Sebagian warga yang berada di luar radius 5 kilometer dari Gunung Merapi kini juga mulai takut dan khawatir akan ancaman bahaya erupsi. Demi mengantisipasi dampak buruk, mereka pun berkeinginan untuk mengungsi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebagian warga Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang berada di luar radius 5 kilometer dari Gunung Merapi kini mulai mengajukan permintaan mengungsi. Permintaan tersebut dipicu kecemasan dan kekhawatiran bahwa erupsi yang terjadi tahun ini, adalah erupsi besar sama seperti yang terjadi di tahun 2010.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edy Susanto mengatakan, permintaan mengungsi tersebut datang dari Desa Keningar, Kecamatan Dukun, dan dari beberapa dusun di Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, di luar tiga dusun, yang saat ini sebagian warganya sudah mengungsi di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan.
”Warga dari dua wilayah ini mendesak untuk segera mengungsi karena mereka merasa sangat takut dan masih trauma akan peristiwa erupsi besar yang terjadi di tahun 2010,” ujarnya, Sabtu (7/11/2020).
Berdasarkan permintaan, jumlah warga Desa Keningar yang diajukan untuk segera mengungsi terdata mencapai sekitar 200 orang. Warga dari desa yang berjarak 7,6 kilometer dari Gunung Merapi tersebut dijadwalkan untuk dievakuasi pada Minggu (8/11/2020) ke lokasi pengungsian di Desa Ngrajek, Kecamatan Mungkid.
Adapun jumlah warga dari beberapa dusun di Desa Krinjing belum mengajukan secara pasti jumlah yang akan mengungsi. Namun, mereka pun direncanakan juga akan tetap ditempatkan di Desa Deyangan, mengisi sejumlah gedung, fasilitas yang tersedia seperti sekolah.
Berdasarkan pemetaan resiko bencana dari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), ada daerah di Kabupaten Magelang termasuk dalam wilayah rawan bencana karena berada dalam radius 5 kilometer dari Gunung Merapi. Daerah itu terdiri dari sembilan dusun yang tersebar di tiga desa di Kecamatan Dukun.
Sabtu (7/11/2020), total jumlah pengungsi yang pada Jumat (6/11/2020) terdata mencapai 607 orang, bertambah menjadi 635 orang. Tambahan 28 orang tersebut berasal dari Desa Ngargomulyo dan Desa Paten. Sama seperti 607 orang yang telah mengungsi sebelumnya, 28 orang tersebut juga berasal dari kelompok rentan. Adapun kelompok rentan yang dimaksudkan terdiri dari warga lanjut usia (lansia), difabel, ibu hamil dan menyusui, anak-anak, serta warga yang menderita sakit.
Warga dari dua wilayah ini mendesak untuk segera mengungsi karena mereka merasa sangat takut dan masih trauma akan peristiwa erupsi besar yang terjadi di tahun 2010.
Jika sebelumnya hanya ada empat lokasi pengungsian, saat ini ada tujuh lokasi yang telah menampung pengungsi. Selain balai desa, fasilitas lain yang dipakai sebagai lokasi pengungsian antara lain gedung milik salah satu organisasi, partai politik, hingga lapangan futsal.
Berdasarkan data yang diterima dari BPPTKG, aktivitas vulkanik Gunung Merapi hingga saat ini masih terus cenderung meningkat. Deformasi gunung yang semula hanya sekitar 11 sentimeter per hari saat ini sudah mencapai 12 sentimeter per hari.
Ismail, Kepala Desa Krinjing di Kecamatan Dukun, mengatakan, sejak Gunung Merapi ditetapkan berstatus siaga pada Kamis (5/11/2020), hampir setiap hari dia dan warga Desa Krinjing mendengar suaga gemuruh dari gunung. Desa Krinjing berjarak sekitar 5 kilometer dari Gunung Merapi.
Kendatipun tidak panik, Ismail mengatakan, warga yang masih bertahan tinggal di desa saat ini telah siap untuk mengungsi kapan saja diperlukan. ”Kami di desa hanya tinggal menunggu komando untuk turun,” ujarnya.
Suprimah (32) adalah salah satu warga di Desa Paten, Kecamatan Dukun, yang saat ini masih tinggal di rumah. Selain karena belum diinstruksikan untuk mengungsi, dia merasa harus tetap tinggal untuk keperluan menjaga rumah dan merawat 2 lembu. Adapun istri dan putrinya kini telah mengungsi di Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan.
Walaupun mengaku tidak takut, Suprimah mengatakan, dirinya tidak tenang dan sering tidak bisa tidur nyenyak tidur karena beberapa kali mendengar suara gemuruh dari Gunung Merapi.
”Saya tidak bisa tidur karena suara gemuruh itu secara otomatis membuat saya merasa harus tetap siaga,” ujarnya.