Budidaya Ikan Gabus dan Betok Skala Besar Dikembangkan di Banjar
Budidaya ikan gabus atau haruan dan ikan betok atau papuyu berskala besar mulai dikembangkan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Budidaya itu diharapkan bisa menjaga kestabilan pasokan dan harga ikan di pasaran.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
MARTAPURA, KOMPAS — Budidaya ikan lokal jenis gabus atau haruan dan betok atau papuyu berskala besar mulai dikembangkan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Luas areal budidayanya sekitar 5 hektar dengan konsep kolam alami. Hasil budidaya ikan lokal ini nantinya diharapkan bisa memenuhi tingginya permintaan ikan-ikan tersebut di pasaran.
Selama ini, kebutuhan ikan lokal jenis haruan dan papuyu di Kalsel sangat tinggi. Namun, pasokannya masih kurang sehingga ikan gabus kerap kali menjadi salah satu komoditas pendorong inflasi di Kalsel. Pasokan ikan gabus dan betok selama ini hanya mengandalkan tangkapan nelayan di perairan umum, sungai, ataupun rawa.
Kondisi itulah yang mendorong salah satu pengusaha perikanan di Kalsel, Habib Zulfadli Assegaf atau Habib Zein, bekerja sama dengan Ikatan Bisnis Pesantren (Ibitren) Kalsel mengembangkan budidaya ikan gabus dan ikan betok. Budidaya dilakukan di Desa Tambak Sirang Laut, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalsel Muhammad Fadheli mengatakan, budidaya ikan lokal yang dilakukan di Gambut saat ini merupakan sebuah terobosan dalam budidaya ikan air tawar. Yang dilakukan tidak hanya sekadar pembesaran ikan, tetapi juga pembenihan ikan.
”Kegiatan budidaya ini akan kami pantau terus dan kami dorong untuk lebih intens lagi. Sebab, ini adalah pelopor budidaya ikan lokal yang baik dan diharapkan bisa jadi contoh bagi pelaku usaha perikanan di Kalsel,” katanya saat meninjau lokasi budidaya ikan lokal di Tambak Sirang Laut, Selasa (27/10/2020).
Menurut Fadheli, teknik budidaya ikan lokal dari tahun ke tahun terus berkembang. Hal itu karena beberapa jenis ikan lokal memang sulit dibudidayakan. Teknik budidaya yang dilakukan di Gambut sudah semakin baik karena menerapkan budidaya secara alami. ”Dengan tidak banyak melakukan perubahan pada konstruksi alam, ikan-ikan itu juga bisa berkembang di kolam budidaya,” ujarnya.
Dengan tidak banyak melakukan perubahan pada konstruksi alam, ikan-ikan itu juga bisa berkembang di kolam budidaya.
Habib Zein mengatakan, budidaya haruan dan papuyu berskala besar baru mulai dilakukan pada tahun ini. Ia berani berinvestasi cukup besar karena telah mempelajari teknik budidaya haruan dan papuyu serta mempraktikkannya selama dua tahun. ”Karena sudah berhasil dan prospeknya bagus, kami lakukan budidaya secara besar-besaran,” katanya.
Alami
Menurut Zein, budidaya haruan dan papuyu harus dilakukan secara alami karena ikan-ikan tersebut sulit hidup dan berkembang di luar habitat aslinya. Karena itu, di kolam budidaya, haruan dan papuyu harus dikondisikan seperti hidup di alam. Dengan teknik budidaya seperti itu, ia optimistis budidaya haruan dan papuyu akan berhasil.
”Pada 2021, kami menargetkan bisa memproduksi benih haruan sebanyak 5-10 juta ekor per bulan dari 1.000 kolam indukan. Kemudian, dari kolam-kolam pembesaran diharapkan bisa menghasilkan 2.000-3.000 ton haruan per tahun,” ungkapnya.
Jika target produksi itu tercapai, Zein juga berencana membuat pabrik albumin ikan gabus di lokasi yang sama. Pabrik itu direncanakan bisa mengolah 500-1.000 kilogram ikan gabus per hari sehingga menghasilkan paling tidak 10 liter albumin per hari. ”Kalau itu terealisasi, Kalsel bisa menjadi produsen albumin terbesar di dunia,” ujarnya.
Kepala Dinas Perdagangan Kalsel Birhasani mengatakan, ikan lokal, terutama haruan, selama ini kerap menjadi pemicu inflasi. Pasokannya tidak menentu karena hanya mengandalkan dari alam. Pada musim tertentu, pasokannya bisa melimpah, tetapi bisa juga sangat seret.
Sementara itu, kebutuhan masyarakat Kalsel akan ikan gabus tetap stabil tinggi. ”Dengan adanya budidaya ini, kami berharap pasokan haruan ke pasar tetap stabil dan terjaga sehingga harganya di pasar juga stabil,” katanya.