Malioboro Padat, Banyak Wisatawan Enggan Bermasker
Kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, dipadati pengunjung selama libur panjang akhir Oktober ini. Terciptanya kerumunan orang di kawasan wisata tersebut tak terelakkan. Banyak pula pengunjung yang enggan memakai masker.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, dipadati pengunjung selama libur panjang akhir Oktober ini. Kerumunan orang di kawasan wisata tersebut pun tak terelakkan. Selain itu, masih banyak wisatawan yang enggan mengenakan masker.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Istimewa Yogyakarta (Satpol PP DIY) Noviar Rahmad mengatakan, kepadatan selama libur panjang terjadi pada siang hingga malam hari. Jaga jarak fisik sulit dilakukan akibat padatnya kawasan tersebut.
”Banyak sekali pengunjung yang masuk Malioboro, tidak terprediksi sehingga jaga jarak di sepanjang kawasan itu sering terabaikan. Petugas sudah kami tempatkan, tetapi kewalahan melihat pengunjung yang terlalu banyak,” kata Noviar, saat dihubungi, Sabtu (31/10/2020).
Setiap hari, terdapat 500 petugas yang berjaga di kawasan Malioboro. Para petugas itu terdiri dari Satpol PP Kota Yogyakarta, Satpol PP DIY, Unit Pelaksana Teknis Malioboro, dan dinas perhubungan. Mereka dibagi menjadi tiga jadwal jaga dengan setiap jadwal jaga diisi 150 petugas.
Noviar mengungkapkan, Pemerintah Provinsi DIY tidak mengeluarkan kebijakan khusus untuk membatasi kunjungan wisatawan ke daerah tersebut. Kedatangan wisatawan dipercaya dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, protokol kesehatan masih kerap diabaikan. Kondisi ini memerlukan perhatian khusus.
Selanjutnya, Noviar menambahkan, sejak dimulainya libur panjang pada Rabu (28/10/2020), rata-rata setiap hari terdapat 300 wisatawan yang melanggar protokol kesehatan. Mereka pun dikenai sanksi karena tidak mengenakan masker di kawasan Malioboro.
Para pelanggar protokol kesehatan itu diberi hukuman berupa menyapu jalan atau membersihkan kawasan dari sampah. Sebagian besar pelanggar diketahui masih berusia 20-29 tahun.
”Kalau masker, sebenarnya semua pelanggar itu membawa masker. Tetapi, pemakaiannya tidak benar. Ada yang dikenakan di dagu, ada juga yang justru disimpan di tasnya,” kata Noviar.
Noviar menyampaikan, para pelanggar protokol kesehatan itu banyak yang berasal dari luar DIY, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa timur, hingga DKI Jakarta. Alasan mereka tidak mengenakan masker hanya karena merasa tak nyaman saat bernapas.
”Sejak sebelum masuk ke kawasan Malioboro sudah ada peringatan untuk mengenakan masker dan jaga jarak. Tetapi, petugas kami terbatas. Tidak bisa setiap hari, setiap jam, kami mengingatkan. Saat tak terawasi, itu jadi peluang mereka tidak memakai masker dan tidak jaga jarak,” kata Noviar.
Secara terpisah, Sekretaris Provinsi DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, Pemprov DIY tidak menolak kunjungan wisatawan. Namun, pihaknya menekankan agar protokol kesehatan diterapkan dengan ketat. Kelonggaran dalam penerapan protokol meningkatkan risiko penularan Covid-19. Penutupan destinasi dimungkinkan jika terjadi pelonggaran protokol kesehatan.
Selain itu, Aji menambahkan, hal penting lainnya adalah pencatatan data pengunjung. Sistem pencatatan data itu dapat dilakukan dengan memindai barcode yang sudah disediakan di destinasi wisata.
Pendataan ini untuk memudahkan penelusuran kontak jika suatu saat ditemukan kasus positif Covid-19 dari aktivitas wisata. ”Jika ada pengunjung yang keberatan, silakan ditolak. Tidak diterima untuk masuk ke destinasi karena tidak terdata,” kata Aji.