Langgar Protokol Kesehatan, Demonstrasi Tolak Otsus di Jayapura Dibubarkan
Polisi membubarkan unjuk rasa massa yang menolak otonomi khusus di Jayapura. Aksi tersebut dinilai melanggar protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Aparat kepolisian bersama TNI membubarkan unjuk rasa penolakan pelaksanaan otonomi khusus di Kota Jayapura, Papua, Selasa (27/10/2020). Unjuk rasa yang berlangsung di tiga lokasi itu dinilai telah melanggar protokol kesehatan dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
Unjuk rasa yang digelar mahasiswa dan sejumlah kelompok masyarakat itu berlangsung sejak pukul 08.00 WIT. Massa tersebar di tiga lokasi, yakni depan pintu masuk Universitas Cenderawasih di Distrik Abepura, seputaran Expo Waena, dan Perumnas III Waena.
Kepala Polres Kota Jayapura Ajun Komisaris Besar Gustav Urbinas, saat ditemui di Perumnas III Waena pada Selasa sore, mengatakan, Polresta Jayapura tidak memberikan izin unjuk rasa untuk mencegah terjadinya kerumunan massa. Pertimbangannya, kasus Covid-19 di Kota Jayapura terus meningkat. Kota Jayapura merupakan daerah dengan kasus Covid-19 tertinggi di Provinsi Papua dengan jumlah kumulatif kasus sebanyak 4.614 dengan 78 orang meninggal.
Ia menjelaskan, pihak kepolisian membubarkan unjuk rasa sekitar 30 orang di daerah Expo Waena secara tertib. Sementara di depan kampus Universitas Cenderawasih, lanjut Gustav, polisi membubarkan unjuk rasa sebanyak 15 orang secara paksa. Sebanyak 13 orang dibawa ke Polsek Abepura untuk dimintai keterangan.
Terakhir, upaya aparat untuk membubarkan unjuk rasa di Waena menghadapi penolakan dari massa yang berjumlah ratusan orang. Mereka pun menyerang aparat dengan batu. ”Kami terpaksa menggunakan tembakan gas air mata dan water cannon untuk membubarkan massa. Massa pun kabur meninggalkan lokasi unjuk rasa. Sekitar pukul 14.00 WIT, situasi keamanan kembali kondusif,” papar Gustav.
Menurut Gustav, aparat menemukan sejumlah barang bukti dari hasil razia di sekitar lokasi unjuk rasa di Perumnas III Waena, antara lain berupa batu, busur panah, dan satu bom molotov.
”Dari barang bukti ini terlihat massa di daerah Perumnas III memprovokasi aparat keamanan sehingga terjadi gangguan keamanan. Padahal, kami sudah menempuh cara persuasif hingga berjam-jam agar unjuk rasa dibubarkan,” tuturnya.
Ia pun membantah aparat keamanan melepaskan tembakan yang menyebabkan seorang pendemo terluka. Gustav mengatakan, polisi hanya menggunakan tameng, kayu rotan, water cannon, dan gas air mata.
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay mengatakan, satu orang tertembak dan 13 orang lainnya ditangkap aparat keamanan dalam pembubaran unjuk rasa tersebut.
Menurut dia, pembubaran unjuk rasa damai itu telah melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena adanya penyalahgunaan senjata api.
”Kami meminta Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw agar menginstruksikan jajarannya untuk membebaskan 13 mahasiswa yang telah diamankan dan memberikan sanksi bagi anggota yang menembak salah satu demonstran,” kata Emanuel.