Penanganan Banjir di Sidoarjo Butuh Kebijakan yang Tepat
Banjir yang melanda Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Sidoarjo, Rabu (4/11/2020), memasuki hari ketiga. Butuh kebijakan yang tepat dan cepat untuk menangani banjir agar warga tak semakin menderita.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Banjir yang melanda Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (4/11/2020), memasuki hari ketiga. Namun, alih-alih surut, ketinggian air justru meningkat karena bersamaan dengan pasang air laut. Butuh kebijakan yang tepat dan cepat untuk menangani banjir agar warga tak semakin menderita.
Pantauan Kompas, ketinggian air di Desa Banjarasri 50 sentimeter (cm). Ketinggian air itu meningkat dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang berkisar 30-40 cm. Naiknya permukaan air itu disebabkan oleh hujan yang masih mengguyur dan diperparah pasang air laut sehingga air berdiam di permukiman warga, tidak mengalir ke sungai.
Data BPBD Sidoarjo menyebutkan, total 630 rumah terdampak banjir dengan rincian 370 rumah di Desa Kedungbanteng dan 260 rumah di Desa Banjarasri. Sebanyak 630 rumah itu tersebar di sembilan rukun tetangga (RT) dengan rincian empat RT di Kedungbanteng dan lima RT di Banjarasri.
”Warga berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasi banjir agar tidak berlarut-larut. Apalagi mayoritas warga memilih bertahan di rumah,” ujar Nurudin (38), warga Banjarasri.
Nurudin mengatakan, dia dan warga lainnya khawatir banjir kali ini seperti yang terjadi pada awal 2020. Saat itu banjir berlangsung hingga empat bulan. Akibatnya, kehidupan masyarakat terganggu, kondisi kesehatan mereka menurun, dan perekonomian warga juga berantakan karena semua usaha tidak jalan.
Warung-warung tidak bisa buka, jasa cuci pakaian juga tidak beroperasi, bengkel las tutup, dan para petani tak bisa menggarap sawahnya. Di tengah pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya terkendali, dampak banjir dikhawatirkan menjadi lebih buruk. Ekonomi masyarakat yang menurun bisa jadi benar-benar hancur.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, pihaknya sudah meminta sejumlah instansi terkait bergerak cepat menangani banjir. Selain BPBD Sidoarjo, Dinas PU Bina Marga dan Sumber Daya Air juga sudah bekerja. Camat, polsek, hingga koramil juga dilibatkan dalam penanganan banjir.
”Harapannya dengan gerak cepat melibatkan berbagai institusi ini, penanganan bencana menjadi lebih optimal. Masyarakat terdampak tidak semakin menderita,” ujar Hudiyono.
Kepala Bagian Kesra Pemprov Jatim itu menambahkan, pihaknya segera meminta laporan sementara hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Tim ini diminta meneliti penyebab banjir di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri.
Warga berharap pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasi banjir agar tidak berlarut-larut. Apalagi mayoritas warga memilih bertahan di rumah.
Dengan mengetahui secara pasti penyebab banjir, pemda bisa menyusun kebijakan penanggulangan secara tepat. Kebijakan yang tepat ini tidak saja untuk meraih keberhasilan, tetapi juga terkait dengan pengalokasian anggaran yang memerlukan pembahasan bersama dengan legislatif.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman mengatakan, pihaknya telah menyiapkan tim kesehatan beranggotakan tujuh dokter. Tim ini akan disebar di posko-posko penanggulangan bencana agar mereka bisa memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Berkaca pada pengalaman banjir sebelumnya, banyak warga yang mulai sakit ketika banjir berlangsung lebih dari tiga hari.
”Umumnya, masyarakat akan mengalami gatal-gatal di sekujur tubuh, terutama kaki, karena terendam air terus menerus. Mereka juga kesulitan menjaga kebersihan badan karena fasilitas air bersih sulit didapat,” ujarnya.
Penyakit lain yang perlu diwaspadai adalah diare, batuk, pilek, dan gangguan tidur. Itu disebabkan karena lingkungan tempat tinggal mereka tidak nyaman. Gangguan kesehatan rentan terjadi pada semua orang, terutama anak-anak dan orang lansia yang daya tahan tubuhnya lemah.
Selain menyiapkan tenaga medis, dinkes juga menyiapkan obat-obatan yang diperlukan. Syaf berencana membuka pelayanan kesehatan rawat inap darurat. Ini untuk mengantisipasi masyarakat yang memerlukan perawatan intensif, tetapi tidak bisa dirujuk ke rumah sakit karena pandemi Covid-19. Apabila dirujuk ke rumah sakit, mereka rentan tertular Covid-19.
Banjir yang melanda Desa Kedungbanteng dan Banjarasri terjadi dua tahun belakangan. Penyebabnya diduga sangat kompleks. Contohnya sungai yang daya tampungnya mengecil karena sedimentasi dan bertahun-tahun tidak dikeruk. Pengerukan sungai dalam upaya menormalkan fungsinya terkendala banyaknya bangunan liar yang berdiri di sepanjang bantaran.
Bangunan liar itu menutup akses alat berat yang akan mengeruk sungai. Upaya membersihkan bangunan liar di bantaran sungai sudah dilakukan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Itu terjadi karena banyaknya jumlah bangunan dan sikap masyarakat yang kurang kooperatif.
Kondisi sungai semakin memburuk karena perilaku mayoritas masyarakat yang menjadikan sungai tempat pembuangan sampah rumah tangga. Penyebab lain, indikasi terjadinya penurunan tanah sebagai dampak semburan lumpur Lapindo.