Dua ASN Tersangka Dugaan Korupsi Pengelolaan Sampah di Purbalingga
Dua aparatur sipil negara di Dinas Lingkungan Hidup dan seorang karyawan SPBU di Purbalingga ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejakaan Negeri Purbalingga. Mereka diduga terlibat korupsi pengelolaan sampah.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURBALINGGA, KOMPAS — Kejaksaan Negeri Purbalingga menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, tahun anggaran 2017-2018, Rabu (4/11/2020). Total kerugian negara mencapai Rp 870 miliar. Dua di antara tiga tersangka adalah aparatur sipil negara.
”Mereka berinisial M, CK, dan SK. Mereka hari ini kami tetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rutan Purbalingga selama 20 hari,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Purbalingga Meyer Simanjuntak di Purbalingga, Rabu.
Meyer mengatakan, tersangka M dan CK adalah ASN. Pada Dinas Lingkungan Hidup Purbalingga, CK menjabat sebagai kepala seksi pengelolaan persampahan sekaligus merangkap pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) pengelolaan sampah.
”M ini selaku staf PPTK sekaligus merangkap bendahara penerimaan yang mengurusi retribusi pelayanan persampahan. Sementara inisial SK itu selaku pihak SPBU yang menjadi rekanan pihak ketiga dari DLH,” kata Meyer.
Menurut Meyer, modus yang dilakukan ketiga tersangka adalah membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak sesuai dengan realisasi. ”Di SPJ itu, nilainya lebih besar daripada yang direalisasikan sehingga timbul selisih pembayaran yang setelah dinominalkan selama dua tahun anggaran mencapai nilai tersebut (Rp 870 juta),” tuturnya.
Meyer menyampaikan, tersangka SK sebagai pihak ketiga adalah penerima uang pembayaran. Namun, ternyata pembayaran yang dilakukan tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk membeli BBM, tetapi dikembalikan lagi ke pihak-pihak itu untuk disalahgunakan.
Modus yang dilakukan ketiga tersangka adalah membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) yang tidak sesuai dengan realisasi.
Selain itu, retribusi sampah juga tidak disetorkan ke kas daerah oleh dua pegawai DLH tersebut. Padahal, sesuai ketentuan, seluruh retribusi yang telah diterima itu disetor ke kas daerah. ”Namun tidak disetor seluruhnya, ada yang dimanfaatkan untuk pribadi. Itu modus penyimpangannya,” ujarnya.
Meyer menambahkan, pada tahap penyelidikan, ada 35 saksi yang diperiksa dan meningkat jadi 46 saksi di penyidikan. Uang kerugian negara itu diduga berputar kepada ketiga tersangka. Namun, bisa dimungkinkan ada tersangka baru tergantung alat bukti. Saat ini fokus penyidik pada pelaku utama.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purbalingga Priyo Satmoko mengatakan, pihaknya menyerahkan kasus ini kepada aparat penegak hukum dan akan kooperatif jika dimintai keterangan.
Berdasarkan catatan Kompas, 13 Maret 2018, Purbalingga mengalami darurat sampah pada 2018. Saat itu, sampah menumpuk dan menggunung di beberapa lokasi di tempat pembuangan sampah sementara di Kabupaten Purbalingga. Lokasi tempat pembuangan akhir atau TPA di Desa Banjaran ditutup pada 28 Februari 2018, sedangkan tempat pembuangan sampah yang baru di Desa Bedagas belum siap.
Pantauan Kompas, Senin (12/3/2018), sampah dibiarkan menumpuk dan dikerubungi lalat di Jalan Jenderal Sudirman dan di sekitar Alun-alun Purbalingga. Sebagian besar sampah itu berupa sampah plastik.
”Kami sudah menyiapkan tempat sampah baru di Bedagas. Namun, setelah kami mengirim sampah ke sana selama tiga hari, warga mengharapkan adanya pengolahan sampah terlebih dahulu,” kata Sigit Subroto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Purbalingga, kala itu.