Mengorek Benteng Kedung Cowek di Surabaya
Benteng Kedung Cowek di Surabaya, Jawa Timur, telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya. Perlu segera revitalisasi sebagai langkah pelestarian dan pemanfaatan untuk masyarakat.
Berdiri di atap struktur beton yang masih kukuh meski ada beberapa bekas kerusakan gempuran meriam masa silam di tepi Selat Madura, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (27/9/2020). Langit biru dengan sedikit sapuan awan memayungi kompleks Benteng Kedung Cowek dengan pepohonan menjulang dan rindang serta akar yang di beberapa bagian merobek dan menembus dinding tebal.
Angin dari laut mengibaskan bendera Merah Putih. Memandang ke barat, dibatasi perairan Selat Madura, membentang dengan gagah Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura).
Tidak sedikit masyarakat yang datang ketika layar telepon seluler memperlihatkan waktu baru menyalip pukul 08.00. Lima sepeda yang digenjot dari kantor di Jalan Raya Gubeng kemudian disandarkan pada salah satu dinding baluarti tinggalan masa Hindia-Belanda ini.
Di pelataran yang luas, berlarian anak-anak, kalangan warga bersepeda, warung tenda yang sibuk melayani pembeli kudapan dan minuman. Juga ada beberapa anak dan remaja ”mabar” alias main bareng gim perang pada sabak dan gawai. Kami berlima lebih senang menguras kapasitas memori perangkat dengan menjadi subyek sekaligus obyek pemotretan.
Baca juga: Surabaya Hidupkan Benteng Kedung Cowek
Di sela jeprat-jepret kamera telepon seluler, muncul juga rasa penasaran dengan beberapa ruang yang gulita, agak pengap, dan seolah membawa aura kengerian. Di beberapa lokasi, tiba-tiba bulu kuduk merinding dan tubuh gemetar, padahal suasana cerah dan hangat.
Untunglah diri tidak punya kemampuan merasakan dimensi astral. Cukuplah rambut tipis yang berdiri dan senyum-senyum sendiri sambil berdoa semoga perilaku tidak menyinggung ”sesuatu” yang menghuni kawasan benteng di pesisir timur Surabaya tersebut.
Bangunan cagar budaya
Pemerintah Kota Surabaya telah menetapkan Benteng Kedung Cowek sebagai bangunan cagar budaya. Penetapan baterai atau kesatuan serdadu-artileri pesisir (Kustbatterij Kedoeng-Tjowek) di wilayah administratif Kelurahan Kedung Cowek, Kecamatan Bulak, ini berdasarkan pada Surat Keputusan Wali Kota Surabaya nomor 188.45/261/436.1.2/2019 bertanggal 31 Oktober 2019.
Sebelumnya, Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya telah melaksanakan penggalian dan pengkajian data serta pengujian material Benteng Kedung Cowek. Dari sana diketahui kompleks baluarti ini ada bagian yang berusia 105 tahun atau sudah berdiri sejak 1915. Benteng ini berdiri di tepi Selat Madura pada lahan seluas 71.876 meter persegi (m²) dan termasuk dalam wilayah teritorial Komando Daerah Militer V/Brawijaya Distrik 0831/Surabaya Timur.
Kompleks di timur Jembatan Suramadu bagian Surabaya itu memiliki 11 bangunan yang layak dan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB). Kesebelas bangunan mencakup total luas lahan 1.925,4 m². Sejauh ini, Kodam V/Brawijaya mendukung dan menyetujui penetapan Benteng Kedung Cowek sebagai BCB. Angkatan Darat juga akan dilibatkan dalam proses revitalisasi.
Kami berkomitmen melestarian tinggalan-tinggalan masa lalu dengan harapan membawa manfaat dan kebanggaan bagi warga Surabaya. (Tri Rismaharini)
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya Retno Hastijanti mengatakan, pengajuan Benteng Kedung Cowek sebagai BCB telah berlangsung sejak 2015. Namun, baru pada 2019 bisa ditempuh klarifikasi, penggalian, pengkajian, dan pengujian yang merupakan dasar ilmiah untuk penetapan BCB.
Baca juga: Melihat Kondisi Benteng Kedung Cowek
”Di setiap bangunan dalam kompleks benteng itu ternyata masa pembuatannya tidak sama sehingga perlu diteliti dan diuji untuk mengetahui rentang waktunya,” kata Retno. Untuk pengujian materi, tim bekerja sama dengan Laboratorium Beton dan Bahan Bangunan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Hasilnya, umur bangunan berusia setidaknya 105 tahun.
Revitalisasi
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, Benteng Kedung Cowek akan direvitalisasi atau ”dihidupkan” sehingga membawa manfaat bagi masyarakat, terutama dalam pendidikan dan informasi kesejarahan. Namun, sebelum revitalisasi dengan proyek perbaikan dan pengembangan, Benteng Kedung Cowek harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai BCB.
”Kami berkomitmen melestarian tinggalan-tinggalan masa lalu dengan harapan membawa manfaat dan kebanggaan bagi warga Surabaya,” kata Risma yang akan mengakhiri dua periode kepemimpinan pada 17 Februari 2021.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Antiek Sugiharti menambahkan, pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Angkatan Darat untuk membicarakan pengelolaan dan pemanfaatan Benteng Kedung Cowek. TNI AD melalui Kodam V/Brawijaya merupakan pemilik aset dari kompleks tersebut sehingga pemerintah tidak bisa melaksanakan suatu program tanpa koordinasi.
”Kami akan mendukung jika diperlukan perbaikan akses yang menunjang Benteng Kedung Cowek sebagai obyek wisata sejarah,” kata Antiek.
Baca juga: Bersih-bersih Benteng Kedung Cowek
Direktur Sjarikat Poesaka Surabaya Freddy Istanto berpendapat, AD sebagai pemilik aset Benteng Kedung Cowek tentu memiliki kebanggaan tinggi karena penetapan sebagai BCB. Dalam konteks ini, militer punya sumbangan besar pembentukan karakter masyarakat, khususnya di Surabaya yang dikenal sebagai ”Bumi Pahlawan”.
Menurut Freddy, keberadaan Benteng Kedung Cowek memperlihatkan perhatian besar Belanda pada Surabaya sebagai industri pertahanan laut dan perkapalan. Surabaya berposisi strategis sehingga harus dilindungi dan diistimewakan dengan pertahanan laut, antara lain Benteng Kedung Cowek.
Posisi yang menghadap Selat Madura dan saat ini sudah megah berdiri Jembatan Suramadu, kompleks baluarti ini memberikan pemandangan yang ciamik soro atau amat bagus menurut bahasa Suroyoboan.
”Revitalisasi perlu segera ditempuh. Pengelolaan bisa sendiri atau suatu badan kerja sama yang mandiri dan profesional,” kata Freddy.
Status BCB akan membuat Benteng Kedung Cowek memiliki derajat mulia dalam konteks kebudayaan. Masyarakat juga diminta berperan untuk turut menjaga, melestarikan, dan menimba inspirasi. Inilah mungkin yang dimaksud dengan peningkatan kualitas hidup warga kota dari sisi pemenuhan unsur-unsur budaya dan jati diri.
Satu-satunya
Ady Setyawan, peneliti sejarah dan penulis buku Benteng-Benteng Surabaya, mengatakan, secara mandiri telah meneliti Benteng Kedung Cowek hingga menelisik arsip-arsip ke Belanda. Penetapan sebagai BCB bukan tujuan, melainkan awal untuk meneguhkan komitmen melestarian repihan sejarah ”Bumi Pahlawan”.
Benteng Kedung Cowek giat diangkat kembali sejak 2010, antara lain oleh komunitas sejarah Roodebrug Soerabaia. Ady yang memelopori kelahiran kelompok itu terlibat aktif dalam penelitian Benteng Kedung Cowek hingga ke Belanda.
Hasil penelitian mandiri itu kemudian dibukukan dalam Benteng-Benteng Surabaya yang dipublikasikan pada 2015. Selain itu, komunitas rutin datang ke lokasi untuk membersihkan hingga mengadakan acara dengan tujuan mengenalkan kepada masyarakat yang belum mengetahui keberadaan ”mutiara” sejarah itu.
”Benteng Kedung Cowek ini ciamik soro wis, heritage banget, satu-satunya spot Pertempuran Surabaya yang masih utuh sehingga sangat potensial untuk wisata kesejarahan,” kata Ady.
Baca juga: Petisi untuk Penyelamatan Benteng Kedung Cowek
Ady menyarankan pemerintah dan militer untuk menurunkan tim arkeologi guna melaksanakan penelitian dan penggalian lanjutan. Di kedalaman tanah struktur ini diyakini masih ada tinggalan berupa amunisi, potongan bahkan senjata, dan mungkin saja jaringan terowongan rahasia, bahkan kerangka manusia korban pertempuran sepanjang November 1945.
”Semua temuan bisa menjadi materi jika benteng dijadikan museum,” kata Ady.
Jurnalis dan penulis Benteng Benteng Soerabaia, Nanang Purwono, menambahkan, Benteng Kedung Cowek merupakan struktur pertahanan yang wujud fisiknya masih cukup lestari. ”Kedung Cowek ini kalau hancur juga, Surabaya kehilangan aset penting sejarahnya,” ujarnya.
Adapun literatur, koran, dan dokumen lawas mencatat galengan ini merupakan bagian dari rangkaian pertahanan pantai untuk melindungi Surabaya sebagai pusat armada maritim terbesar Hindia-Belanda abad ke-19.
Benteng Kedung Cowek merupakan bagian dari beberapa bangunan serupa yang didesain oleh insinyur militer (Kapitein Genie) H Proper dan dibangun mulai 1899. Proper juga mendesain dan membangun struktur pertahanan serupa di Semamboeng, Oosterkust, dan Kali Dawir.
Menurut buku 10 November ’45: Mengapa Inggris Membom Surabaya? karya Batara Hutagalung, Benteng Kedung Cowek merupakan baterai artileri yang ketika itu dioperasikan oleh sekelompok pemuda dari Sumatera eks-Heiho yang kemudian menamakan diri Pasukan Sriwidjaja untuk menahan gempuran tentara Inggris dan sekutu dalam Pertempuran Surabaya.
Baca juga: Benteng Kedung Cowek Bakal Menjadi Bangunan Cagar Budaya
Para pemuda Sumatera itu sebenarnya baru pulang dari dinas Heiho melawan Sekutu di Morotai. Satu batalyon di antaranya memutuskan tinggal di Surabaya untuk angkat senjata lagi melawan Sekutu, mengingat Surabaya ”panas” sejak Oktober 1945. Mereka bersedia bertempur kembali setelah diizinkan membentuk pasukan sendiri yang dinamai Sriwidjaja meski kebanyakan berasal dari Aceh dan Sumatera Utara.
Dengan gigih dan nekat, dalam Pertempuran Surabaya, mereka meladeni gempuran kapal-kapal perang Sekutu dengan artileri Jepang dan senjata tambahan hasil rampasan dari tangsi Jepang di Morokrembangan yang sudah dikuasai operasionalnya.
Benteng itu akhirnya jatuh pada 27 November 1945 dengan korban setidaknya 200 orang gugur dalam kondisi mengenaskan dan pasukan tersisa yang mundur tidak sempat mengevakuasi jenazah rekan-rekannya.
Upaya mempertahankan Benteng Kedung Cowek itu membuktikan betapa dahsyat, lama, dan mengerikannya Pertempuran Surabaya yang menurut catatan sejarah menewaskan hingga 16.000 pejuang Indonesia dan Sekutu serta memaksa 200.000 warga mengungsi.