Kewenangan Penertiban Tak Jelas, Tambang Emas Ilegal Ratatotok Telan Korban Lagi
Pertambangan emas tanpa izin di wilayah Kebun Raya Megawati Soekarnoputri, Ratatotok, berlanjut di tengah ketidakjelasan lembaga mana yang bertugas menertibkan dan menegakkan hukum. Korban terus berjatuhan.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Pertambangan emas tanpa izin di wilayah Kebun Raya Megawati Soekarnoputri, Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, berlanjut di tengah ketidakjelasan lembaga mana yang bertugas menertibkan dan menegakkan hukum. Wilayah pertambangan ilegal itu pun terus merenggut korban jiwa dan luka-luka.
Kepala Media Center Komando Distrik Militer 1302/Minahasa Sersan Kepala Warno Detuage, Senin (26/10/2020), mengumumkan longsor di lokasi pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kebun Raya Megawati Soekarnoputri menewaskan satu orang dan menyebabkan empat lainnya luka-luka. Kelimanya tertimbun di dalam lubang tambang.
Korban meninggal adalah Johny Horohiung (27), sementara empat orang yang selamat adalah Dirman Botutihe (46), Romy Baadu (41), Yasin (38), dan Amoy (30). Dirman harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof dr RD Kandou Manado karena keadaannya kritis, sedangkan tiga lainnya dirawat di RSUP Ratatotok Buyat.
“Kejadiannya Sabtu (24/10) pagi, pukul 05.00 Wita. Setelah ada laporan dari salah satu penambang, babinsa (bintara pembina desa) kami langsung memimpin evakuasi. Menurut laporan koramil (komando rayon militer) setempat, tambang mereka berada di dalam area Kebun Raya Megawati Soekarnoputri,” kata Warno.
Kendati demikian, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemkab Minahasa Tenggara Jani Rolos menyatakan, longsor yang menimpa kelima penambang itu terjadi di luar kawasan kebun raya. Pada 15 Juni lalu, ia sendiri memimpin penutupan PETI di dalam kawasan rehabilitasi bekas situs tambang emas PT Newmont Minahasa Raya (NMR) itu.
Namun, PETI tidak terhenti. Tiga hari kemudian, longsor serupa menewaskan seorang penambang. Pada 21 Juli, seorang penambang tewas, lagi-lagi karena tertimbun longsor di kebun raya seluas 221 hektar tersebut.
Jani mengatakan, Pemkab Minahasa menyarankan penambang untuk tidak lagi beraktivitas di area kebun raya. Jika tidak ingin meninggalkan tambang emas, mereka bisa mengajukan izin pertambangan rakyat di luar kawasan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri.
Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulut Jemmy Mokolensang mengatakan, kegiatan pertambangan dilarang di wilayah kebun raya. Pertambangan di wilayah sekitarnya juga tidak diperbolehkan jika tidak berizin.
Dinas ESDM Sulut sudah pernah mengimbau masyarakat untuk meninggalkan PETI di Ratatotok. Namun, kegiatan tambang tidak juga berhenti. Belum ada pula izin pertambangan rakyat yang diajukan melalui Pemkab Minahasa Tenggara. “Warga sepertinya tetap tergiur meraup untung dari harga emas sehingga susah alih profesi,” kata Jemmy.
Menurut Jemmy, kepolisianlah yang kini dapat menertibkan PETI di Ratatotok. Beberapa penambang telah ditangkap dan diperiksa polisi. Proses hukum disebutnya masih berlangsung hingga awal Oktober.
Hal yang sama dikatakan Koordinator Inspektur Pertambangan Sulut Rendy Wajong. Ia hanya bertugas mengawasi pertambangan berizin, sedangkan PETI dapat ditindak oleh Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu Satuan Reserse Kriminal (Tipidter Satreskrim) Polres Minahasa Tenggara.
Namun, Kepala Satreskrim Polres Minahasa Tenggara Inspektur Satu Muhammad Hasby menyatakan, kewenangan dan tanggung jawab penertiban tambang ilegal tidak dipegang oleh kepolisian, melainkan pemda. Ia juga mengaku tidak tahu adanya proses hukum terhadap beberapa penambang ilegal di Ratatotok. “Siapa yang bilang penertiban (PETI) diserahkan ke kepolisian? Saya tidak tahu. Lebih baik tanya langsung ke kepala kepolisian,” kata Hasby.
Sebelumnya, Rabu (7/10), Kepala Polda Sulut Inspektur Jenderal (Irjen) RZ Panca Putra Simanjuntak menyatakan, kepolisian tidak akan berfokus pada penertiban pertambangan. Menurut dia, tidak semua masalah harus ditangani kepolisian. “Coba tanya (Dinas) ESDM, ada juga PPNS (penyidik pegawai negeri sipil),” kata Panca.
Kapolda Sulut sebelum Panca, Irjen Royke Lumowa, justru memberi perhatian khusus pada pertambangan ilegal. Polda Sulut bahkan sempat meringkus salah satu pendana terbesar PETI di Potolo, Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, pada 11 Mei lalu.
Sementara itu, Kepala Seksi III Manado Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi William Tengker mengatakan, para PPNS di tempatnya hanya akan turun untuk menindak perusak kawasan konservasi jika diminta oleh pemda. “Intinya, kalau diminta, kami akan bantu. Kami juga bisa berkoordinasi dengan kepolisian,” kata dia.
Sementara itu, seorang warga yang tinggal di wilayah sekitar PETI Ratatotok mengatakan, tambang ilegal tak pernah benar-benar berhenti. Isu adanya penambang yang terjangkit Covid-19 pada paruh pertama 2020 sempat mendorong penertiban PETI yang berada di dalam Kebun Raya Megawati Soekarnoputri.
Adapun PETI di luar kebun raya tidak pernah benar-benar dihentikan. Menurut warga tersebut, tambang semakin ramai ketika harga emas mencapai Rp 1,065 juta per gram Agustus lalu. "Benar-benar seperti pasar. Orangnya semakin banyak, terutama di lubang Messel eks PT NMR,” kata dia.
Beredar pula sebuah video yang diunggah pada 11 Agustus lalu di YouTube berjudul "Tambang Emas Ratatotok Minahasa Tenggara Wilayah Kebun Raya atau Ex Newmont". Dalam video itu, ribuan orang tampak memadati area perbukitan. Suara palu tambang yang bertalu-talu beradu dengan bebatuan putih kekuningan.