Selama 2017-2019, FKL mencatat kasus perburuan terhadap satwa lindung sebanyak 1.617 kasus. Selain itu, tim patroli FKL menemukan 1.945 jerat yang dipasang pemburu di kawasan Leuser.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Praktik perdagangan dan pemeliharaan satwa hingga perusakan habitat terus menebar ancaman bagi keberlangsungan hidup satwa lindung di hutan Leuser, Aceh. Jika kondisi ini tidak dihentikan, keberadaan satwa kunci di Leuser terancam punah.
Hal itu mengemuka dalam diskusi daring Inisiatif Perlindungan Satwa di Kawasan Ekosistem Leuser, Kamis (5/11/2020). Diskusi ini digelar oleh Katahati Institute. Adapun pembicara adalah aktivis Forum Konservasi Leuser (FKL), Tezar Fahlevi; Direktur Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangutan Information Centre (OIC) Fransisca Ariantiningsih; dan pemilik Leuser Coffee, Danurfan.
Selama 2017-2019, FKL mencatat kasus perburuan terhadap satwa lindung mencapai 1.617 kasus. Selama tiga tahun itu pula tim patroli FKL menemukan 1.945 jerat yang dipasang pemburu di kawasan Leuser. Tim patroli FKL juga menemukan 487 kamp pemburu dan mencatat 121 pemburu di kawasan Leuser.
”Banyak pemburu datang ke Leuser, menargetkan harimau, rangkong, dan lainnya. Kami melakukan patroli dan menemukan banyak jerat di Leuser,” kata Tezar.
Tezar menambahkan, FKL menurunkan tim patroli sebanyak 26 kelompok. Mereka menjelajahi setiap sudut hutan Leuser. Tim FKL merekam kerusakan hutan dan perburuan satwa lindung. Jika perburuan dan perusakan hutan tidak dihentikan, kehidupan satwa lindung kian terancam.
Kami menemukan orangutan terjebak di lahan yang sudah terbuka, sangat sedih rasanya.
”Penebangan liar mengusik kehidupan satwa liar. Konflik karena rumah satwa dirusak. Kami menemukan orangutan terjebak di lahan yang sudah terbuka, sangat sedih rasanya,” ujar Tezar.
Fransisca Ariantiningsih menuturkan, masih ada praktik memelihara satwa lindung juga menjadi ancaman serius. OIC beberapa kali menemukan orangutan dipelihara oleh warga.
Sejak 2012 hingga 2020, OIC bersama mitra melakukan evakuasi orangutan sebanyak 208 individu. Orangutan yang dievakuasi itu tersebar di Aceh dan Sumatera Utara. Sebagian disita dari warga dan sebagian dievakuasi dari alam ke habitat yang lebih baik.
Fransisca mengatakan, orangutan kian terancam karena perburuan. Dia mencontohkan peristiwa penembakan terhadap satu ekor orangutan Hope pada 10 Maret 2019 di Kota Subulussalam, Aceh. Satwa lindung itu ditembak dengan puluhan peluru senapan angin. Saat ditemukan, orangutan itu kritis, luka sekujur tubuh, dan matanya mengalami kebutaan.
Kemudian pada 9 September 2020 pihaknya juga mengevakuasi satu ekor orangutan di Aceh Selatan. Orangutan itu mengalami luka pada tangan kanan dan matanya rusak.
”Kasus itu hanya dua contoh kasus yang menjadi gambaran betapa kehidupan orangutan sangat terancam,” ujar Fransisca.
Sementara itu, pemilik kedai Leuser Coffee, Danurfan, mengatakan, sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan dan satwa lindung, setiap penjualan kopi di kedainya sebesar Rp 2.500 disumbang untuk konservasi. Pada bungkusan kopi Leuser dibubuhkan gambar harimau, gajah, badak, orangutan, dan penyu sebagai bentuk kampanye perlindungan satwa.