Eksekusi Rekomendasi Sanksi ASN Tak Netral di Sidoarjo Tunggu Pembahasan
Eksekusi rekomendasi sanksi terhadap aparatur sipil negara Kabupaten Sidoarjo pelanggar netralitas dalam pemilihan kepala daerah 2020 tak kunjung dilakukan. Alasannya menunggu pembahasan di tingkat pemda.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI/AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Eksekusi rekomendasi sanksi terhadap aparatur sipil negara Kabupaten Sidoarjo pelanggar netralitas dalam pemilihan kepala daerah 2020 tak kunjung dilakukan. Alasannya menunggu pembahasan di tingkat pemda yang ditargetkan rampung pekan ini.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan untuk sanksi kategori ringan berupa teguran sudah dijatuhkan karena sesuai dengan kewenangannya. Namun, untuk ASN yang kategori pelanggarannya sedang hingga berat, pihaknya memerlukan rekomendasi dari berbagai institusi terkait seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Kementerian Dalam Negeri.
”Tujuannya tidak lain supaya sanksi yang dijatuhkan nantinya sesuai dengan ketentuan perundangan dan tidak berdasar subyektivitas dari kepala daerah. Jangan sampai juga pemberian sanksi ini nantinya berbuntut pada perkara hukum,” ujar Hudiyono, Selasa (11/3/2020).
Hudiyono beralasan pihaknya ingin menegakkan prinsip kehati-hatian selain mematuhi peraturan perundangan. Hal itu dilakukan karena berdasarkan rekomendasi yang diterima oleh Penjabat Pembina Kepegawaian (PPK), ada ASN yang dijatuhi sanksi berupa pemberhentian sebagai pegawai.
Sementara itu, untuk menekan jumlah pelanggaran netralitas ASN di Sidoarjo, pemda telah membentuk satuan tugas yang akan menggencarkan sosialisasi dan meningkatkan pengawasan. Ada dua kemungkinan terjadinya pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada Sidoarjo.
Kurang memahami
Pegawai tersebut tidak atau kurang memahami tentang peraturan perundangan yang berlaku. Selain itu, pegawai tersebut telah memahami peraturan perundangan, tetapi tetap melanggar sehingga ada unsur kesengajaan. Pengawai yang sengaja melanggar inilah yang patut mendapatkan sanksi berat.
Hudiyono menambahkan pihaknya sering mengingatkan kepada seluruh ASN agar menjaga profesionalitasnya dengan bersiap netral dalam Pilkada 2020. Upaya mencegah pelanggaran netralitas penting untuk membangun birokrasi yang kuat dan mandiri. Birokrasi yang seperti itu akan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Dalam momen pilkada, birokrasi rentan dipolitisasi. Oleh karena itulah netralitas ASN menjadi kunci untuk menjaga tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Sebagai penjabat yang ditunjuk memimpin Sidoarjo selama masa transisi, Hudiyono berkomitmen menjalankan roda pemerintahan sebaik-baiknya.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sidoarjo Ridho Prasetyo menambahkan selama tahapan pilkada berlangsung pihaknya terus melakukan pengawasan terhadap seluruh ASN. Hasil pengawasan itu mengidentifikasi pegawai-pegawai yang terindikasi melanggar. Pihaknya juga sudah memetakan jenis pelanggarannya dan menentukan sanksi sesuai ketentuan.
Sementara itu, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Profesor Agus Pramusinto di Sidoarjo mengatakan pihaknya sudah merekomendasikan sanksi sebanyak 571 kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Rekomendasi sanksi ini beragam tergantung jenis pelanggaran yang dilakukan. Sanksi bagi pelanggaran dengan kategori ringan, misalnya diminta membuat pernyataan secara terbuka untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Sanksi bagi pelanggaran dengan kategori sedang, antara lain penundaan kenaikan pangkat atau penahanan gaji. Adapun sanksi untuk pelanggaran kategori berat adalah dikeluarkan atau diberhentikan sebagai ASN. Rekomendasi sanksi ini seharusnya segera dieksekusi
Surabaya menunggu
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri menegur 67 kepala daerah karena tak kunjung menghukum aparatur sipil negaranya yang terbukti melanggar aturan netralitas dalam pilkada. Salah satu kepala daerah yang mendapat teguran itu adalah Penjabat Bupati Sidoarjo.
Sanksi pun menanti para kepala daerah jika dalam tenggat tiga hari hukuman tidak juga dijatuhkan kepada para aparatur. KASN menduga lambatnya kepala daerah menjatuhkan hukuman karena konflik kepentingan. Namun, menurut Hudiyono, pihaknya lebih menekankan pada prinsip kehati-hatian dalam mengeksekusi rekomendasi tersebut.
Sementara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) menindaklanjuti surat rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara. Surat tertanggal 15 April 2020 tentang rekomendasi penjatuhan sanksi disiplin kepada salah satu ASN yang diduga melakukan pelanggaran netralitas dalam Pilkada yang terjadi di luar wilayah Surabaya.
Sejak menerima surat dari KASN, pemkot langsung menindaklanjuti dan mengajukan surat permohonan balasan kepada KSAN sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi dan sampai hari ini belum ada respons. (Febriadhitya)
Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara mengatakan, surat dari KASN tertanggal 15 April 2020 diterima pemkot 8 Mei 2020. Kemudian ditindaklanjuti pada 19 Juni 2020 dengan mengirimkan surat balasan kepada KASN terkait permohonan laporan data bukti pendukung terkait adanya dugaan pelanggaran ASN.
”Sejak menerima surat dari KASN, pemkot langsung menindaklanjuti dan mengajukan surat permohonan balasan kepada KSAN sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi dan sampai hari ini belum ada respons,” katanya.
Hingga hari ini, Pemkot Surabaya belum menerima surat balasan dari KASN terkait pengajuan data laporan bukti pendukung adanya dugaan pelanggaran itu. Padahal, untuk menjatuhkan sanksi disiplin kepada ASN harus dilakukan dengan prinsip keberimbangan serta mengutamakan asas kehati-hatian. Hal itu telah diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) 53 Tahun 2010 tentang disiplin pegawai.