Tiga Gili Melawan Sepi di Tengah Pandemi
Kawasan tiga gili di Lombok Utara sangat terdampak oleh pandemi. Saat ini boleh dibilang kawasan itu sangat sepi. Meski demikian, pelaku pariwisata di sana terus bertahan, menjaga semangat untuk melawan kondisi itu.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F8fccd567-049d-43d2-880a-38ccaba5eaeb_jpg.jpg)
Suasana Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/11/2020). Saat ini, kegiatan pariwisata di Trawangan, termasuk dua gili lain, yakni Meno dan Air, sudah dibuka kembali. Penerapan protokol kesehatan tetap dilakukan.
Kawasan tiga gili di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, menjadi salah satu destinasi wisata yang sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Dibandingkan pascagempa 2018, pukulan kali terasa amat telak dan juga berat. Namun, tiga pulau elok itu menolak sepi dan terus bertahan melawannya.
Setiap kali gelombang mengempas, kapal Kemajuan Jaya yang akan membawa puluhan penumpangnya ke Gili Trawangan, Sabtu (14/11/2020), sedikit oleng ke kiri dan kanan. Beberapa penumpang berusaha menahan diri agar tidak bergeser atau jatuh dari tempat duduknya.
Baca juga: Pariwisata Gili Trawangan Lombok Menuju Pulih
Ada yang berpegangan, entah pada tiang kapal, ujung papan di bawah tempat duduk mereka, pada lengan teman atau pasangan. Ekspresi tegang tidak bisa disembunyikan dari wajah mereka.
Tetapi tidak semua seperti itu. Banyak juga yang terlihat tenang. Seperti sudah terbiasa dengan situasi kapal yang setiap hari melayani penyeberangan ke Trawangan itu. Mereka malah asyik mengobrol, mengutak-atik ponsel, atau memilih tidur.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F5a0e0ba6-0ed0-438e-b020-87eb9ab73302_jpg.jpg)
Suasana Pelabuhan Bangsal, Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/11/2020). Pelabuhan yang sudah beroperasi kembali ini menjadi salah satu pintu masuk menuju kawasan tiga gili.
Di antara penumpang itu, ada Nuryulia (43) asal Lombok Timur. Siang itu, ia hendak ke Trawangan untuk mengantarkan rumput bagi kuda miliknya. Di bagian tengah kapal, tempat segala jenis barang milik penumpang diletakkan, terlihat dua karung besar berisi rumput.
Menurut Nuryulia, yang tiga kali seminggu ke Trawangan, kuda miliknya digunakan untuk menarik cidomo (semacam bendi), salah satu jenis kendaraan yang diperbolehkan di kawasan gili selain sepeda dan sepeda motor listrik.
Baca juga: Asa Kebangkitan Pariwisata NTB
Selain itu, kuda-kuda tersebut juga untuk kelas atau belajar naik kuda. Biasanya tidak sedikit wisatawan yang mengisi waktu ketika berlibur di Trawangan. ”Tetapi kelas sudah jarang. Bisa dibilang tidak ada,” tutur Nuryulia.
Begitu juga dengan cidomo. Jika sebelumnya dalam sehari dia biasa mengoperasikan dua sekaligus, sekarang hanya satu.
”Kalau cidomo masih dapat pemasukan. Misalnya pagi kosong, sore ada saja yang naik,” kata Nuryulia. Sekali berkeliling dengan cidomo, wisatawan membayar Rp 150.000.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F4ee02aab-44e6-41b4-a6df-cd98f276e391_jpg.jpg)
Para pekerja menaikkan barang ke salah satu kapal yang akan berangkat ke Gili Trawangan di Pelabuhan Bangsal, Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/11/2020). Pelabuhan yang sudah beroperasi kembali ini menjadi salah satu pintu masuk menuju kawasan tiga gili.
Kondisi itu, kata Yuli, tidak lepas dari pandemi. Sejak Covid-19 merebak, Gili Trawangan sepi. Otomatis, pemasukannya dari cidomo turun drastis. ”Kalau sebelum Covid-19, keluar lima jam saja sudah dapat Rp 1,5 juta. Kalau sehari, bisa Rp 6 juta,” kata Nuryulia. Ia ingat betul jika bulan-bulan ini hingga akhir tahun, kawasan gili ramai dikunjungi wisatawan.
Tetap jalan
Menurut Nuryulia, yang sudah belasan tahun di gili, meski sepi, ia memutuskan untuk tetap mengoperasikan cidomo miliknya. Apalagi, ia harus mengupah kusir cidomo yang sekaligus merawat kuda-kudanya di gili.
Baca juga: Ratusan Usaha Jasa Pariwisata di Lombok Ditegus Terkait Protokol Kesehatan
”Kalau ada penumpang, sewanya dibagi tiga. Satu untuk saya, satu untuk sopirnya, dan satu lagi untuk ini, rumput,” kata Nuryulia sambil menunjuk ke dua karung rumput yang dibeli seharga Rp 68.000 per karung.
Itulah yang membuat Nuryulia tetap bersemangat ke Gili. Ia percaya, meski sekarang gili tengah dipukul pandemi, rezeki tetap akan datang bagi siapa saja yang memilih terus bergerak. ”Tidak boleh pasrah. Justru kalau diam itu penyakit,” kata Nuryulia, seraya berdiri begitu kapal Kemajuan Jaya tiba di Trawangan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F0de878bf-99a0-4387-88c8-8954d8221b3a_jpg.jpg)
Suasana kapal berisi wisatawan dan warga yang berangkat menuju Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/11/2020).
Tidak hanya Nuryulia yang berpikir untuk tetap bergerak dalam kondisi serba tak menentu. Para pengelola hotel yang memutuskan tetap buka dan juga berupaya menjaga harapan.
Saihun Hadi (26) juga demikian. Saat kapal Kemajuan Jaya atau kapal penyeberangan lain tiba di Trawangan, ia langsung mendekat. Begitu penumpang turun, dengan penuh percaya diri ia mendekati mereka dan menyodorkan selebaran berisi promosi harga kamar hotel.
Baca juga: Bangkitkan Bersama Pariwisata Senggigi
”Saya sebenarnya guest relation officer atau koordinator relasi tamu. Tetapi sekarang, sejak pandemi merangkap. Kadang di dapur, pelayan, dan seperti ini. Tidak masalah,” kata Saihun seraya menunjukkan selebaran Promo Sepanjang Tahun dari Aston Sunset Beach Trawangan, tempatnya bekerja.
Saihun mengatakan, untuk menarik wisatawan menginap, mereka memberi potongan harga. Jika dalam kondisi normal, harga kamar saja, misalnya, bisa mencapai Rp 900.000, saat ini dijual Rp 400.000 per kamar.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F6fcc93cb-a9b9-4323-8a90-012741d8de25_jpg.jpg)
Penumpang turun dari kapal begitu tiba di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/11/2020). Saat ini, kegiatan pariwisata di Trawangan, termasuk dua gili lain, yakni Meno dan Air, sudah dibuka kembali. Penerapan protokol kesehatan tetap dilakukan.
”Mau bagaimana lagi. Kondisinya memang seperti ini. Harus ada penyesuaian,” kata Saihun.
Hal serupa juga dilakukan The Gili Beach Resort Trawangan. Menurut Manajer Operasional The Gili Beach Resort Hadi Mawardi (44), jika dalam kondisi normal, kamar selalu penuh. ”Bahkan, saya pindahkan ke hotel lain karena di tempat saya penuh,” kenang Hadi.
Baca juga: Tarik Masyarakat, Hotel di Senggigi Tawarkan Pasar Malam Murah hingga Paket Gratis Latihan Selam
Tetapi dalam kondisi pandemi, jauh berbeda. Bulan ini saja baru tiga kali ia menerima tamu. ”Ada tamu lokal juga. Sebelum pandemi, kami hanya menerima wisatawan mancanegara. Sekarang, mau tidak mau,” kata Hadi.
Menurut Hadi, satu vila yang biasanya disewakan per malam hingga belasan juta rupiah untuk maksimal 8 orang, sekarang tak sampai lima juta rupiah. Mereka tidak ada pilihan. ”Tapi seperti hotel yang masih buka di gili, kami tidak cari untung. Lebih untuk menutupi operasional,” kata Hadi.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F5b52f063-deca-4195-8609-8aedae55d14d_jpg.jpg)
Cidomo adalah salah satu angkutan yang diperbolehkan digunakan di Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (14/11/2020).
Menurut Hadi, meski berat, mereka harus tetap beroperasi. Apalagi The Gili Beach Resort Trawangan tidak merumahkan karyawan. Karyawan tetap masuk, tetapi berjadwal. ”Meski ada penyesuaian gaji, mereka tetap menerima,” kata Hadi.
Oleh karena itu, kata Hadi, promosi secara gencar terus dilakukan melalui semua jalur yang ada, baik itu lewat jaringan hotelnya maupun platform media sosial. ”Kita tidak boleh mati dengan kondisi seperti ini. Harus dilawan,” kata Hadi.
Berbagai upaya
Pandemi adalah pukulan kedua bagi kawasan gili setelah gempa bumi 2018. Tetapi pascagempa, kawasan penyumbang pendapatan asli daerah (PAD) Lombok Utara terbesar untuk sektor pariwisata itu tidak butuh waktu lama untuk pulih. Tetapi pandemi berbeda.
Baca juga: Pariwisata Hadapi Tekanan akibat Wabah Covid-19
Kawasan tiga gili mulai merasakan dampak merebaknya Covid-19 sejak pertengahan Maret 2020. Itu diawali dengan eksodus ribuan wisatawan mancanegara yang tengah berlibur di sana.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2F59840e2b-865e-4572-a9f2-5a0ae08fae89_jpeg.jpg)
Kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (18/3/2020), terlihat sepi. Kondisi itu menyusul ditutupnya akses kapal cepat dari Bali ke Gili sebagai langkah antisipasi terhadap merebaknya Covid-19.
Situasi itu dipicu oleh kebijakan Pemerintah Provinsi NTB menutup akses kapal cepat dari Bali ke gili sebagai antisipasi penularan Covid-19. Dalam sekejap, gili sepi dan dampaknya sangat terasa. Semua kegiatan pariwisata di sana perlahan terhenti diikuti gelombang merumahkan karyawan hingga pemutusan hubungan kerja.
Gili, laiknya destinasi wisata lain di Lombok, kian terpukul karena Pemerintah Indonesia juga menutup penerbangan internasional dan domestik. Di NTB, penyeberangan dari Bali ke Pelabuhan Lembar juga ditutup.
Baca juga: Dampak Pandemi Covid-19 Masih Pengaruhi Pariwisata Bali
Harapan muncul ketika konsep normal baru dimulai Mei 2020, termasuk di sektor pariwisata. Pada saat yang sama, penerbangan domestik mulai dibuka untuk masyarakat umum. Begitu juga dengan penyeberangan.
Dibukanya akses membuat kapal cepat dari Bali ke gili kembali beroperasi. Hingga saat ini, masih ada dua perusahaan kapal cepat yang beroperasi.
Meski penumpang kapal cepat tidak sampai 50 orang untuk satu kali kedatangan atau jauh dari normal yang mencapai hampir 1.000 orang setiap hari, tetapi itu tetap memberi napas bagi gili.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F05c8559c-fef4-4fda-b7e6-68f87be52dc4_jpg.jpg)
Suasana Gili Trawangan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, yang terlihat sepi, Sabtu (14/11/2020).
Pada saat yang sama, para pelaku disana juga sepakat untuk menghadapi kondisi. Baik dengan terus berpromosi, juga menggelar kegiatan untuk mengabarkan kepada dunia bahwa gili sudah siap untuk menerima siapa pun kembali.
”Sejauh ini belum ada kasus Covid-19. Penerapan protokol kesehatan terus kami sosialisasikan ke usaha jasa pariwisata di sini. Di samping terus memotivasi mereka untuk tetap semangat menghadapi pandemi,” kata Bripka I Nyoman Dharma Sugita, anggota Polisi Pariwisata Direktorat Pengamanan Obyek Vital (Pamobvit) Kepolisian Daerah NTB yang bertugas di Trawangan.
Baca juga: Penanganan Covid-19 dan Disiplin Protokol Kesehatan Jadi Kunci Pemulihan Pariwisata
Sederet kegiatan juga digelar. Awal juni, pelaku pariwisata yang tergabung dalam Gili Hotels Association (GHA) bekerja sama dengan berbagai asosiasi lain, termasuk masyarakat gili, menggelar Gili Gets Ready for New Normal Tourism. Kegiatan yang terdiri dari bersih-bersih dan pengasapan itu untuk mendukung dibukanya kembali gili oleh pemerintah.
Pada Agustus, pelaku pariwisata di gili juga menggelar perayaan HUT Kemerdekaan Ke-75 RI dengan tema ”Indonesia Bangkit, Indonesia Hebat”. Selama tiga hari, berbagai kegiatan dilakukan untuk menunjukkan semangat hidup kawasan gili.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F41731f33-3709-4884-a5a4-27d822b50979_jpg.jpg)
Wisatawan yang baru selesai berlibur terlihat naik ke kapal penyeberangan umum dan kapal cepat di Gili Trawangan, Sabtu (14/11/2020). Kapal penyeberangan umum itu akan membawa wisatawan atau warga ke Pelabuhan Bangsal. Sementara kapal cepat yang kini beroperasi kembali akan menuju Bali.
Pada 12-13 Desember 2020, Pemerintah Desa Gili Indah bersama GHA dan Sekretariat Nasional Perkerisan Nasional (SNKI) Wilayah NTB akan menggelar Pekenan Dayan Gunung.
Pekenan Dayan Gunung yang diisi dengan bursa keris dan batu permata, lokakarya, pameran dan pasar kerajinan serta kuliner khas Lombok, pasar rakyat, dan pergelaran budaya dan kesenian Lombok Utara.
Baca juga: Ekonomi Pariwisata Sesudah Wabah Korona
”Pandemi membuat kunjungan pariwisata di tiga gili sangat menurun. Oleh karena itu, perlu upaya untuk menarik pasar domestik yang menjadi pasar potensial sekaligus menyesuaikan wisata dengan penegakan protokol kesehatan,” kata Ketua GHI Lalu Kusnawan.
Menurut Kusnawan, saat ini kunjungan ke gili masih sangat jauh dari normal. Namun, itu memberi harapan untuk terus mendorong geliat pariwisata di sana.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2FIMG_20201117_192911_1605667941.jpg)
Ketua Gili Hotel Association Lalu Kusnawan di Mataram, NTB, Selasa (17/11/2020).
Menurut Kusnawan, tidak ada orang (di sektor pariwisata) yang senang saat ini, semua susah. ”Tetapi di antara kondisi itu, saya bersemangat dan saya yakin teman-teman lain juga semangat,” kata Kusnawan.
Tidak hanya pelaku, pemerintah daerah juga tidak tinggal diam. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Lombok Utara Heryanto mengatakan, mereka juga terus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, misalnya Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB untuk mempromosikan gili aman dikunjungi.
Baca juga: Menangkap Pulihnya Pariwisata
”Sejalan dengan itu, kami juga terus berupaya mendorong Lombok Utara bisa masuk zona hijau dengan terus menegakkan protokol kesehatan,” kata Heryanto.
Pandemi memang tidak boleh membuat kita berhenti. Begitu juga dengan kawasan gili, yang terus bergerak melawan sepi.