Masyarakat Pemilih Kunci untuk Memutus Korupsi dan Oligarki di Kalsel
Kontestasi pemilihan kepala daerah menjadi sangat krusial untuk memutus kejahatan korupsi dan oligarki di Kalimantan Selatan. Masyarakat harus menggunakan hak pilihnya secara benar untuk memutus dua kejahatan tersebut.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Kalimantan Selatan tidak lepas dari praktik korupsi dan oligarki. Dua kejahatan yang menggerogoti demokrasi itu sangat terkait dengan kejahatan politik. Kontestasi pemilihan kepala daerah menjadi sangat krusial untuk memutus kejahatan tersebut. Namun, kuncinya tetap berada pada masyarakat yang memiliki hak pilih.
Mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, mengatakan, ada interkoneksi antara kejahatan sumber daya alam di Kalimantan Selatan (Kalsel) dan kejahatan korupsi. Jika ditelusuri, asal-muasal kejahatan korupsi itu adalah kejahatan kontestasi demokrasi lokal atau pemilihan kepala daerah (pilkada).
”Kalau mau memutus oligarki lokal dan kejahatan korupsi, fase paling krusial ada di kontestasi pilkada. Pemilih sangat menentukan apakah kejahatan itu akan terus bertahan di Kalsel,” kata Donal dalam webinar dengan topik Kalsel di Tengah Pusaran Korupsi dan Cengkeraman Oligarki yang diselenggarakan INTEGRITY Law Firm, Jumat (23/10/2020) sore.
Menurut Donal, Kalsel selama ini cukup dikenal sebagai tempat para elite politik lokal dan nasional ”menambang uang”. Mereka mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di sana. Kalsel menjadi tambang uang bagi elite politik. Namun, tambang uang itu hanya memperkaya para elite dan menghilangkan hak masyarakat secara luas.
Karena itu, masyarakat pemilih harus bisa secara jernih melihat persoalan yang ada karena itu sangat menentukan nasib pemerintahan Kalsel ke depan. Masyarakat harus menggunakan hak pilihnya secara benar. ”Yang mesti dilakukan masyarakat adalah menolak politik uang. Kalau tidak, sama saja dengan melanggengkan pelaku kejahatan demokrasi untuk berkuasa,” ujarnya.
Pegiat Antikorupsi yang juga mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, oligarki terjadi ketika kekuasaan berada pada segelintir orang. Mereka menguasai semuanya dan bisa mengatur semuanya dengan uang. Mereka bisa menentukan siapa yang menjadi penguasa, menyuap pemilih, hingga mengatur kebijakan dan keputusan pengadilan.
Kalau mau memutus oligarki lokal dan kejahatan korupsi, fase paling krusial ada di kontestasi pilkada. Pemilih sangat menentukan apakah kejahatan itu akan terus bertahan di Kalsel.
Menurut Febri, pencegahan paling mendasar pada praktik korupsi politik itu juga dilakukan oleh masyarakat. Dalam hal ini, masyarakat punya tanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarganya. Kalau masyarakat lebih memilih orang yang memberikan amplop, mereka menyia-nyiakan serta menzalimi diri sendiri dan keluarga selama lima tahun ke depan.
”Masyarakat sebaiknya tidak memilih calon-calon yang menawarkan uang atau menggunakan politik uang. Sebab, itu adalah awal semua bencana (korupsi dan oligarki) yang akan terjadi ke depan,” katanya.
Menguatkan anarkisme
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan, oligarki punya kaitan dengan pemodal atau pundi-pundi uang. Bisnisnya adalah mempertahankan kekayaan. ”Caranya tidak hanya melalui pemilu atau pilkada, tetapi bisa juga dengan membeli otoritas dengan cara apa pun,” ujarnya.
Menurut Zainal, oligarki bisa lahir karena negara terlalu kuat. Otoritas yang dimiliki negara terlalu besar. Karena itu, cara untuk melemahkan oligarki adalah dengan menguatkan anarkisme. ”Jalan keluarnya bisa lewat anarkisme. Anarkisme itu bukan bakar-bakaran, tetapi bagaimana otoritas negara dikurangi,” katanya.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011-2014, Denny Indrayana, meyakini praktik korupsi dan oligarki juga terjadi di Kalsel yang kaya sumber daya alam. ”Tak ada pengungkapan kasus korupsi bukan berarti tidak ada korupsi di Kalsel. Bisa jadi kekuatan modal (oligarki) telah membuat penegakan hukum tidak berjalan efektif,” kata calon gubernur Kalsel itu.