Kualitas Air Waduk Jatiluhur Membaik, Kebogerang dan Lalawak Pun Muncul
Kualitas air di Waduk Jatiluhur menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan sebelum ada program Citarum Harum. Daerah yang mengandung oksigen tinggi kian meluas dan berdampak baik pada kehidupan biota air.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Kualitas air di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, menunjukkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan sebelum ada program Citarum Harum. Daerah yang mengandung oksigen tinggi kian meluas dan berdampak baik pada kehidupan biota air tawar serta kemunculan ikan lokal Sungai Citarum.
Pemantauan kualitas air dan sumber daya ikan di Waduk Jatiluhur dilakukan oleh para peneliti dari Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Riset untuk mengetahui kondisi air dan biota air tawar yang ditemukan sebagai dampak dari Program Citarum Harum.
Program Citarum Harum tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum. Penanganan sungai sepanjang 269 kilometer ini terbagi dalam 23 sektor satuan tugas yang terdapat di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Barat dan ditargetkan rampung pada 2025.
Peneliti dari Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI), Lismining Pujiyani Astuti, mengatakan, hasil pemantauan saat ini di waduk Jatiluhur, lapisan oksigen < 3 mg/L dimulai pada kedalaman sekitar 5- 10 meter. Artinya, oksigen terlarut (DO) sampai dengan kedalaman 5 meter pun masih lebih besar atau sama dengan 3 mg/L (konsentrasi minimum DO agar biota air bisa hidup). Dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, lapisan yang mengandung oksigen < 3 mg/L dimulai pada kedalaman 2-6 meter.
Semakin luas wilayah yang beroksigen tinggi berdampak baik pada biota air tawar. ”Oksigen merupakan salah satu parameter kunci untuk kehidupan biota air. Oksigen terlarut ini berpengaruh terhadap ikan agar dapat bertahan hidup, biasanya di kedalaman 3-4 meter,” ucap Lismining.
Ketua Kelompok Peneliti Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Krismono menambahkan, ikan lokal Sungai Citarum dan ikan introduksi ditemukan di semua titik pemantauan timnya dalam jumlah banyak dan tersebar merata. Menurut dia, ini merupakan indikator dari kualitas air yang baik sebab beberapa ikan khas sempat menghilang dan baru muncul saat ini.
Ada delapan titik pemantauan yang menjadi fokus pengamatan BRPSDI. Ini tersebar di sisi hulu, tengah, dah hilir kawasan Waduk Jatiluhur. Pemantauan sumber daya ikan ini sudah dilakukan oleh Krismono sejak 1981.
Ikan lokal Sungai Citarum biasanya hidup di kedalaman berkisar 0,5 sampai 4 meter. Jika oksigen terlarut di kedalaman tersebut kurang dari 3 mg/L, mereka akan menjauh dan berpindah ke lokasi lain yang kaya oksigen. Sejumlah ikan lokal yang ditemukan timnya adalah Twospot catfish atau biasa disebut oleh warga sebagai kebogerang, ikan famili Cyprinidae atau disebut juga lalawak, dan Butter catfish atau bernama lokal lempuk.
”Berdasarkan hasil pemantauan kami, Program Citarum Harum memberikan dampak baik terhadap kualitas air Waduk Jatiluhur saat ini. Beberapa ikan asli Sungai Citarum sudah mulai menyebar dan merata,” ucap Krismono.
Nelayan jaring dan pancing asal Desa Jatiluhur, Ari (31), mengatakan, belum lama ini dia mendapat ikan lempuk dari hasil menjaring di tengah waduk. Padahal, beberapa tahun lalu ikan ini jarang sekali muncul. Kebanyakan ikan yang didapatnya adalah ikan budidaya, yakni ikan nila dan patin.