Jumlah pengungsi yang menempati barak pengungsian di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DY, bertambah dari 133 orang menjadi 177 orang.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Jumlah pengungsi yang menempati barak pengungsian di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, bertambah. Para pengungsi tidak lagi dari kelompok rentan saja, tetapi juga sebagian warga berusia produktif yang khawatir dengan ancaman erupsi Gunung Merapi.
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menaikkan status aktivitas Gunung Merapi, di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Kamis (5/11/2020). Status tersebut naik dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III). Dengan peningkatan status tersebut, radius bahaya akibat erupsi Merapi ditetapkan 5 kilometer dari puncak.
Terdapat tiga dusun di Kabupaten Sleman yang berada dalam radius bahaya tersebut, yakni Kalitengah Lor di Desa Glagaharjo, Kaliadem di Desa Kepuharjo, dan Pelemsari di Desa Umbulharjo. Ketiga dusun tersebut berada di Kecamatan Cangkringan.
Saat ini, hanya Dusun Kalitengah Lor yang masih berpenghuni, yakni sekitar 500 orang. Di Dusun Pelemsari tercatat sedikitnya dua keluarga masih tinggal di kawasan tersebut. Namun, setelah peningkatan status, mereka mengungsi keluar radius bahaya.
Camat Cangkringan Suparmono, Minggu (8/11/2020), mengatakan, menurut penghitungan awal ada 133 warga kelompok rentan yang akan mengungsi di barak tersebut. Kelompok rentan terdiri dari warga lanjut usia (lansia), ibu hamil, anak balita, dan penyandang disabilitas.
Warga mulai mengungsi sejak Sabtu (7/11/2020). Terdapat sebagian warga berusia produktif yang ikut mengungsi pada Sabtu malam. Jumlah pengungsi pun bertambah menjadi 177 orang.
”Yang banyak datang itu warga berusia dewasa. Awalnya tidak terlalu kami hitung karena warga yang bukan kelompok rentan belum masuk prioritas diungsikan dalam kondisi Merapi Siaga (Level III) ini. Tetapi, banyak juga orang dewasa (usia produktif) yang merasa khawatir,” kata Suparmono di Balai Desa Glagaharjo.
Suparmono menambahkan, kekhawatiran warga didasari pengalaman saat erupsi Merapi sebelumnya. Pihaknya pun tidak melarang warga berusia produktif ikut mengungsi. Prinsipnya, warga yang merasa khawatir dengan ancaman erupsi harus diterima di pengungsian.
Lebih lanjut, Suparmono mengungkapkan, di Kecamatan Cangkringan terdapat delapan unit barak pengungsian yang telah disiapkan. Semua barak siap digunakan jika dibutuhkan. Namun, baru barak yang berlokasi di Balai Desa Glagaharjo yang sudah diisi para pengungsi.
”Kami sudah berkoordinasi bahwa barak harus standby (siaga) apabila sewaktu-waktu ada warga yang merasa panik atau tidak nyaman. Mereka punya trauma dan ingin mengungsi, ya, harus diterima,” ujar Suparmono.
Sebelumnya, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Supriyanto mengungkapkan, dalam status Siaga (Level III), warga yang diprioritaskan mengungsi adalah kelompok rentan. Warga yang tidak termasuk dalam kelompok rentan masih diperbolehkan beraktivitas di rumahnya.
Meski demikian, jejaring warga telah dibuat agar warga dapat mengungsi di rumah sanak kerabat yang berada di lokasi yang aman dari ancaman erupsi. ”Kami sudah inventarisasi siapa saja yang ada saudara di dusun lain (yang lokasinya lebih aman). Ini sudah kami punya datanya. Kami tinggal memberi tugas logistik pangan untuk mereka yang mengungsi,” kata Joko.
Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo menyampaikan, secara umum, para pengungsi berada dalam kondisi yang sehat. Pihaknya tengah mempertimbangkan untuk melakukan penapisan kesehatan (screening) terhadap para relawan yang akan turut membantu di barak pengungsian.
Penapisan kesehatan itu untuk memastikan agar tidak terjadi penularan Covid-19 terhadap pengungsi yang sebagian besar warga kelompok rentan.
”Ini nanti akan ada rapat koordinasi. Secara internal, kami siap untuk melakukan screening bagi orang yang akan ke sini (menjadi sukarelawan). Maksudnya, biar Desa Glagaharjo tetap (zona) hijau. Jangan sampai ada bawaan dari luar yang menyebabkan terinfeksi,” kata Hastaryo.