Utamakan Kearifan Lokal dalam Mitigasi Gempa di Kepulauan Mentawai
Masyarakat Kepulauan Mentawai diharapkan mengutamakan kearifan lokal dan pengalaman dalam mitigasi gempa bumi di tengah keterbatasan alat sistem peringatan dini.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Masyarakat Kepulauan Mentawai diharapkan mengutamakan kearifan lokal dan pengalaman dalam mitigasi gempa bumi di tengah keterbatasan alat sistem peringatan dini. Kesiapsiagaan dan mitigasi bencana yang kuat di tengah masyarakat akan meminimalkan risiko adanya korban jiwa.
Dalam sepekan terakhir, gempa sekitar M 5 berulang kali mengguncang Kepulauan Mentawai. Pusat gempa paling banyak berada di barat daya Pulau Pagai Selatan.
”Kalau (kesiapsiagaan dan mitigasi) tidak (kuat), nanti kita lengah ketika terjadi gempa besar. Paling tidak masyarakat tahu, gempa (dengan karakter) seperti ini harusnya bagaimana (berbuat). Jadi, tidak tergantung peralatan. Dari pengalaman yang ada, mereka bisa menyelamatkan diri agar tidak ada korban,” kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Harmensyah saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).
Bersama rombongan BPBD Sumbar, Harmensyah berkunjung ke Kepulauan Mentawai untuk mengecek kesiapsiagaan serta mitigasi gempa dan tsunami, Kamis (22/10/2020). Kunjungannya ke Kepulauan Mentawai untuk mengecek kesiapan pemda terkait peralatan dan masyarakat dalam menghadapi risiko gempa bumi dan tsunami. Dengan adanya peningkatan aktivitas gempa di Pulau Pagai Selatan, kesiapsiagaan dan mitigasi harus kuat.
Sejauh ini peralatan sistem peringatan dini terkait gempa dan tsunami masih terbatas di Kepulauan Mentawai. Peralatan dan bantuan sistem peringatan dini di Kepulauan Mentawai banyak yang belum berfungsi. Harmensyah mendorong pemerintah daerah untuk memfungsikannya.
”Kalau (pemda) tidak bisa (memfungsikannya), tentunya berkoordinasi dengan pemerintah yang membantu, misalnya dari BMKG, BPPT, dan semua lembaga terkait,” ujar Harmensyah.
Secara terpisah, Kepala BPBD Sumbar Erman Rahman mengatakan, tidak ada persiapan atau antisipasi khusus terkait peningkatan aktivitas gempa di Kepulauan Mentawai. Menurut dia, hal paling penting adalah sosialisasi kepada masyarakat agar tetap waspada, tetapi tidak cemas.
”Tetap gunakan kearifan lokal. Kalau terasa gempa agak keras (dibandingkan biasanya), segera menuju lokasi lebih tinggi tanpa harus menunggu aba-aba dulu dari BMKG atau pemerintah,” kata Erman. Menurut Erman, secara umum masyarakat Kepulauan Mentawai sudah memahami dan terbiasa menghadapi kondisi itu.
Selain sosialisasi, tambah Erman, BNPB dan BPBD juga menyiagakan helikopter di Bandara Internasional Minangkabau untuk evakuasi dan distribusi logistik jika terjadi bencana di Kepulauan Mentawai ataupun daerah lainnya di Sumbar.
Pada 25 Oktober 2010 terjadi gempa bermagnitudo 7,7 dengan kedalaman 20,6 kilometer di laut arah barat daya Pulau Pagai Selatan. Gempa tersebut memicu tsunami di tiga lokasi dengan ketinggian 3-7 meter. Laporan Kompas (3/1/2011) menyebutkan, gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai itu menewaskan 428 orang dan 74 orang lainnya hilang.
Peneliti Pusat Studi Gempa Bumi Nasional, Rahma Hanifa, mengatakan, segmen Mentawai ini memiliki potensi gempa berkekuatan M 8,9, sebagaimana tertera dalam Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 (Kompas, 6/2/2019). Potensi gempa itu dihitung berdasarkan dimensi patahan dan slipe rate dikalikan dengan periode tahun 1797-2017.
27 gempa
Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Geofisika Kelas I Padang Panjang Mamuri mengatakan terjadi 27 gempa dalam periode 16-22 Oktober 2020 di Sumbar dan sekitarnya. Rinciannya, antara lain, tujuh gempa bermagnitudo di atas 5, 15 gempa bermagnitudo 3 hingga 5, dan empat gempa bermagnitudo di bawah 3. Semua gempa itu berkategori gempa dangkal.
Menurut Mamuri, gempa-gempa tersebut umumnya dipicu aktivitas zona subduksi antara lempengan Indo-Australia dan Eurasia serta dipicu aktivitas sistem Sesar Sumatera dan Sesar Mentawai. Dari 27 gempa, tujuh gempa dirasakan.
”Sebagian besar gempa tersebut terjadi di wilayah Pulau Pagai Selatan. Kami mengimbau agar masyarakat selalu waspada. Kita tinggal di daerah rawan gempa bumi,” kata Mamuri.
Kita tinggal di daerah rawan gempa bumi. (Mamuri)
Sebelumnya, Aziz Prima Syahrial (35), warga Desa Malakopa, Kecamatan Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, Senin (19/10/2020), mengatakan, dirinya merasakan gempa-gempa tersebut.
Gempa paling kuat terasa pada Senin itu dengan kekuatan M 5,8 terjadi pada pukul 14.31. Pusat gempa berada di sekitar 33 kilometer arah barat daya Pulau Pagai Selatan. Setelah itu terjadi lagi gempa M 5,7 pukul 14.47 dengan pusat gempa sekitar 32 kilometer arah tenggara Pulau Pagai Selatan.
Saat kejadian, Aziz sedang dalam perjalanan di Desa Malakopa. Sejumlah warga terlihat bergegas keluar bangunan untuk menyelamatkan diri. ”Gempa terasa relatif kuat. Terasa mengayun beberapa detik. Warga sekitar langsung ke luar bangunan,” kata Aziz, Senin siang. Ditambahkan Aziz, meskipun cemas, warga sekitar tidak ada yang mengungsi.