Penolakan RUU Cipta Kerja Terus Bergulir di Malang Raya
Upaya penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja terus berlangsung di Malang Raya, Jawa Timur. Terakhir, aksi digelar di Kota Batu menuntut hal serupa.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
BATU, KOMPAS — Penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja terus bergulir di Malang Raya, Jawa Timur. Pada Jumat (23/10/2020), belasan mahasiswa yang tergabung dalam Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Malang Raya menggelar aksi di depan Kantor DPRD Kota Batu dan Balai Kota Batu.
Aksi damai ini dikawal ketat aparat keamanan gabungan. Di depan gedung Balai Kota Among Tani, misalnya, aparat berjaga sejak pagi. Mereka membentangkan kawat duri untuk menutup akses masuk ke halaman balai kota. Sebelumnya, peserta aksi mendatangi Kantor DPRD Batu.
Aksi berlangsung mulai sekitar pukul 11.30 hingga shalat Jumat. Mahasiswa bersama polisi bahkan melaksanakan shalat di Jalan Panglima Sudirman.
Dalam orasinya, sejumlah mahasiswa menegaskan dua hal utama, yaitu meminta Presiden membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang dan meminta aparat tidak represif menanggapi hak warga menyampaikan pendapat di muka umum.
Koordinator aksi Ahmad Agus Muin mengatakan, setidaknya ada tiga dampak RUU Cipta Kerja, yaitu masalah perizinan, ketenagakerjaan, serta pertanahan dan perkebunan. Dalam aspek perizinan, misalnya, dicabutnya pasal mengenai kewenangan daerah untuk dikembalikan ke pemerintah pusat dinilai kurang tepat. Kemampuan pemerintah pusat dari sisi akses ke daerah masih terbatas.
Begitu pula pada aspek ketenagakerjaan. Pasal 88 RUU Cipta Kerja menyebutkan, aturan baru ini bertujuan menguatkan perlindungan terhadap pekerja dan meningkatkan peran dalam mendukung
ekosistem investasi.
”Akan tetapi, RUU ini justru tidak mengubah atau membuat peraturan baru terkait pelatihan kerja dan peningkatan kompetensi pekerja. Alih-alih perlindungan pekerja, RUU Cipta Kerja justru membuat pasal ketenagakerjaan terpinggirkan,” katanya.
Di satu sisi, menurut Agus, peraturan baru ini dibuat untuk mengatasi permasalahan regulasi dan pengaturan terkait pembangunan dan investasi. Namun, di sisi lain, RUU ini mensyaratkan 500 aturan turunan. Hal ini berpotensi melahirkan aturan berlebihan dan pengaturan yang lebih kompleks.
Pada kesempatan ini, mereka juga mengkritisi satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, antara lain terkait penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu yang disorot adalah belum tuntasnya penyelesaian kasus pembunuhan aktivitas HAM, Munir Said Thalib.
Kepala Kepolisian Resor Batu Ajun Komisaris Besar Harviadhi Agung Prathama mengapresiasi aksi mahasiswa yang berlangsung kondusif, santun, dan damai. Hal ini berkontribusi pada kondisi keamanan dan ketertiban di Batu. Kali ini, Polres Batu menerjunkan 400 personel gabungan. Dalam rencana awal, peserta aksi disebutkan mencapai 200 orang.
”Saya atas nama kepolisian menyampaikan aspresiasi dan penghargaan terhadap rekan-rekan mahasiswa yang menyampaikan aspirasi secara baik dan santun,” ujarnya