Hadapi La Nina, BMKG Ingatkan Petani Siapkan Irigasi
Fenomena La Nina yang menerjang Indonesia harus diantisipasi juga oleh petani. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Banyuwangi mengimbau dinas pertanian dan para petani untuk menyiapkan drainase.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Fenomena La Nina yang menerjang Indonesia harus diantisipasi juga oleh petani. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Banyuwangi mengimbau dinas pertanian dan petani untuk menyiapkan drainase.
La Nina yang memicu peningkatan curah hujan dapat mengakibatkan banjir hingga merendam area persawahan. Kondisi ini menjadi salah satu ancaman nyata bagi petani yang memiliki lahan siap panen.
Ditemui di Banyuwangi, Rabu (21/10/2020), Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Banyuwangi, Gigik Nurbaskoro, mengatakan, La Nina muncul karena penurunan suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik. Kondisi tersebut menimbulkan peningkatan intensitas hujan, angin kencang, dan petir di sejumlah daerah di Indonesia termasuk Banyuwangi.
”Fenemona La Nina ini diprediksi mulai terjadi sejak Oktober 2020 hingga April 2021. La Nina membuat curah hujan meningkat 20 persen hingga 40 persen dari biasanya,” kata Gigik.
Gigik mengatakan, masyarakat mulai mewaspadai masa peralihan cuaca pada Oktober ini. Adapun intensitas hujan akan mulai meninggi pada November dan puncaknya terjadi pada Januari-Februari.
Fenemona La Nina ini diprediksi mulai terjadi sejak Oktober 2020 hingga April 2021.
Terkait angin kencang yang memicu tinggi ombak, lanjut Gigik, sifatnya akan lebih fluktuatif yang bisa berubah sekitar tiga sampai lima hari. Namun, ia mencatat sudah ada laporan penambahan tinggi gelombang.
Perairan di Banyuwangi selatan, misalnya, tinggi gelombang sudah mencapai hingga 3,5 meter. Padahal, pada bulan-bulan sebelumnya, tinggi gelombang masih 2 meter.
”Kami selalu menginformasikan perkembangan cuaca ke kantor-kantor syahbandar dan dinas pertanian. Karena itu, kami mengimbau para nelayan agar tetap memantau kondisi cuaca dari kantor syahbandar setempat. Adapun untuk para petani, kami harap segera memeriksa kondisi irigasi,” ujarnya.
Irigasi menjadi salah satu sarana penting guna mencegah terjadinya banjir yang dapat merendam lahan persawahan miliki pentani. Gigik berpesan agar para petani memastikan tidak ada sumbatan di irigasi dan irigasi dalam keadaan siap menahan debit air yang besar.
Kepala Dinas Pertanian Banyuwangi Arief Setyawan mengatakan, luasan sawah di Banyuwangi mencapai 66.063 ha. Sekitar 90 persen di antaranya merupakan lahan persawahan irigasi.
Arief mengatakan, saat ini seluruh irigasi dalam keadaan baik dan siap menampung debit air yang tinggi. Namun, hingga saat ini, Dinas Pertanian tidak memiliki data pasti berapa panjang irigasi tersier yang menjadi tanggung jawabnya.
”Kami yakin tidak akan ada sawah yang tergenang banjir sampai rusak atau puso. Kalaupun ada yang tergenang, pasti bisa segera surut,” kata Arief.
Kendati demikian, Dinas Pertanian Banyuwangi sudah menyiapkan skema asuransi bagi petani yang sawahnya puso akibat terendam banjir. Asuransi ini merupakan program Asurasi Usaha Tani Padi yang dikembangkan Jasindo.
Melalui program tersebut, 1 hektar lahan sawah per satu kali masa tanam diasuransikan dengan premi Rp 180.000. Namun, setelah mendapat subsidi dari pemerintah, petani hanya perlu membayar Rp 36.000 per hektar per satu kali masa tanam.
”Apabila nantinya terjadi gagal panen, petani akan mendapat biaya pengganti Rp 6 juta. Namun, hingga saat ini, belum banyak petani yang memanfaatkan fasilitas ini. Jumlahnya tidak sampai 200 hektar,” tuturnya.