Indramayu dikenal kaya produk pangan hingga minyak bumi. Namun, kemiskinan masih membelit daerah di pantura Jabar ini. Gigitan ”tikus-hama” korupsi masih menjadi tantangan utama.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·4 menit baca
Sebagai lumbung padi nasional, Kabupaten Indramayu justru menjadi salah satu daerah miskin di Jawa Barat. Kandidat pemimpin dituntut membasmi tikus dan hama korupsi, sekaligus memberdayakan beragam potensi daerah.
Yanto (31), petani asal Losarang, Indramayu, kini bisa bernapas lega. Kekeringan tidak melanda sawahnya. Selain karena musim kemarau basah, katanya, Pemilihan Kepala Daerah Indramayu tahun ini ikut melancarkan saluran irigasi di sekitar sawahnya.
”Mafia air yang semula gencet wong tani, sekarang malah bantu wong tani. Biasa, masalah politik,” ucapnya.
Mafia air adalah sebutan bagi mereka yang sengaja meraup keuntungan saat sawah petani kekeringan. Para pelakunya secara tidak resmi ”berkuasa” atas pembagian air dengan memanfaatkan kerusakan infrastrukur pengairan. Pintu air, misalnya, ditutupi balok dan pohon pisang sehingga mudah diatur.
Pada 2018, sejumlah 22.191 hektar dari luas 117.996 hektar sawah di Indramayu belum dialiri saluran irigasi. Dalam catatan Kompas, sekitar 50 persen dari sekitar 90.000 ha saluran irigasi di Indramayu rusak.
Akibatnya panjang dan menyakitkan. Meskipun sudah ada jadwal gilir, petani tetap harus mengeluarkan uang. Di Losarang, misalnya, untuk mendapat jatah air 36 jam, setiap desa harus mengeluarkan Rp 2 juta. Bahkan, jika panen bisa sampai Rp 10 juta per desa. Setiap petani dipatok Rp 100.000 per ha sekali gilir. Mereka terpaksa ikut pusaran perbuatan koruptif para mafia air itu karena khawatir tidak kebagian air.
Tata kelola yang buruk membuat sawah di Losarang sering puso. Musim gadu 2019, Yanto mengalami gagal panen di sawah garapan seluas 2,8 ha. Harapan mendapat 16 ton gabah kering giling sirna. Modal tanam Rp 10 juta menguap begitu saja.
Soal mafia air, Bupati Indramayu Supendi tahun lalu tegas mengatakan, akan menindak oknum aparatnya jika terlibat. Namun, belum juga membuktikan ucapannya, Supendi justru ditangkap Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) terkait proyek infrastruktur, pertengahan Oktober tahun lalu.
Saat itu, ia baru delapan bulan menjabat bupati, menggantikan Anna Sophanah yang mengundurkan diri. Pada September 2016, Anna sempat diperiksa KPK sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi.
Anna merupakan istri mendiang Irianto MS Syafiuddin atau Yance, Bupati Indramayu 2000-2010. Yance pernah terlibat perkara korupsi pembebasan lahan pembangkit tenaga uap di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, tahun anggaran 2004 yang merugikan negara Rp 4,1 miliar.
Yanto berharap calon bupati yang terpilih nanti mampu mengatasi masalah menahun itu. ”Lihat tahun depan saja, kayak gimana hasilnya, ya,” ucapnya.
Meskipun sudah ada jadwal gilir, petani tetap harus mengeluarkan uang.
Janji bersih
Pilkada Indramayu 2020 diikuti empat pasangan calon. Mereka adalah Muhamad Sholihin-Ratnawati (PKB, Demokrat, Hanura, dan PKS), Toto Sucartono-Deis Handika (perseorangan), Daniel Mutaqien Syafiuddin-Taufik Hidayat (Golkar), serta Nina Agustina-Lucky Hakim (PDI-P, Gerindra, dan Nasdem).
Dalam visi-misinya, para kandidat berjanji menghadirkan tata kelola pemerintahan yang bersih dari korupsi. ”Saya akan mengawal dengan e-government. Orientasi maju pilkada itu untuk menjadi abdi rakyat,” kata Sholihin, yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua DPRD Indramayu.
Untuk mencegah korupsi, lanjutnya, pilkada harus bebas dari politik uang. ”Saya nyalon dua kali tidak pernah pakai uang. Jangan memilih karena uang,” kata Sholihin yang hartanya minus Rp 667.024.043 berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara KPK.
Sementara Toto memandang buruknya tata kelola pemerintahan membuat Indramayu tertinggal. Tingkat kemiskinan di daerah berpenduduk 1,7 juta jiwa itu, misalnya, tercatat 11,11 persen tahun lalu. Jauh di atas rata-rata tingkat kemiskinan di Jabar, yakni 6,91 persen.
Selain kemiskinan, Indramayu juga tidak lepas dari problem buruh migran, pernikahan dini, perceraian, hingga perdagangan orang. Padahal, potensi Indramayu luar biasa. Selain menjadi daerah dengan produksi beras tertinggi kategori kabupaten/kota tahun ini, yakni 789.657 ton, Indramayu juga kaya akan potensi perikanan hingga minyak bumi.
”Pemimpin jangan berpikir mengembalikan modal. Kalau mau cari uang, jangan jadi bupati. Kualitas ASN (aparatur sipil negara) juga harus bagus. Tidak ada jual beli jabatan,” kata pengusaha yang sudah tiga kali maju dalam Pilkada Indramayu itu.
Komitmen mencegah korupsi juga diutarakan Daniel, putra Yance-Anna. Ia bakal membuat sistem tata kelola pemerintahan, termasuk anggaran, yang bisa diakses langsung masyarakat.
Daniel menolak anggapan dirinya meneruskan politik dinasti kedua orangtuanya yang berkuasa hampir 20 tahun di Indramayu. ”Ada proses demokrasi berjalan, kompetisi dan seleksi. Kami menjaga ritme untuk meningkatkan IPM (indeks pembangunan manusia) di Indramayu,” kata Daniel mengutarakan alasannya mencalonkan diri.
Adapun Nina berjanji membuat aplikasi respons cepat keluhan masyarakat, termasuk jika ditemukan dugaan korupsi. ”Memang sudah ada layanan satu atap. Tapi, pintu dan jendelanya banyak,” ujar pengacara dan kurator itu.
Putri sulung mantan Kapolri Jenderal (Purn) Da’i Bachtiar tersebut pun akan memberikan sanksi bagi ASN yang tidak melayani publik dengan optimal. Dengan begitu, investor tertarik masuk dan membuka lapangan kerja. ”Warga tidak perlu lagi ke luar negeri menjadi buruh migran,” katanya.
Jangan sampai warga memilih lima menit, tapi menyesal lima tahun.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Wiralodra, Indramayu, Saefullah Yamin menilai, masyarakat perlu mendukung komitmen antikorupsi para kandidat dengan mengawasi dan melihat rekam jejak mereka. ”Jangan sampai warga memilih lima menit, tapi menyesal lima tahun,” ucapnya.
Pilkada menjadi ajang bagi para kandidat membuktikan janjinya agar warga Indramayu tidak seperti ungkapan tikus mati di lumbung padi. Bukan malah memakmurkan ”tikus-hama” perampas uang rakyat.