Agroforestri Pangan Diterapkan di Perhutanan Sosial Kalteng
Perhutanan sosial merupakan program pemerintah untuk memanfaatkan hutan untuk kesejahteraan masyarakat. Di Kalteng saat ini, perhutanan sosial mendadak dimasuki program ketahanan pangan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Guna mendukung program pemulihan ekonomi nasional, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencanangkan program agroforestri pangan di lokasi izin perhutanan sosial Kalimantan Tengah. Banyak hutan yang tutupannya masih bagus terancam dibuka dan berdampak pada lingkungan.
Desa Tambak, Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng, merupakan salah satu wilayah yang menerima perizinan perhutanan sosial dengan skema hutan desa. Izin itu diberikan langsung Presiden Joko Widodo pada 2016 dengan luas mencapai 590 hektar atau hampir 600 kali ukuran lapangan sepak bola.
Dari pantauan Kompas, Hutan Desa Tambak memiliki tutupan hutan yang sangat baik. Dalam dua kilometer perjalanan darat di dalamnya terdapat sembilan sarang orangutan liar, di antaranya baru saja ditinggalkan.
Di dalam kawasan hutan desa itu setidaknya terdapat belasan jenis anggrek hutan, kantong semar (Nepenthes), dan satwa liar dilindungi lainnya. Selain itu, kawasan itu juga merupakan tempat warga sekitar mengambil tanaman obat. lokasi tersebut yang nantinya akan dimasuki program agroforestri pangan.
Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa Tambak Afendi mengungkapkan, pihaknya mendapatkan kucuran dana sebesar Rp 1 miliar untuk menjalankan agroforestri pangan untuk lima kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Tiap KUPS mendapatkan dana sebesar Rp 200 juta.
”Kami diminta bikin proposal untuk program pangan katanya, kami buat dan proposal diterima, rencananya nanti akan ditanam sengon, jahe, singkong, dan sayuran,” kata Afendi, Jumat (6/11/2020).
Afendi menjelaskan, setidaknya dari 590 hektar hutan desa itu akan dibuka lebih kurang 10 hektar untuk program pangan. Namun, pihaknya masih memperdebatkan lokasi pembukaan.
”Awalnya diminta di lokasi agak ke dalam hutan, tetapi kami menolak karena hutannya kan masih bagus dan kami ingin membuat obyek ekowisata di dalam itu, jadi mungkin nanti di pinggir saja,” ungkap Afendi.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Bidang Perhutanan Sosial Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah Ihtisan. Ia menjelaskan, setidaknya terdapat 34 unit izin perhutanan sosial yang mendapat kucuran dana itu untuk membantu memulihkan perekonomian masyarakat pada masa pandemi Covid-19.
”Kalau Kementerian Pertanian kan melalui lumbung pangan itu, kalau KLHK, ya, melalui agroforestri di perhutanan sosial. Tujuannya perekonomian,” kata Ihtisan.
Ihtisan menambahkan, program pemulihan ekonomi itu di Kalteng akan dilakukan di dua wilayah, yakni Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau, bagi penerima izin perhutanan sosial. Semua program itu memang diarahkan ke agroforestri untuk ketahanan pangan.
”Setiap unit nanti akan didampingi pendamping mulai dari persiapan lahan, pembuatan blok, hingga pemanfaatannya sehingga terdapat proses monitoring dan evaluasi,” ungkap Ihtisan.
Hingga kini, dalam skema perhutanan sosial pemerintah sudah memberikan 151 izin pengelolaan yang diberikan kepada masyarakat di Kalteng. Rinciannya, 28 hutan desa dengan luas 79.531 hektar, 69 unit izin hutan kemasyarakatan (68.107,99 hektar), 51 hutan tanaman rakyat (57.640 hektar), dan 1 hutan adat dengan luas hanya 102 hektar. Sehingga total luas perhutanan sosial di Kalteng mencapai 205.381,95 hektar.
”Dalam satu unit izin itu, ada dua blok minimal, blok lindung dan blok pemanfaatan, nah program ini akan menggunakan blok pemanfaatan,” kata Ihtisan.
Melihat hal itu, pengamat lingkungan Kalteng, Fatkhurohman, khawatir jika semua program perhutanan sosial dimasukkan program pangan akan berdampak pada lingkungan apalagi di dua kabupaten tersebut merupakan kawasan gambut. Selain itu, akan banyak aturan yang juga bakal dilanggar.
”Dari ratusan izin yang diberikan melalui skema perhutanan sosial, persoalan pembuatan blok lindung dan budidaya itu belum tuntas. Jangan sampai ada hutan jadi kolam, jadi kebun singkong, tapi statusnya lindung,” ungkap Fatkhurohman.
Fatkhurohman menambahkan, perencanaan dari program pemulihan ekonomi di bidang kehutanan dibuat dalam waktu yang begitu singkat. Menurut dia, perencanaan menjadi hal penting karena banyak kawasan hutan merupakan kubah gambut atau habitat satwa liar dilindungi.
Dari ratusan izin yang diberikan melalui skema perhutanan sosial, persoalan pembuatan blok lindung dan budidaya itu belum tuntas. Jangan sampai ada hutan jadi kolam, jadi kebun singkong, tetapi statusnya lindung
”Perencanaanya sudah gagal, artinya mereka merencanakan kegagalan. Kalau program ini dipaksakan selain target tidak tercapai, aturan dilanggar, dampak liingkungan juga terjadi,” ungkap Fatkhurohman.