Karawang Menanti Bukti, Bukan Janji, Apalagi Mimpi
Kabupaten Karawang semakin dituntut piawai menyeimbangkan titel lumbung pangan nasional sekaligus sentra industri. Harmonisasi keduanya menjadi tantangan yang harus ditaklukkan pemimpin Karawang kelak.
Kabupaten Karawang semakin dituntut piawai menyeimbangkan titel lumbung pangan nasional sekaligus sentra industri. Harmonisasi keduanya menjadi tantangan yang harus ditaklukkan pemimpin Karawang kelak.
Di Jawa Barat, Karawang adalah raksasa industri. Pada tahun 2019, tercatat hidup 1.003 unit. Namun, bukan perkara mudah bagi Adi (40), warga Kutawaluya, Karawang, untuk mengais rezeki dari salah satu di antaranya. Sejak Juni 2020, dia kehilangan pekerjaan. Lamarannya ke beberapa perusahaan tak berbalas.
”Setelah kirim lamaran, saya dihubungi lewat telepon. Kata mereka, umur saya sudah lewat (tua). Mereka mencari karyawan berusia muda. Susah banget ya cari kerja,” ucap Adi.
Penolakan itu jelas menyakitkan bagi ayah dua anak ini. Namun, ketimbang tak berpenghasilan, ia nekat berwirausaha. Bermodal sepeda motor, ia menjadi tukang sayur keliling
Adi adalah satu dari ribuan orang di Karawang yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19. Nasib mereka tidak menentu dihajar segala ketidakpastian di tahun ini.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kabupaten Karawang Abdul Syukur mengatakan, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per 11 September 2020, mantan karyawan yang sudah mencairkan jaminan hari tua di cabang Karawang sebanyak 21.665 orang. Angka tersebut setidaknya menunjukkan jumlah orang yang kehilangan pekerjaan periode Januari 2020-September 2020.
”Hampir semua perusahaan mengurangi jumlah karyawan. Permintaan produk turun drastis. Belum ada kepastian kapan bakal normal seperti semula,” kata Syukur.
Baca juga: Kawasan Industri di Karawang Kembali Picu Kluster Baru Covid-19
Ketat
Di tengah kondisi serba sulit, puluhan ribu orang itu rentan menambah jumlah pengangguran di Karawang. Persaingan mencari kerja juga akan kian ketat. Padahal, jauh sebelum ada pandemi Covid-19, jumlah pengangguran sudah tinggi. Di tahun 2019, ada 107.723 orang tanpa pekerjaan di Karawang. Angka itu lebih rendah dibandingkan tahun 2015, 113.693 orang.
Deden (27) merasakan persaingan berat itu. Lebih dari 20 perusahaan sudah dilamar warga Karawang Barat itu sejak lulus SMA tahun 2012. Ia tak ingat berapa uang yang telah dikeluarkan demi mendapatkan kata setuju. Biaya itu mulai dari fotokopi berkas, amplop, hingga ongkos transportasi.
Dia akhirnya mendapatkan pekerjaan setelah dua tahun penuh penolakan. Dia bekerja sebagai karyawan kontrak bagian produksi di perusahaan otomotif. ”Ketat sekali persaingan kerja di Karawang,” katanya.
Akan tetapi, dia tak lama di perusahaan itu. Kontraknya berakhir tahun 2019 dan tidak diperpanjang. Akibatnya, dia harus kembali turun ke jalan mencari pekerjaan. Kali ini, persaingan tidak berjalan lebih mudah, tetapi justru semakin ketat. Hingga tahun ini, tak ada lamaran yang ia kirimkan berbalas bahagia.
Selama berharap, ia bekerja serabutan. Mulai dari berjualan kerupuk, buah-buahan, dan beternak bebek, ia lakoni. Modal usahanya didapat dari saudara dekat. Keinginan pinjam ke bank tak tembus karena tidak memiliki jaminan.
Lama belum mendapatkan pekerjaan layak, Deden lelah berharap pada industri. Persaingan ketat, status tenaga kerja yang tidak jelas, dan kendala usia selalu menjadi bayang-bayang kelam. Terlebih, kini banyak pabrik juga nasibnya berantakan akibat kewalahan menghadapi pandemi.
Ke depan, Deden berharap pemimpin Karawang memikirkan nasibnya dan buruh lainnya. Apabila tidak bisa bekerja di pabrik, setidaknya ia ingin ada peluang lain yang bisa dimanfaatkan.
”Saya ingin bertani tetapi bingung harus memulainya. Apalagi, saya tidak punya lahan dan modal. Saat ini, sedang mencari info bagaimana mengelola padi sawah dari petaninya langsung,” ujar Deden.
Baca juga: Ratusan Hektar Sawah di Karawang Terancam Kekeringan
Stigma
Hidup bergumul dengan lumpur di bawah terik matahari, ironisnya membuat pertanian kerap dijadikan pilihan akhir anak muda Karawang. Bisa jadi, rendahnya minat mengembangkan pertanian juga yang memicu kecilnya kontribusi pertanian terhadap perekonomian daerah.
Pada 2019, sektor pertanian dan perikanan hanya berkontribusi 3,95 persen terhadap produk domestik regional bruto. Sementara, sektor industri pengolahan berkontribusi hingga 70,72 persen.
Padahal, sejak lama Karawang dikenal sebagai lumbung pangan nasional. Sekitar 54 persen dari total wilayah Karawang berupa lahan pertanian padi sawah. Bahkan, di Jabar, pertanian tetap berdiri perkasa saat pandemi.
Berdasarkan catatan Kompas, pertanian hortikultura di Jabar meningkat 7,64 persen secara year on year selama pandemi Covid-19. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar Dadan Hidayat menambahkan, Jabar menjadi salah satu sentra produksi pangan nasional dan menjadi sektor yang dapat menyelamatkan perekonomian di tengah pandemi.
Akan tetapi, tak selamanya pertanian kehilangan peminat. Manisnya jadi petani sudah dicicipi Dede Kurniawan (25), asal Desa Muara, Kecamatan Cilamaya Wetan. Bergelar sarjana pertanian dari Jurusan Agroteknologi Universitas Singaperbangsa Karawang, Dede jadi petani sejak 2015. Tak hanya padi sawah, dia juga menanam buah melon jenis Rock F1.
Beberapa orang mencibir dia karena gelar sarjana tidak dipakainya untuk melamar ke industri. Namun, bagi Dede, ilmu yang didapat selama kuliah tetap bermanfaat di sawah untuk meningkatkan produksi. Bahkan, dia membagikan ilmu itu kepada petani yang lebih tua darinya. Semua gratis, tanpa biaya.
Kerap kali, dia mengajak teman sebaya menekuni bidang pertanian. Namun, tidak semua disambut baik meski ada yang menerima dengan tangan terbuka. Stigma terjun ke sawah dan menjadi petani masih melekat kuat.
Baca juga: Jumlah Pencari Kerja di Karawang Tinggi, tapi Lowongan Pekerjaan Minim
Deden mengatakan, anak muda kerap bingung bagaimana memulainya. Ditambah, tidak semuanya memiliki akses modal dan lahan. Dia juga mengatakan, pengembangan sektor pertanian bukan hanya perihal peningkatan produksi. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang mengolahnya juga sangat dibutuhkan.
”Ke depan, keberlangsungan sektor ini ada di tangan kaum muda,” kata Dede yang mengantongi puluhan juta per bulan dari hasil pertanian sawah dan kebunnya.
Minimnya regenerasi petani jelas menimbulkan kegelisahan terhadap produksi pangan di masa depan. Berdasarkan hasil survei pertanian antarsensus tahun 2018 oleh BPS, mayoritas petani utama berada pada usia 45-54 tahun, yakni 7,8 juta orang atau 44 persen.
Selanjutnya, diikuti usia 35-44 tahun (6,6 juta petani), usia 25-34 tahun (2,9 juta petani), dan usia di bawah 25 tahun (273 ribu petani). Dinas Pertanian Karawang mencatat, jumlah kelompok petani muda hanya sekitar 17 unit. Sementara itu, kelompok dewasa mencapai 2.230 unit.
Berharap lagi
Berdasarkan dokumen visi, misi, dan program yang terdapat dalam laman KPU Kabupaten Karawang, seluruh pasangan calon menyinggung peningkatan sektor pertanian dan industri. Namun, tidak semua pasangan calon memaparkan secara detail permasalahan, rencana program, dan target riilnya.
Dalam visi-misinya, pasangan Yesi Karya Lianti-Ahmad Adly Fayruz mendorong terwujudnya masyarakat sejahtera, mandiri melalui pembangunan dan pengembangan pada sektor pertanian, perindustrian, serta sektor produktif lainnya. Mereka juga mendukung pemerataan tenaga kerja yang berkualitas dan pembangunan infrastruktur.
Yesi adalah dokter yang kini menjabat Direktur Rumah Sakit Rosela Karawang dan Direktur PT Medyska Suksestama Karawang. Pasangannya, Adly, merupakan bintang layar kaca.
Pasangan Cellica Nurrachadiana-Aep Syaepuloh juga berjanji memperbaiki Karawang. Akselerasi peningkatan nilai tambah pertanian dan perikanan serta pencarian lapangan pekerjaan jadi prioritas.
Cellica adalah petahana. Dia Bupati Karawang periode 2016-2021. Sementara, Aep adalah pengusaha asal Karawang.
Pasangan Ahmad Zamakhsyari-Yusni Rinzani juga ingin mendorong potensi sumber daya alam di sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Mereka bakal mendorong terciptanya SDM yang dapat bersaing di dalam atau luar negeri.
Zamakhsyari adalah anggota DPRD Kabupaten Karawang periode 2009-2014 dan periode 2014-2015. Selanjutnya, dia menjadi Wakil Bupati Karawang periode 2016-2021. Adapun, Yusni merupakan anggota DPRD Kabupaten Karawang periode 2019-2024.
Ragam janji itu seharusnya berubah menjadi bukti saat salah satu pasangan menjabat nanti. Apabila tidak ditepati, artinya membiarkan banyak warga Karawang terus hidup dalam mimpi.
Baca juga: Sebagian Petani di Karawang Kesulitan Dapatkan Pupuk Subsidi