Gempa Dangkal Sesar Garsela di Jawa Barat Berpotensi Merusak
Gempa yang dipicu aktivitas sesar Garut Selatan atau Garsela di Jawa Barat sering terjadi beberapa tahun terakhir. Gempa dangkal bersumber di darat itu berpotensi merusak bangunan dan memicu gerakan tanah di sekitarnya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gempa bumi dipicu aktivitas sesar Garut Selatan atau Garsela di Jawa Barat yang kerap terjadi beberapa tahun terakhir patut diwaspadai. Meskipun dayanya rata-rata di bawah Magnitudo 5, gempa dangkal bersumber di daratan itu berpotensi merusak bangunan dan memicu gerakan tanah di sekitarnya.
Terbaru, gempa aktivitas sesar Garsela mengguncang Kabupaten Bandung dan sekitarnya, Minggu (1/11/2020) pukul 21.34. Gempa dengan daya M 4 itu berkedalaman 5 kilometer. Pusat gempa terletak pada 21 km tenggara Kabupaten Bandung.
Kepala Subbidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Barat pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Akhmad Solikhin menyebutkan, aktivitas sesar Garsela cukup tinggi. Dalam beberapa kali kejadian gempa, kekuatannya sekitar M 4.
Namun, karena merupakan gempa dangkal dan bersumber di daratan, gempa tersebut tetap berpotensi merusak. ”Bisa merusak karena sumber gempanya dekat. Meskipun ada faktor lain, seperti kondisi geologi di sekitarnya,” ujar Solikhin, di Bandung, Senin (2/11/2020).
Aktivitas sesar Garsela mengingatkan potensi ancaman bencana di kawasan sekitarnya. Oleh karena itu, masyarakat perlu mengenal potensi bencananya. ”Penting bagi warga menyesuaikan dengan potensi (bencana) itu. Misalnya membuat konstruksi bangunan tahan gempa untuk mengurangi risikonya,” ujarnya.
Sesar Garsela terdiri dari dua segmen, yaitu Rakutai sepanjang 19 km dan Kencana 17 km. Lokasinya di sekitar Kabupaten Garut dan Bandung.
Solikhin mengatakan, warga juga perlu melakukan simulasi evakuasi saat gempa. Hal ini untuk melatih kesiapan warga dalam menyelamatkan diri.
Sesar Garsela terdiri dari dua segmen, yaitu Rakutai sepanjang 19 km dan Kencana 17 km. Lokasinya di sekitar Kabupaten Garut dan Bandung. Dibutuhkan pemetaan lebih lanjut untuk mengetahui lokasi lebih rinci.
Sekitar lokasi tersebut merupakan kawasan perbukitan. Guncangan gempa juga berpotensi meningkatkan risiko gerakan tanah atau bencana longsor.
Solikhin menjelaskan, gerakan tanah dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya kemiringan lereng, kondisi geologi, struktur geologi (sesar), dan tata guna lahan. Zona sesar merupakan rupture (hancuran) sehingga ketika didukung kemiringan lereng sedang hingga curam menjadi rentan terhadap gempa.
”Jadi, gempa bisa meningkatkan risiko gerakan tanah. Namun, seberapa besarnya, perlu dilakukan perhitungan dan pemodelan yang memperhitungkan faktor lain,” ujarnya.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa pada Minggu malam berkekuatan M 4 dengan episenter pada koordinat 7,20 Lintang Selatan dan 107,60 Bujur Timur.
Dalam keterangan tertulis, Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah II Tangerang Hendro Nugroho menyebutkan, gempa dirasakan di Kecamatan Pangalengan dengan skala intensitas III Modified Mercalli Intensity (MMI). Guncangan intensitas II MMI dirasakan di Kecamatan Ciparay, Majalaya, dan Baleendah.
Sementara di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, guncangan dirasakan dengan skala I MMI. Sejumlah warga di Kota Bandung juga merasakan guncangan tersebut. Hingga Minggu malam, belum ada aktivitas gempa susulan.