Daya tarik wisata Mandala Suci Wenara Wana, atau Monkey Forest, Ubud, Kabupaten Gianyar, secara resmi kembali dibuka, Kamis (5/11/2020). Pengelola ataupun pengunjung obyek wisata diimbau menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·4 menit baca
GIANYAR, KOMPAS — Setelah tujuh bulan ditutup lantaran dampak pandemi penyakit akibat virus korona baru atau Covid-19, daya tarik wisata Mandala Suci Wenara Wana yang lebih dikenal sebagai Monkey Forest, Ubud, Kabupaten Gianyar, secara resmi kembali dibuka, Kamis (5/11/2020). Baik pengelola maupun pengunjung obyek wisata diimbau menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 demi keamanan dan kenyamanan berwisata.
Pembukaan kembali daya tarik wisata Monkey Forest Ubud, Gianyar, ditandai pemotongan untaian bunga oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang didampingi pihak pengelola obyek wisata, pengurus Desa Adat Padangtegal, tokoh puri di Gianyar, dan sejumlah undangan.
Turut hadir, antara lain, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Bali Umar Ibnu Alkhatab, dan Ketua Bali Tourism Board (BTB)/Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana.
Sebelum meresmikan pembukaan kembali obyek wisata Monkey Forest Ubud, Wakil Gubernur Bali yang akrab disapa Tjok Ace mengingatkan semua pihak agar bersama-sama mengupayakan pencegahan penyebaran dan penularan penyakit Covid-19. Tjok Ace menyatakan, kondisi pandemi Covid-19 di Bali menunjukkan tingkat kesembuhan yang semakin membaik sehingga diperlukan upaya bersama menjaga kondisi tersebut agar kasus Covid-19 tidak kembali melonjak naik.
”Kita semua berharap pariwisata Bali kembali pulih,” kata Tjok Ace. Menurut Tjok Ace, upaya membangkitkan denyut pariwisata juga harus dibangun dengan kesadaran menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Pemulihan pariwisata Bali dinyatakan akan berdampak luas, termasuk terhadap pemulihan ekonomi Bali.
General Manager Monkey Forest Ubud Nyoman Sutarjana menyatakan, obyek wisata Monkey Forest Ubud ditutup sejak April 2020 sebagai dampak pandemi Covid-19. Sebelum terdampak pandemi Covid-19, Monkey Forest Ubud mendapat kunjungan hingga 4.000 wisatawan dalam sehari.
Protokol kesehatan
Sutarjana mengatakan, pihaknya tetap merawat dan memberi makan satwa di kawasan Monkey Forest Ubud, utamanya monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang jumlahnya dinyatakan lebih dari 1.100 ekor meskipun obyek wisata tersebut ditutup.
Sutarjana menambahkan, pihaknya sudah melengkapi Monkey Forest Ubud dengan fasilitas protokol kesehatan, antara lain, menyediakan tempat cuci tangan di sekitar kawasan, menempatkan petugas pemeriksa suhu tubuh, dan juga menyediakan sistem transaksi nontunai.
Bandesa (Kepala Desa Adat) Padangtegal, Ubud, I Made Gandra mengatakan, sekitar 200 orang warga desa setempat bekerja di Monkey Forest Ubud. Selain menyerap tenaga kerja setempat, menurut Gandra, obyek wisata Monkey Forest Ubud juga turut menggeliatkan usaha jasa kepariwisataan di kawasan Padang Tegal dan sekitarnya.
”Penutupan Monkey Forest selama pandemi Covid-19 tentu berpengaruh terhadap perekonomian lokal,” kata Gandra. ”Akan tetapi, aspek kesehatan menjadi penting di masa pandemi ini. Pembukaan kembali Monkey Forest tentu didahului dengan kesiapan pengelola dan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan,” ujar Gandra seusai acara peresmian pembukaan Monkey Forest Ubud.
Pembukaan kembali Monkey Forest Ubud dimeriahkan dengan kegiatan jalan pagi karyawan dan pegawai hotel dan homestay dari seputar Ubud dan sekitarnya di kawasan Monkey Forest Ubud. Acara bertajuk ”Morning Walk” dalam rangka pembukaan kembali Monkey Forest Ubud itu digerakkan pihak Asosiasi Hotel Ubud (Ubud Hotels Association/UHA) dengan didukung sejumlah pihak lain, antara lain Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cabang Gianyar dan Ubud Homestay Association (UHSA).
Pembukaan kembali Monkey Forest tentu didahului dengan kesiapan pengelola dan kepatuhan menerapkan protokol kesehatan.
Ekonomi Bali
Ditemui di kawasan Monkey Forest Ubud, Gianyar, Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menyatakan, dirinya optimistis perekonomian daerah Bali pada triwulan III-2020 lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, atau pada triwulan II-2020. Mulai bergeraknya rantai ekonomi Bali dipengaruhi kebijakan dan langkah pemerintah daerah yang membuka kembali Bali sejak Juli 2020.
”Langkah membuka Bali itu tentunya diikuti dengan persiapan-persiapan, termasuk penerapan protokol kesehatan (pencegahan Covid-19),” kata Trisno.
Dalam Berita Resmi Statistik pada Kamis (5/11/2020) tentang pertumbuhan perekonomian Bali triwulan III 2020, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mencatat ekonomi Bali triwulan III-2020 tumbuh 1,66 persen dibandingkan pencapaian ekonomi Bali triwulan II-2020. Produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada triwulan III-2020 tercatat sebesar Rp 55,37 triliun, atau meningkat sekitar Rp 1,02 triliun dibandingkan pencapaian pada triwulan II-2020.
Dengan capaian tersebut, menurut Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Provinsi Bali Kadek Muriadi dalam penyampaian Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Bali secara dalam jaringan (daring), Kamis (5/11/2020), tecermin ekonomi Bali yang secara perlahan kembali berdenyut di tengah tekanan pandemi Covid-19.
Rilis BPS Provinsi Bali juga menunjukkan Bali masih menghadapi tekanan akibat dampak pandemi Covid-19, antara lain, ekonomi Bali yang masih terkontraksi atau mengalami pertumbuhan negatif dibandingkan kondisi ekonomi Bali sebelum masa pandemi Covid-19.
Tantangan lain adalah bertambahnya jumlah penganggur dan berkurangnya jumlah pekerja formal yang dinyatakan dipengaruhi dampak pandemi Covid-19. BPS Provinsi Bali mencatat sekitar 24,69 persen dari jumlah total penduduk usia kerja di Bali sebanyak 3,46 juta orang terdampak pandemi Covid-19.