Presiden: Manfaatkan Teknologi Digital dalam Pengelolaan Hutan
Presiden Joko Widodo menyebut, pengelolaan kawasan hutan bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital. Pemanfaatan teknologi itu diharapkan bisa mewujudkan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan konservasi.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyatakan, pengelolaan kawasan hutan bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital. Pemanfaatan teknologi tersebut diharapkan bisa menghasilkan precision forestry, yakni teknologi yang bisa menghitung secara cermat dan tepat pemanfaatan kawasan hutan sehingga tercapai keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan konservasi.
”Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah pemanfaatan teknologi digital dengan mengembangkan precision forestry,” kata Presiden Joko Widodo saat memberi arahan dalam rapat senat terbuka dalam rangka Dies Natalis ke-57 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang disiarkan secara daring, Jumat (23/10/2020), di Yogyakarta.
Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah pemanfaatan teknologi digital dengan mengembangkan precision forestry.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan pidato secara virtual, sementara rapat senat terbuka dalam rangka Dies Natalis Fakultas Kehutanan UGM tetap digelar secara fisik dengan menerapkan protokol kesehatan. Selain Presiden Joko Widodo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga menyampaikan pidato secara virtual dalam acara tersebut.
Saat menyampaikan arahannya, Presiden mengatakan, hubungan antara masyarakat dan hutan telah mengalami evolusi atau perubahan dari waktu ke waktu. Pada masyarakat tradisional, hutan menjadi penyedia kebutuhan dasar, misalnya makanan dan obat-obatan, bagi masyarakat sekitarnya. Pada masyarakat agraris, hutan menjadi area perluasan bagi kegiatan pertanian dan peternakan.
Sementara itu, pada masyarakat industri, hutan berperan sebagai penyedia bahan baku industri. Adapun pada masyarakat pascaindustri, hutan berperan sebagai sumber air bersih, oksigen, dan biodiversitas atau keanekaragaman hayati.
”Kita saat ini memasuki era tarik-menarik yang berkepanjangan antara hutan dalam konsep agraris, konsep industrial, dan konsep pascaindustri,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, kegiatan agraris dan industri yang berbasis hutan masih menjadi sektor ekonomi yang penting. Hal ini tampak dari kontribusi beberapa bidang usaha, misalnya industri kertas, rayon, dan minyak sawit.
”Tetapi, konsep agrarisasi dan industrialisasi sering dikontradiksikan dengan konsep pascaindustri yang cenderung (mengutamakan) konservasi dan konservatif,” tutur Presiden.
Oleh karena itu, dibutuhkan upaya untuk menyeimbangkan kegiatan agraris dan industri berbasis hutan dengan kepentingan pascaindustri atau konservasi. Presiden menuturkan, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menyeimbangkan dua kepentingan itu adalah dengan mengembangkan precision forestry.
Presiden menambahkan, precision forestry dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi digital, kecerdasan buatan, dan analisis berbasis mahadata (big data). ”Dengan bantuan teknologi ini, semangat gabungan antara penggunaan hutan dalam konsep agraris dan industrial tanpa mengorbankan pascaindustri, bisa kita kembangkan,” papar Presiden.
Salah satu solusi yang patut dipertimbangkan adalah pemanfaatan teknologi digital dengan mengembangkan precision forestry.
Secara khusus, Presiden juga meminta Fakultas Kehutanan UGM untuk mencari titik temu antara kepentingan ekonomi dan kepentingan konservasi dalam pengelolaan kawasan hutan. ”Saya mengharapkan Fakultas Kehutanan UGM untuk mencarikan titik temu, mencarikan jembatan. Ini tugas untuk dipelajari dan dikembangkan konsep baru ala UGM,” ujar Presiden.
Kedaulatan pangan
Prabowo Subianto menyatakan, kawasan hutan di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan nasional. Dia menyebut, salah satu sumber daya alam yang penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan adalah sumber daya hutan.
”Lahan hutan dapat menghasilkan aneka ragam pangan, seperti padi, jagung, kacang-kacangan, ubi kayu, dan penghasil material bahan kayu berkualitas premium. Dengan tata kelola yang berkelanjutan, semua material pangan dan kayu dapat dihasilkan dari kawasan hutan secara bersamaan,” kata Prabowo.
Prabowo mengatakan, hutan-hutan tropis di Indonesia yang masih tersisa harus dipertahankan dan dilestarikan. ”Sementara, lahan hutan yang rusak, kritis, dan yang belum dioptimalkan, perlu dimanfaatkan menjadi lahan-lahan produktif, khususnya untuk mendukung kedaulatan pangan nasional,” tuturnya.
Upaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional itu harus menjadi perhatian bersama karena Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) telah memberi peringatan tentang ancaman krisis pangan.
”Sebagaimana kita ketahui bahwa FAO sudah mengeluarkan peringatan bahwa krisis pangan akan melanda dunia karena pandemi Covid-19 dan juga karena memang adanya musim yang tidak bisa diatur atau diprediksi,” ujar Prabowo.
Oleh karena itu, Prabowo memaparkan, Indonesia perlu melakukan langkah antisipasi dengan membuat cadangan logistik strategis nasional. Salah satu upaya membuat cadangan logistik nasional itu adalah dengan pengembangan lumbung pangan baru di luar Jawa.
”Pengembangan lumbung pangan atau food estate di Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Sumatera Utara, dan akan dilakukan di beberapa daerah lain, yang saat ini disiapkan pemerintah, patut disambut baik dan diberi dukungan,” tutur Prabowo.
Prabowo menambahkan, dalam pencanangan pengembangan lumbung pangan itu, Presiden Joko Widodo menggunakan perspektif bidang pertahanan. Hal ini tampak dari penunjukan Kementerian Pertahanan sebagai penanggung jawab pengembangan lumbung pangan.
”Presiden Joko Widodo ingin mengembangkan pertahanan yang kuat berdimensi holistik melalui penguatan pertahanan militer dan nonmiliter sekaligus. Itu artinya pemerintah, dalam hal ini Presiden, semakin menyadari bahwa pemenuhan hak pangan rakyat merupakan masalah strategis, menyangkut jatuh bangunnya sebuah bangsa,” ungkap Prabowo.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Budiardi menyatakan, hutan dan sumber daya hutan harus diposisikan sebagai sistem penyangga kehidupan manusia. Namun, pengelolaan hutan dan sumber daya hutan juga harus memiliki fleksibilitas sehingga bisa mendukung perkembangan peradaban manusia.
Untuk mewujudkan hal itu, Budiardi menuturkan, pihaknya mendukung program perhutanan sosial yang dicanangkan pemerintah. Namun, dia mengingatkan, realisasi dari program perhutanan sosial masih jauh dari target yang diharapkan sehingga manfaat dari program tersebut juga belum tampak secara signifikan.
”Realisasi alokasi lahan perhutanan sosial yang baru 4,2 juta hektar masih jauh dari target 12,7 juta hektar yang direncanakan,” ujar Budiardi.