Kabupaten Sabu Raijua di NTT Bertahan di Zona Hijau Covid-19 Sejak Awal Pandemi
Kabupaten Sabu Raijua di Nusa Tenggara Timur adalah satu-satunya kabupaten kepulauan yang mempertahankan status zona hijau sejak awal pandemi Covid-19 melanda NTT. Tim Satgas Covid-19 Sabu Raijua bertugas cukup ketat.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
MENIA, KOMPAS — Kabupaten Sabu Raijua di Nusa Tenggara Timur menjadi satu-satunya kabupaten kepulauan yang mempertahankan status zona hijau sejak awal pandemi Covid-19 melanda NTT. Tim Satgas Covid-19 Sabu Raijua ketat menjalankan protokol kesehatan. Namun, jumlah kasus Covid-19 yang kecil di NTT masih dipertanyakan karena belum ada tes usap massal yang dijalankan.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Sabu Raijua Maria J Latupeirissa dihubungi di Menia, ibu kota Kabupaten Sabu Raijua, Rabu (21/10/2020), mengatakan, Sabu Raijua merupakan kabupaten kepulauan seperti halnya Lembata, Rote Ndao, dan kabupaten Alor. Akan tetapi, tiga kabupaten itu sudah masuk kategori zona merah dengan jumlah kasus bervariasi sejak Maret 2020.
”Sabu Raijua sampai hari ini masih zona hijau, bersih dari Covid-19. Sebanyak 70 sampel usap yang dikirim ke RSUD Yohannes Kupang pun hasilnya negatif. Sampel swab itu kami kirim setelah orang bersangkutan bepergian ke Kota Kupang atau dari luar NTT dan memperlihatkan gejala batuk, pilek, dan demam,” kata Latupeirissa.
Ia mengatakan, Satgas Covid-19 Sabu Raijua sangat ketat melakukan pengawasan di dua pintu masuk, yakni Bandara Menia dan Pelabuhan Laut. Setiap penumpang yang turun dari dua lokasi itu selalu diperiksa suhu tubuh, mencatat riwayat perjalanan, kemudian melaporkan diri ke puskesmas terdekat.
Jika ada pelaku perjalanan yang memperlihatkan gejala batuk dan pilek, dianjurkan segera mengonsumsi ramuan herbal, seperti kunyit, jahe, serai, kayu manis, pala, dan apabila perlu meneguk arak cukup 30 ml setiap malam sebelum tidur. Begitu tiba dari Kupang atau luar NTT, mereka segera mandi di air laut atau berjemur di panas matahari. Barang-barang bawaan, seperti tas, ransel, kopor, dan pakaian pun direndam di dalam air laut, kemudian dicuci dengan air tawar.
Demikian pula nelayan-nelayan dari Rote, Kupang, dan daerah lain yang singgah di Sabu setelah melaut. Kapal rakyat yang mengangkut bahan pokok dari Makassar dan kayu olahan dari Kisar, Maluku, dan Papua pun tetap diawasi secara ketat.
”Mereka diperkenankan melakukan kontak erat dengan penduduk lokal, tetapi setelah menjalani pemeriksaan suhu tubuh dan mengenakan masker secara benar. Pengunjung yang tidak mengenakan masker dilarang berpapasan dengan penduduk lokal secara dekat. Sabu ini pulau kecil sehingga mudah dipantau,” tutur Latupeirissa.
Selain Sabu Raijua, wilayah daratan Timor dengan jumlah kasus terkecil adalah Kabupaten Belu. Daerah ini baru terungkap satu kasus positif Covid-19, Sabtu (17/10/2020), melalui pelaku perjalanan dari Jakarta. Kabupaten perbatasan dengan negara Timor Leste ini baru tertular Covid-19, sejak masa pandemi Covid-19 menimpa NTT, 11 April 2020.
Kepala Dinas Kesehatan NTT Messe Ataupah mengatakan, jumlah kasus baru, per 20 Oktober 2020 sebanyak 14 pasien. Dengan demikian, total kasus positif Covid-19 di NTT sebanyak 605 orang. Dari 14 orang itu, Kota Kupang menyumbang sebanyak sembilan orang dari transmisi lokal. Ngada sebanyak dua orang dari pelaku perjalanan Denpasar, satu orang dari Malaka sebagai pelaku perjalanan dari Kalimantan Timur, dan Sumba Timur satu orang juga pelaku perjalanan dari Denpasar.
Jumlah pasien sembuh di NTT mencapai 418 orang, sedangkan yang masih dirawat 180 orang. Pasien yang dirawat ini tersebar di 21 kabupaten/kota. Sebagian dirawat di rumah sakit dan sebagian di pusat karantina terpadu, seperti RS Undana Kupang dan RS Kesehatan Jiwa Naimata Kupang.
Ia mengatakan, jumlah kasus positif Covid-19 melalui transmisi lokal cukup tinggi. Di Kota Kupang ada 128 kasus, 4 orang meninggal, 80 sembuh, 44 orang dirawat. Penyebaran Covid-19 sudah merata di seluruh kelurahan di kota itu.
Ketua Yayasan Tukelakang NTT Marianus Minggo meragukan jumlah kasus Covid-19 di NTT yang relatif sedikit. Ia memperkirakan jumlah sebenarnya lebih tinggi. Ia memberi contoh, seorang ibu bernama Mariana Tamoneb, warga desa Biboki Insana, Timor Tengah Utara (TTU), sehari-sehari sebagai petani. Saat hendak ke Bandung mengikuti wisuda anaknya, ia menjalani tes cepat di Soe, hasilnya reakif, kemudian dilanjutkan dengan tes usap, juga positif. Padahal, ibu ini tidak pernah bertemu dengan pasien Covid-19, kecuali datang berjualan hasil pertanian dan berbelanja di Pasar Kefamenanu.
”Kalau ada kebijakan untuk tes usap massal, banyak warga NTT terkonfirmasi positif Covid-19. Ini sebagai bom waktu, menunggu kasus terus berkembang dan ditangani secara bergilir, setelah terdeteksi melalui gejala-gejala Covid-19. Kalau dilakukan tes massal Covid-19, itu lebih menguntungkan pemda dan masyarakat,” tutur Marianus.
Kalau ada kebijakan untuk tes usap massal, banyak warga NTT terkonfirmasi positif Covid-19.
Di sejumlah kota di Indonesia, pemda setempat telah berinisiatif melakukan tes usap massal. Kasus demi kasus pun terungkap setiap hari, jumlah kasus di kota itu pun terus meningkat. Akan tetapi, NTT, khususnya Kota Kupang, harus menunggu kalau ada gejala Covid-19, orang bersangkutan diambil spesimen untuk tes usap.
Marianus mengatakan, aktivitas masyarakat melibatkan kerumunan massa masih berlangsung. Pesta nikah dan urusan adat sering mengabaikan protokol kesehatan, terutama penerapan budaya baku cium hidung. Pusat-pusat perbelanjaan, restoran, dan pusat hiburan masih dibuka.