda sebagai pengungkit ekonomi di tengah pandemi Covid-19.
Kuda King Arthur membawa joki yang menungganginya berlari dengan kecepatan tinggi melompati halang rintang, Sabtu akhir Oktober 2020. Tak berselang lama, dua atlet panahan menunjukkan kepiawaian mereka memanah dan menombak tepat sasaran dari atas kuda yang tengah berlari kencang.
Atraksi itu mendapat sambutan meriah dari ratusan warga yang menonton pertunjukan. Saat koki berjuang memacu kuda tunggangannya menuju halang rintang, jantung para penonton pun berdegub kencang. Baru saat lompatan sukses dilakukan, penonton riuh bertepuk tangan.
”Baru kali ini saya lihat langsung orang naik kuda dengan pakaian seperti itu. Persis seperti yang dipakai Sergio (salah satu tokoh dalam telenovela Marimar),” ujar Sumarni (50), salah satu pengunjung yang sehari-hari bekerja jadi buruh tani.
Wisata berkuda yang dikembangkan oleh masyarakat Desa Kalidawir ini memperkaya destinasi wisata di Sidoarjo. (Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono)
Tepat di seberang arena berkuda, sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah memamerkan beragam produknya. Ada kerajinan batik, lampu spa, hingga aneka makanan olahan berbahan khas Sidoarjo. Mereka berupaya menarik minat pengunjung untuk membelinya.
Baca juga : Berkuda dan Memanah di Tengah Kota
Itulah secuil gambaran suasana destinasi wisata berkuda dan arena panahan yang berlokasi di Desa Kalidawir, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo. Destinasi yang diresmikan Sabtu (25/10/2020) itu secara geografis berlokasi di timur laut pusat kota Sidoarjo. Jaraknya sekitar 10 kilometer (km) atau sekitar 30 menit perjalanan darat.
Selain menawarkan atraksi dan edukasi menunggang kuda serta memanah, destinasi yang berlokasi di dekat kolam penampungan semburan lumpur Lapindo ini tengah mengembangkan wisata kebun binatang dalam lingkup mini (mini zoo), perahu sungai, resto sawah, dan wisata edukasi menanam padi yang sarat dengan kearifan lokal masyarakat setempat.
Sekretaris Desa Kalidawir Satukan Efendi mengatakan, destinasi wisata ini diinisiasi oleh pengusaha muda desa yang ingin berkontribusi memajukan daerahnya. Keinginan itu kemudian dikolaborasikan dengan program pemerintah desa agar bisa berseiring jalan. Dia percaya, dengan kolaborasi yang baik, kontribusi yang diberikan jauh lebih signifikan.
”Misalnya, pemerintah desa memperbaiki akses jalan dan menyediakan sarana pendukung agar pengunjung lebih nyaman,” ujar Satukan Efendi.
Kolaborasi juga dibangun dengan sesama masyarakat. Contohnya petani pemilik lahan di sekitar lokasi dilibatkan dalam sinergi mengembangkan wisata edukasi menanam padi tanpa mengalihfungsikan lahannya. Kelestarian lingkungan pun terjaga karena fungsi sawah sebagai resapan air tetap optimal.
Menurut Satukan, sawah di desanya hanya bisa ditanami setahun sekali karena ketiadaan jaringan irigasi. Produktivitasnya juga rendah. Dengan dikelola menjadi wisata edukasi menanam padi, diharapkan memiliki nilai tambah. Dampak simultan lainnya, hadirnya destinasi wisata diyakini membuka lebar peluang usaha bagi warga lain.
Pernyataan Satukan tak berlebihan. Kompas menyaksikan sepanjang akses jalan menuju lokasi wisata banyak warga yang mendadak menjadi pedagang. Mereka membuka lapak sederhana di teras rumahnya. Dagangan yang dijajakan beragam, seperti es sirup, cincau, dan es teh. Ada juga yang jual aneka gorengan, kerupuk, dan camilan lainnya.
Baca juga : Kampung Asap yang Bertransformasi Menjadi Destinasi Wisata di Sidoarjo
Desa Kalidawir yang luasnya sekitar 120 hektar ini juga memiliki potensi budaya yang luar biasa. Salah satunya ditandai dengan banyaknya warga yang memiliki keterampilan membatik celup. Namun, karena regenerasi yang kurang baik dan keterbatasan kemampuan dalam mengembangkan pasar, usaha batik celup banyak yang gulung tikar.
Beberapa bulan belakangan, ibu-ibu Desa Kalidawir mulai bergeliat menghidupkan lagi budaya membatik. Mereka mendapat sentuhan pelatihan dari Minarak Gas Brantas melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Dengan hadirnya industri pariwisata, masyarakat berharap produk-produk khas desa seperti batik ini bisa terpromosikan lebih luas lagi.
Keunikan desa
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, wisata berkuda yang dikembangkan oleh masyarakat Desa Kalidawir ini memperkaya destinasi wisata di Sidoarjo. Pemkab akan memberikan dukungan penuh untuk pengembangannya, seperti memperbaiki akses jalan dan melengkapi sarana serta prasarana agar pengunjung lebih nyaman.
”Sektor pariwisata diharapkan menjadi daya ungkit kebangkitan ekonomi warga yang terpuruk karena dampak pandemi Covid-19. Tentunya, penerapan protokol kesehatan tak boleh diabaikan agar destinasi wisata tak jadi kluster baru penularan Covid-19,” kata Hudiyono.
Hudiyono menambahkan, setiap desa di Sidoarjo memiliki potensi yang unik dan menarik sebagai destinasi wisata. Pemkab Sidoarjo bahkan telah mengidentifikasi 17 daerah setingkat desa yang berpotensi, antara lain, kampung Batik Jetis, kampung telur bebek di Candi, dan kampung bandeng Kalanganyar.
Selain itu, ada kampung bambu di Desa Seketi, kampung ikan asap di Penatarsewu, dan kampung tas koper Tanggulangin. Kampung-kampung tersebut sudah dikenal oleh masyarakat sebagai sentra produksi. Tinggal menambahkan sedikit sentuhan agar bisa berkembang menjadi destinasi wisata.
Baca juga : Pengembangan Destinasi Wisata Pulau Lusi Terkendala Hak Pengelolaan Lahan
Salah satu contoh desa yang berjuang mengembangkan sektor pariwisata adalah Desa Kedungpandan, Kecamatan Jabon. Desa ini memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang mengelola Dermaga Tlocor. Dermaga ini menjadi pintu gerbang menuju destinasi wisata Pulau Lusi, pulau buatan dari material semburan lumpur Lapindo.
”Saat akhir pekan atau musim liburan, jumlah pengunjung mencapai 1.300 orang. Dengan tarif retribusi Rp 3.000, dalam sehari terkumpul uang sedikitnya Rp 300 juta. Itu baru dari tiket,” ucap Alfina dari Humas Pokdarwis Kedungpandan.
Apresiasi
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengapresiasi pengembangan wisata berkuda di Desa Kalidawir. Menurut mantan Menteri Sosial ini, banyak potensi dan keunggulan desa yang bisa dikembangkan saat ini untuk memulihkan kembali perekonomian di masa adaptasi pandemi Covid-19. Salah satunya wisata desa.
Untuk itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda atau kaum milenial, kembali ke desa dan menjadi motor penggerak pembangunan. Di Jatim, belakangan ini muncul banyak generasi muda dengan kemampuan finansial lumayan, bergabung dalam Asosiasi Pengusaha Desa Indonesia (APEDI).
Para pengusaha muda desa inilah yang berupaya menemukan dan mengenali beragam potensi dan keunggulan kemudian menyusun rencana pengembangannya. Wisata berkuda di Desa Kalidawir ini merupakan bukti nyata hasil karya pengusaha muda desa. Ini merupakan buah pikiran yang tidak lazim (out of the box) karena wisata berkuda identik dengan wisatanya orang kaya. Harga kudanya mahal.
Khofifah berharap inovasi dan kreativitas yang dikembangkan oleh warga Kalidawir ini mampu berkontribusi positif dalam membangun negeri. Oleh karena itu, dia mengajak seluruh masyarakat Jatim menjadikannya sebagai refrensi atau inspirasi untuk menggali potensi yang luar biasa serta keunggulan kompetitif dan komparatif.
Hal itu tidak lain untuk mengungkit kembali ekonomi masyarakat desa supaya mereka tak perlu lagi bermigrasi ke kota atau bahkan menjadi buruh migran di negeri jiran.
Baca juga : Dorong Pengembangan Desa Wisata