Mahasiswa Bandung Desak Presiden Terbitkan Perppu untuk Batalkan UU Cipta Kerja
Aliansi Mahasiswa Indonesia Menggugat di Bandung, Jawa Barat, mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Aliansi Mahasiswa Indonesia Menggugat di Bandung, Jawa Barat, menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang telah disetujui DPR untuk disahkan menjadi UU. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk membatalkan UU tersebut.
Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Bandung Raya kembali berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jabar, Selasa (20/10/2020). Demonstrasi selama sekitar empat jam itu berjalan damai.
Selain berorasi, mahasiswa juga membakar ban bekas di Jalan Diponegoro di depan Gedung DPRD Jabar. Imbasnya, ruas jalan tersebut ditutup. Namun, pada pukul 18.00, jalan kembali dapat dilalui setelah mahasiswa meninggalkan lokasi.
Dalam orasinya, mahasiswa menilai RUU Cipta Kerja tidak berpihak kepada kalangan pekerja. RUU itu justru dianggap akan memuluskan investor sehingga berpotensi mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
”Kami menginginkan Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan perppu. Jika tuntutan ini tidak terpenuhi, kami mengajak elemen masyarakat lain untuk terus menyuarakan penolakan RUU Cipta Kerja,” ujar juru bicara Mahasiswa Indonesia Menggugat, Lingga.
DPR dinilai tergesa-gesa dalam menyetujui RUU Cipta Kerja. Hal itu dinilai mengabaikan aspirasi masyarakat yang menolak RUU tersebut.
Mahasiswa menilai RUU Cipta Kerja tidak berpihak kepada kalangan pekerja. RUU itu justru dianggap akan memuluskan investor sehingga berpotensi mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan.
Dalam unjuk rasa itu, mahasiswa menggoyang-goyang pagar Gedung DPRD Jabar. Mereka juga memasang spanduk dan poster yang berisi kalimat tuntutan dan kecaman kepada DPR karena menyetujui RUU Cipta Kerja.
Sejumlah personel kepolisian berjaga di sekitar lokasi unjuk rasa. Mobil meriam air juga disiagakan di depan Gedung DPRD Jabar dan Gedung Sate.
Mahasiswa berencana kembali berunjuk rasa pada 28 Oktober. Mereka akan berkoordinasi dengan mahasiswa dari perguruan tinggi lain untuk menurunkan massa yang lebih banyak.
Sekitar 1.500 buruh Jabar berunjuk rasa ke Jakarta. Selain mendesak pembatalan RUU Cipta Kerja, mereka juga menolak wacana untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto mengatakan, massa aksi yang bergerak ke Jakarta berasal dari wilayah Bekasi, Depok, Bogor, dan Karawang. ”Nanti akan bergantian dengan buruh dari daerah lain untuk berunjuk rasa ke Jakarta,” ujarnya.
Roy mengatakan, kenaikan upah sangat dinantikan buruh setiap tahun. Oleh karena itu, munculnya wacana tidak adanya kenaikan upah membuat buruh resah.
Menurut Roy, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat bergantung pada konsumsi daya beli masyarakat. Jika pendapatan buruh lemah, daya beli buruh akan turun sehingga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
”Bagaimana mungkin proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2021 bisa tercapai kalau daya beli masyarakat rendah, bahkan mengalami penurunan,” ujarnya.