Pemilih yang Belum Tentukan Pilihan Berpotensi Tentukan Hasil Akhir Pilgub Sulteng
Pemilih yang belum menentukan pilihan untuk Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulteng masih besar. Mereka berpotensi mengubah peta elektabilitas dua pasangan calon.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Jumlah pemilih yang belum menjatuhkan pilihan dalam Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulawesi Tengah masih besar. Dengan sisa waktu sebulan sebelum pemungutan suara, mereka berpotensi menentukan hasil akhir pilkada Sulteng.
Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Sulteng diikuti Hidayat-Bartholomues Tandigala yang diusung Gerindra dan PDI-P serta Rusdy Mastura-Ma’mun Amir yang diusung Nasdem, PKS, PKB, Golkar, Demokrat, PAN, dan Perindo. Daftar pemilih tetap di Sulteng sekitar 2 juta pemilih. Jumlah penduduk di Sulteng 3,1 juta jiwa.
”Masih ada waktu sebulan. Potensinya tergantung apa yang dilakukan (pasangan calon), terutama juga terkait dinamika atau semacam gempa-gempa politik. Apakah ada potensi (untuk kedua pasangan calon), ya, ada. Sisa 30 hari adalah waktu yang lama dalam politik,” kata Faisal Arief Kamil, peneliti Poltracking Indonesia, lembaga survei politik dan demokrasi, dalam rilis peta kekuatan elektoral pasangan calon (paslon) gubernur-wakil gubernur Sulteng di Palu, Senin (2/11/2020).
Survei Poltracking Indonesia dilakukan pada 20-24 Oktober 2020. Survei itu menggunakan metode stratified multistage random samplingdengan derajat kesalahan (margin of error)2,8 persen. Tingkat kepercayaan survei 95 persen.
Dengan 1.200 responden di 13 kabupaten/kota di Sulteng, sebanyak 12,7 persen pemilih belum menentukan pilihannya (undecided voters). Saat ditanya dalam simulasi surat suara bergambar para paslon, mereka belum menentukan pilihan.
Faisal mengatakan, survei tidak memasukkan variabel debat pertama pada Sabtu akhir pekan lalu. Jika hal fenomenal terjadi pada debat, pilihan saja bisa berubah drastis. Debat pasangan calon akan dilakukan hingga tiga kali.
Faisal memastikan, survei tak terafiliasi kandidat tertentu. Pihaknya memegang kredibilitas dan akuntabilitas survei atau riset sebagai kerja ilmiah. ”Kami sudah banyak melakukan survei, baik pemilihan di tingkat nasional maupun lokal sejak 2012,” katanya.
Akan tetapi, ia melanjutkan, jika ada pesanan, angka-angka survei tidak bisa diganggu gugat. Angka-angka tersebut tak bisa diintervensi. Biaya survei dikatakannya murni dari Poltracking Indonesia.
Selain masih lumayan tingginya pemilih yang belum menentukan pasangan calon, survei Poltracking Indonesia mengungkapkan, elektabilitas pasangan Rusdy-Ma’mun 56,8 persen. Tingkat keterpilihan pasangan Hidayat-Bartholomeus 25 persen. Sebanyak 5,5 persen masih merahasiakan pilihannya.
Tingkat elektabilitas pasangan Rusdy-Ma’mun berbanding lurus dengan tingkat elektabilitas masing-masing. Rusdy mengantongi 55 persen dan Hidayat 24 persen. Ma’mun dipilih oleh 51,5 persen responden dan Bartholomues dipilih 20,5 persen.
Perubahan peta elektabilitas pasangan calon masih mungkin terjadi karena cukup tingginya pemilih yang bisa mengubah pilihannya atau masih bingung dengan pilihannya (swing voters), yakni 14,8 persen. Angka itu bisa dimanfaatkan pasangan calon dengan sisa waktu satu bulan ini.
Sebanyak 66,5 persen pemilih sudah mantap dengan pilihannya. Sisanya sekitar 18,3 persen tidak menjawab terkait kemantapan pilihannya.
Direktur Relawan Pasangan Rusdy-Ma’mun, Yahdi Basma, menyatakan, hasil survei yang mengunggulkan jagoannya tidak lantas membuat tim jumawa. Hal itu justru membuat semuanya harus lebih waspada dan ketat menutupi kekurangan. Semuanya dilakukan demi merebut hati rakyat.
”Kami yakin figur pasangan calon yang kompetibel ditambah dengan infrastruktur 10 partai pengusung dan 187 jaringan sukarelawan, kompetisi pada 9 Desember 2020 akan kami menangi sebagai kemenangan bagi masyarakat Sulteng,” ujarnya.
Wakil Ketua Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Sulteng Soraya Sultan menyatakan, survei sah-sah saja dilakukan sebagai kerja ilmiah. Pihaknya menjadikan itu sebagai daya pacu untuk bekerja lebih mantap. Survei bukan harga mati untuk satu pasangan calon karena banyak dinamika dalam memperebutkan hati pemilih.
Mat Banggur (54), warga Kota Palu, menyatakan, dirinya sudah menentukan pilihan. Pilihannya didasarkan banyak hal, antara lain, gagasan dan rekam jejak pasangan calon. ”Saya tidak perlu menjagokan pilihan saya, tetapi saya yakin dengan pilihan itu,” ujarnya.